Chapter 01.

1K 198 53
                                    

Sesuai rencana, Jefry berangkat lebih pagi. Sementara Jake duduk tenang menunggu seseorang yang namanya Jay, jujur dia tidak tahu bagaimana rupa Jay. Jadi Jake hanya mengira-ngira sambil menatap ke luar jendela besar apartemen.

Jalanan di bawah sana sudah lumayan ramai dengan kendaraan, membuat Jake jadi agak merindukan aktivitasnya di Brisbane; jam segini dia sudah menikmati suasana kota yang lengang setelah sarapan yang disiapkan oleh ibunya.

Mendadak dia jadi agak gugup, bagaimana nanti di sekolah barunya; apakah temen sekelasnya baik atau tidak. Bahkan Jake sudah menghafal dialog perkenalan yang dia cari di internet, semalam. Jefry bilang, dia pasti harus mengenalkan diri di depan kelas.

"Halo, nama saya Jake Igusti. Biasa dipanggil Jake, hobby saya mancing- bang Jefry bilang kalau ada yang tanya mancing keributan apa bukan, jawab aja bukan. Hm, apa lagi tadi-"

Gumaman Jake berhenti saat mendengar pintu apartemen diketuk agak rusuh. Dia menarik napas sebentar, cukup yakin kalau yang mengetuk adalah Jay. Apa dia harus memperkenalkan diri, atau Jay ingat siapa dia ... Entahlah.

Buka pintu aja dulu, pikir Jake.

"Lo yang namanya Jake?"

Pertanyaan itu Jake dapatkan sekitar sedetik setelah dia membuka pintu, tanpa menduga dia tahu kalau yang bertanya adalah Jay. Terlihat dari benda di dada kanan anak itu yang bertuliskan 'Sebastian Jay.' Jefry bilang nama benda itu name tag.

Dia juga akan punya, tapi tunggu dikasi dari Sekolah. Untuk sekarang, Jake masih menggunakan sergam lamanya.

"Iya, aku Jake. Perlu kenalan?"

Jay terlihat menahan tawa, lalu menatap Jake aneh; seolah orang di hadapannya itu berasal dari planet seberang.
"Nggak, kita dah tau nama masing-masing. Jadi ayo berangkat sekarang, bel masuk jam setengah delapan."

Jake menurut, dia bergegas meraih ranselnya yang mungkin hanya terisi beberapa buku. Karena- sumpah, dia baru tahu kalau sekolah di sini banyak menggunakan buku. Sebelumnya dia hanya menggunakan laptop, macbook dan alat elektronik lainnya.

Setelah siap, dua anak remaja itu berjalan keluar menuju lobi. Tidak ada yang membuka suara sampai Jake heran melihat Jay menghampiri salah satu mobil yang terparkir di sana.
"ngapain lo bengong? Mau jualan keong?"

Jay kira Jake akan berdecak atau setidaknya mendengkus, seperti reaksi kebanyakan orang yang dikatai. Namun tidak, Jake malah menggeleng tanpa beban; seolah memang dia membantah dituduh jual keong.

"kita ke sekolah pake mobil?"

Jay mengangguk, malas dia mengeluarkan energi lebih untuk bersuara karena jaraknya dan Jake agak jauh.

"memangnya boleh?"

Useless question.

"Iya, gue udah punya surat izin mengemudi kok. Jadi tenang aja"
jelas Jay, masih sadar kalau orang di depannya ini bukan Satrio; jadi dia tidak akan mengumpat.

"Ayo cepet, gue mau jemput satu orang lagi."

Jake menurut, lebih ke tidak punya pilihan. Jadi dia berjalan agak ragu dan masuk, lalu menggunakan sabuk pengaman. Dia sudah diajarkan untuk mengontrol pernapasan, lalu memberi sugesti ke otak untuk mengatasi kepanikan, tapi tetap saja rasanya gugup.

Di mata Jay, Jake kelihatan meragukan kemampuannya menyetir. Sukses membuatnya agak kesal.
"Lo nggak percaya sama gue?"

Jake menoleh cepat.
"bukan gitu."

Iya.

"culture shock? Teman-teman sekolahku nggak ada yang bawa mobil. So, ya this is a new thing for me."

Mata Air GurunWhere stories live. Discover now