33. Praduga

322 39 14
                                    

Hi, anak-anak baik, bagaimana kabar kalian?
Bersama dengan aku, Lentera dan juga kalian semua, kalau punya masalah, bicarakan, jangan di pendam sendiri. Pikiranmu tidak mampu menampung, pilih siapa dan datanglah ke tempat yang tepat untuk menuangkannya. Bahagia selalu🦋

 Bahagia selalu🦋

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


***

Klinik Ezra memang bukan tempatnya untuk pulang. Namun, saat semuanya sudah begitu penuh dan nyaris meledak, tempat dimana laki-laki itu buka praktik untuk orang-orang yang bernasib sama sepertinya atau bahkan lebih, menjadi sandaranya. Bagaimana mungkin ia bisa menyimpannya sendiri, sedang kepalanya bukanlah wadah berukuran besar. Ia hanya mampu menampung beberapa kepingan saja. Selebihnya berserakan dimana-mana.

Terdengar helaan napas ringan saat pintu kayu itu terbuka. Pemiliknya sudah menunggu dengan secangkir teh hangat di tangannya.

"Duduklah, Ra. Aku sudah menyiapkan teh hangat untukmu."

"Terimakasih, Ezra. Maaf selalu datang pagi pagi begini, ini bukan tanpa alasan. Tentu kamu tahu aku harus bekerja setelah ini." jelasnya.

"Aku mengerti. Minumlah, supaya kamu lebih rileks."

Satu menit berlalu. Perempuan itu kini jauh lebih tenang. Tidak seperti sebelumnya, seperti sedang membawa banyak beban di kepalanya.

"Zra, kayaknya kamu tahu kedatanganku kesini untuk apa." ujar perempuan itu.

Ezra mengangguk memahami. Ia masih dengan pakaian santainya. Kaus oblong kebesaran dipadu celana jogger selutut. Kacamatanya tidak pernah lepas yang menjadi ciri khasnya sebagai seorang psikolog.

"Kamu mau cerita soal Lentera, kan? Jadi bagaimana dengan gadis itu?"

"Lentera dipindahkan, pastinya kamu sudah tahu berita ini." sahutnya.

"Iya. Aku tahu ini nggak mudah bagi kamu, Ra. Tapi jauh lebih baik jika gadis itu berada di tempat yang semestinya. Begitu ditangani oleh orang-orang bertanggungjawab, Lentera akan cepat pulih. Aku yakin gadis itu juga berjuang untuk dirinya."

Suster Almira menunduk. Ia bernapas dengan sedikit rasa sakit. "Aku hanya belum terbiasa, Zra. Aku selalu merindukannya. Bahkan aku nggak bisa tidur karena kepikiran Lentera. Aku berharap dia bisa beradaptasi dengan baik di sana."

Ezra mengusap punggung tangan perempuan itu. "Mira, tugasmu sekarang bukan untuk meratapi kesedihan atas kepindahan Lentera. Justru ini waktunya kamu untuk sembuh. Kamu harus ingat kalau diri kamu juga sakit."

"Nggak ada Lentera justru ngebuat aku jadi seperti merasa bersalah, seharusnya aku ikut untuk terus merawatnya."

"Almira... Dengar baik-baik, tugasmu sekarang menyembuhkan dirimu sendiri. Saat Lentera pulih, kamu juga akan pulih. Mengerti?"

My Perfect PsikiaterWhere stories live. Discover now