Chapter 10.

694 105 19
                                    

"Sebenernya gue lebih suka jam kosong daripada libur."

Satrio menghela napas lelah, Jay sudah puluhan kali mengatakan hal yang sama dan kali ini gendang telinga Satrio juga rasanya agak bosan mendengarnya.
"Dikasi libur malah nggak bersyukur."

Sementara Jake, dia diam saja. Agak bingung mau menanggapinya bagaimana, dia tidak terlalu senang 'sih sebetulnya. Libur berarti dia tidak tahu hendak melakukan apa dan pergi ke mana, ingin liburan juga percuma; mereka hanya diliburkan seminggu, akan melelahkan jika bepergian jauh.

"Biasanya kalau anak kelas tiga ujian, sisanya emang libur ya?" tanya Jake.

Satrio dan Jay kompak mengangguk sambil mengemasi buku-buku mereka; barsiap untuk pulang. Hari ini mereka pulang lebih awal, tapi mungkin tidak bisa pulang secepat anak-anak lain karena Satrio harus menyelesaikan tugas piket yang tak seberapa.

"Lo berdua abis ini mau ke mana?" Tanya Jay, menyita atensi dua temannya itu.

"Pulang, terus mandi, makan-"

"Udah jangan lo sebut semua." Ucap Jay memotong ucapan Satrio.

Yang kemudian disambut Satrio dengan decak kesal. "Tadi nanya!" protesnya.

"Satu aja jawabnya. Nggak usah dijabarin." protes Jay lagi, lalu gumpalan kertas mendarat di wajahnya. Siapa lagi si pelaku kalau bukan Satrio yang sudah kepalang kesal.

Meski begitu, Jay tidak membalas. Dia beralih pada Jake yang sedang cekikikan, menertawakan Jay yang dilempar kertas oleh Satrio.
"lo?"

Jake bingung. Dia tidak punya rencana spesifik, mungkin pulang dan rebahan. Sisanya biar malas atau tidaknya yang menentukan.
"Nggak tau, yang jelas aku bakalan pulang setelah mau ke markas padus sebentar."

Jay mengangguk singkat. Lalu menyampirkan tas ke bahu kanan sebelum beranjak.
"Ke rumah gue aja, lanjutin game semalam. Ga suka gue menang gitu aja."

Jake berpikir sebentar, lalu dia memgangkat kursinya sendiri; bermaksud meringankan tugas piket Satrio.
"Boleh, tapi tungguin. Aku ke markas padus dulu, mau ketemu sama bang Mahesa." katanya kemudian, lagian juga Jefry pasti baru berangkat; pasti tidak ada orang di rumah.

"Gampang." Ucap Jay, lalu beranjak menghapus papan tulis. Bukan untuk meringankan beban Satrio, tapi supaya pekerjaan cepat selesai dan bisa cepat pulang.

Solid sekali mereka.

"Satrio, nggak mau ikut?" tanya Jake, setengah menawarkan.

"Gue nggak bisa." Jawab Satrio dengan tak enak hati; selalu kesulitan mengacaukan jadwal yang dia buat sendiri.

Jake mengangguk. "Nggak apa-apa. Tapi kira-kira kalau kamu main sama kita, kamu bakalan ngapain sekarang?" Tanya Jake.

Pergerakan Satrio memelan, dia menaruh pemghapus papan tulis dengan hati-hati; tampak sedang berpikir.
"Hmm ... Kasitau mama kalau pulang telat dan nggak bisa bantuin papa nyuci mobil, tugas gue juga bakalan nggak bisa dikerjain hari ini. Tapi nggak apa-apa, soalnya besok libur." ucapnya panjang lebar.

Jay hanya menyimak, biasanya dia akan mengajak Satrio dan jawaban anak itu tidak jauh dari: "main game ngebuat gue jadi bodoh, main sendiri aja sana."

Tapi saat ini sepertinya Jake bisa membuat keadaan jadi berbeda.

"Jadi, mau ikut?"
Tanya Jake lagi setelah memastikan Satrio membuat rencana jangka pendek.

Dan dari tempatnya, Jay bisa melihat Satrio mengangguk walaupun terkesan ragu.

"O-oke. Gue ikut."

Mata Air GurunWhere stories live. Discover now