Chapter 04.

829 139 11
                                    

Jake punya banyak opsi untuk weekend pertamanya semenjak pindah. Dia ingin mengawali pagi dengan sarapan selayak mungkin meski Jefry belum pulang dari jaga malam, dia sudah bisa menggunakan layanan pesan antar makanan.

Jefry yang menjari ketika Jake protes mengenai makan malam yang selalu oat.

"loh, gue kira lo emang suka makanin oat malam-malam"

Begitu kata Jefry ketika Jake bilang tidak mungkin makan oat lagi, dia sudah muak. Bahkan sekarang tidak ada oat di apartment mereka.

Sampai di sini sebetulnya topik tentang oat bukanlah masalah utama, bukan juga soal Jefry yang menatap Jake seolah dia baru kembali dari gurun alias tidak tahu apa-apa mengenai layanan pesan antar, akan tetapi eksistensi Jay dan Satrio lah yang membuatnya bertanya-tanya.

"Kenapa?" adalah kata pertama yang Jake ucapkan di minggu pagi yang tenang ketika dia membuka pintu apartement. Perasaan pekerjaan kelompok presentasi mereka sudah selesai.

Namun Jake masih bisa melihat Satrio tersenyum di depannya, tidak kusut seperti biasanya. Bajunya sedikit rapi, tidak sekedar celana training dan kaus oblong. Satrio juga tidak membawa ransel sebesar dosa; Berarti bukan kerja kelompok.
"Ayo ikut kita hangout, Jake!"

Jake mengernyit, sebenarnya dia ingin pergi ke pusat perbelanjaan biar terbiasa dan tahu harus pergi ke mana kalau ingin beli sesuatu, nanti.
"ke mana?"
Akhirnya dia juga penasaran, sih.

"ke-"

"ngomong-ngomong sebelum itu gue ada pertanyaan penting, apa kita bakalan ngobrol di pintu terus?"
Belum sempat Satrio menjawab, Jay sudah lebih dulu nyeletuk.

Sadar kalau berlaku kurang sopan, Jake membuka pintu sedikit lebih lebar dan mempersilahkan dua temannya masuk.

Jay langsung masuk begitu saja; terlihat terbiasa di tempat itu walaupun yang Jake tahu Jay pernah ke sini beberapa kali.

"Jadi mau ke mana?" Tanya Jake lagi. Sadar atau tidak, dia sering bertanya dua kali ketika bicara dengan dua temannya ini.

"Jalan ... Nggak tau ke mana, yang jelas kita hangout" Jelas Satrio yang sebetulnya tidak jelas, membiarkan saja Jay bergerak entah ke mana di rumah orang.

Jake berpikir sebentar dan Satrio maklum, awal-awal dia berteman dengan Jay juga merasa aneh saat diajak hangout. Destinasi mereka tidak aneh-aneh, sih. Mereka juga tidak sampai naik gunung, cuma ya tiba-tiba aja Jay nyetir sampai luar kota cuma karena jenuh.

Bagi Satrio, itu masalah besar. Karena kegiatannya setiap hari selalu terorganisir dengan rapi. Jadi, dia sudah menghitung berapa jam kira-kira dia berada di luar rumah dan berapa jam tersisa untuk menyelesaikan tugas serta kegiatannya yang lain.
Tapi semuanya sering berakhir kacau oleh Jay.

"Oke, aku kayaknya perlu siap-siap sebentar." Ucap Jake menyetujui. Sedikit di luar dugaan Satrio.

Setelah itu, Jake beranjak masuk ke kamar untuk mengambil ponsel dan dompet, sekalian memastikan uang tunainya masih ada. Meninggalkan Satrio yang melihat-lihat interior apartemen yang menurutnya terlalu ramai hanya untuk ditinggali dua orang.

Sementara Jay juga baru kembali dengan nitendo switch di tangannya, sukes mengundang tanya dari Satrio.
"Abis nyolong di mana lo?"

Jay mengernyit mendengar tuduhan tak bermoral dari Satrio.
"kira-kira dong kalau ngomong. Ini barang gue tau!"
Sesekali Jay pikir temannya satu ini perlu dimandiin pakai air suci, biar nggak berburuk sangka terus kerjaannya.

Habisnya, Jay keluar dari salah satu ruangan tiba-tiba menenteng sesuatu di tangannya.
"Kok bisa ada di sini?"

Jari-jari yang tadinya sibuk mengutak-atik nitendo terpaksa Jay hentikan sebentar.
"Ya, karena gue sering ke sini?"

Mata Air GurunWhere stories live. Discover now