Chapter 12.

700 122 21
                                    

Hari itu sudah gelap ketika Jay membuka mata dengan perasaan begitu baik, sudah lama sejak terakhir kali dia bangun di kamar dengan tirai terbuka dan langit sudah menghitam.

Jay menoleh ke samping, mendapati jam digital menunjukan hampir pukul tujuh malam. Ah, sudah berjam-jam sejak mereka hampir mati kepedasan dan menggelepar di kasur Jay dengan posisi abstrak.

Biasanya hening seperti ini membuatnya merasa hampa, tapi tidak dengan hari ini. Jay malah merasa luarbiasa baik, dia tahu sudah menghabiskan waktu dengan baik.

"Akhirnya idup lagi, anterin pulang!"

Jay hampir jantungan saat mendengar suara seseorang dari samping tempat tidur, di lantai lebih tepatnya.
"Heh ngapain lo di situ kayak anak ilang! Satrio mana?"

Jake di sana, agak meringkuk dalam duduk. Tenaganya habis untuk bolak-balik ke toilet, bahkan seragamnya sudah dia lepas; menyisakan kaos putih dan celana seragam warna hitam.
"Pulang pas kamu mati, tadi."

Jay berdecak. Sementara Jake tidak merasa ucapannya salah, Jay betulan tidur seperti kehabisan nyawa. Bahkan Satrio yang membangunkan mereka karena mau pulang, Jay tidak bangun sama sekali.

Bahkan Jake bolak-balik ke toilet untuk urusan perutnya, Jay tidak terusik sama sekali.

"Lo nggak pulang?" Tanya Jay, dia lalu duduk.

"Dua jam lagi dijemput."

Jay mengangguk santai, belum sadar jika Jake sudah seperti ikan diletakkan di darat, di bawah terik matahari.

Dia baru kaget saat melihat Jake beranjak dan muntah di kamar mandi yang terhubung dengan kamar Jay.

"Heh, lo kenapa lagi?" Tanya Jay menyusul ke kamar mandi, kedua lengannya digunakan untuk menopang tubuh berkeringat Jake.

Yang ditanya menggeleng pelan, lalu keluar dibantu Jay dan didudukkan di tempat tidur.
"Lambung gue kebakaran kayaknya."

"Serius dikit, anjir!"

"Dehidrasi, gara-gara mie mahal kalian berdua?"

"Hah? Sakit perut nggak?"

Jake mengangguk, wajahnya beneran sudah pucat. Begini rasanya hangover mie instan, pikirnya.

Jay panik sendiri, dia bangun dari duduk lalu mengeluarkan dua jaket dari lemari pakaian lantas memberikan salah satunya pada Jake.
"Ayo ke rumah sakit aja, nunggu Jefry dua jam lagi kayaknya kelamaan."

Jake menggeleng pelan. "Dehidrasi cuma butuh minum."

Jay menggaruk kasar kulit kepalanya. "Asal lo tau, dehidrasi bisa buat orang meninggal! Cepet gue antar ke rumah sakit, atau lo seneng liat gue digorok sama Jefry?"

Akhirnya Jake menurut setelah banyak ocehan dari mulut Jay dan setelah tiga puluh menit berkendara dengan Jay yang membawa mobil seperti dikejar banteng, di sinilah mereka; ruang UGD rumah sakit Harapan; tempat Jefry menjalani masa coass.

"Gimana Jake?" Tanya Jay, sontak setelah Jefry keluar dari UGD.

"Santai dong, kok lebih panikan lo daripada gue?"

Jay bedecak kesal, bisa-bisanya Jefry menjawabnya demikian. Dasar tidak sadar diri, tadi bahkan Jay kira sepupunya itu berteleportasi ke hadapannya, seketika setelah mendapat telepon.
"Nggak ngaca!"

Jefry terkekeh, lalu duduk di bangku panjang yang tadi diduduki Jay.
"Gue kira kalian kecelakaan atau apa, tapi makasih udah dibawa ke sini. Kata doter di UGD, dehidrasinya lumayan parah."

"tapi nggak apa-apa, 'kan?"

Jefry mengangguk. "Mungkin nanti kalau infusnya abis dia bisa pulang, sekarang lagi tidur. Tapi biarin aja nginap, gue jaga malam soalnya."

Mata Air GurunWhere stories live. Discover now