Chapter 18.

543 102 1
                                    

Jefry hampir menelan bulat-bulat potongan kentang, ketika mendapat telepon dari kantor polisi.

Awalnya dia cukup khawatir kalau-kalau terjadi hal buruk pada Jake maupun Jay dan Satrio. Tetapi ketika dia datang, tiga biang kerok itu malah menyuguhinya dengan senyum tak enak hati.

Jadilah Jefry tidak ada pilihan lain sebagai orang dewasa yang bertanggungjawab, dia mendengarkan dengan seksama penjelasan petugas kepolisian tentang mengapa tiga blasteran anak ayamnya bisa di sana.

Setelah mendengarkan penjelasan dari Jay, Jefry ingin mengatakan kalau situasinya tidak seperti yang mereka kira, namun dia bisa apa ketika Jake, Jay dan Satrio ada di lokasi kejadian. Polisi tidak akan mempercayai argumennya, jadi Jefry hanya berjanji kalau hal-hal seperti ini tidak akan terulang lagi.

Lagipula, ini bukan kasus serius yang sanggup membuat tiga anak remaja itu mendapat catatan kriminal atau bahkan mendekam di jeruji besi. Mereka bertiga bahkan sudah bisa pulang dua jam kemudian sejak Jefry datang.

"Tolong diperhatikan ya mas, adik-adiknya. Balap liar selain mengganggu lalu-lintas ataupun mengganggu warga sekitar, juga bahaya untuk keselamatan."

Jefry mengangguk patuh dan menjabat tangan bapak petugas dengan sopan.
"Iya pak, terima kasih. Saya jamin kalau adik-adik saya tidak akan mengulangi apa yang terjadi hari ini."

Setelah berucap demikian dan menyikut pelan lengan Jay; mengisyaratkan ketiga anak remaja itu untuk menyalimi pak polisi yang langsung dilakukan dengan baik, mereka beranjak untuk pulang, meninggalkan pak polisi yang menggelengkan kepala pelan. Kasian, pasti bandel ikut-ikut temen. Begitu pikirnya, mengingat tiga anak muda itu bersikap baik dan sopan. Sebelum kembali masuk, melayani para orangtua yang kelihatan sibuk menjewer daun telinga anak-anak mereka.

Dilain tempat, Jefry berkali-kali melirik jog belakang mobil dari sepion di depannya, lalu melirik ke samping untuk melihat Jay yang menatap ke luar jendela.

"Kok pada diem?" Tanya Jefry saat tak ada yang membuka suara sejak awal mereka masuk ke dalam mobil.

"Emang kita masih sanggup nyeritain betapa menyenangkannya hari ini? Mobil gue juga nggak tau kayak gimana nasipnya." Ujar Jay dengan sarkas, hari mereka memang terlampau menyenagkan sampai-sampai Jay berharap akan cepat sampai di rumah, mandi dengan air dingin dan tidur. Supaya besok saat dia bangun, hari ini sudah dilewati.

Jefry terkekeh mendengarnya, kasian sekali para anak baik yang duduk dengan nelangsa. Baru ketangkap polisi karena salah paham sudah semenyedihkan ini, tapi dia bersyukur juga, bahwa tidak ada Jefry-Jefry lain yang harus mendapat tiga jahitan di kepala karena tauran.

"Nggak usah dipikirin, kalian nggak bakalan punya catatan kriminal kok. Soal mobil, besok pagi bakalan udah di depan rumah lo. Gue yang atur."

Mendengar itu, Jay langsung sumringah. Dia selalu suka kalau ada oranglain melakukan sesuatu untuknya.
"Mantap, terima kasih Jepri."

Yang disebut namanya hanya berdecak tidak suka, namun juga sudah lelah memperingati kalau umurnya cukup jauh di atas Jay.
Biarkan sajalah, pikirnya. Setidaknya Jay tidak akan berbuat seenaknya pada oranglain.

"Yang di belakang, masih idup?" Tanya Jefry lagi yang disambut dengkusan sebal oleh Jake.

"Nggak. Yang duduk di sini cuma hantu kita berdua." Jawab Jake cepat, jelek sekali suasana hatinya. Ditambah Jefry yang masih sempat-sempatnya mengajukan pertanyaan seperti itu, Jake jadi ingin marah.

Satrio yang duduk disebelahnya hanya terkekeh, dia tahu Jefry hanya memancing keributan.

"Bang, nanti berhenti di depan post satpam komplek aja." Pinta Satrio.

Mata Air GurunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang