Hujan

722 105 17
                                    

Aku berlari dengan cepat. Berharap masih ada waktu untuk sampai ke tujuan agar Thorn tidak terluka parah.

"Aku harus cepat, aku tidak mau Thorn semakin terluka," ucapku sambil berlari. Semua orang yang sedang berlalu-lalang menatapku heran. Mungkin karena diriku yang berlari terlalu kencang.

Langit semakin gelap menandakan bahwa akan turun hujan. Mendung semakin terlihat dan rintik hujan mulai turun satu persatu.

Aku tidak menghiraukan datangnya hujan, yang kupikirkan saat ini hanyalah keselamatan Thorn.

Zraasshh!

Hujan pun turun mengguyuri tubuhku. Membiarkan tubuhku yang telah basah kuyup diguyuri air hujan. Aku merasa sedikit kedinginan dan pusing.

Tapi itu tidak akan bisa membuatku menghentikan langkah kakiku. Semua orang sudah berteduh di pinggir agar tidak terkena air hujan.

Sedangkan aku, aku malah melawan derasnya air hujan.

***

"Taufan sudah pulang?" tanya Halilintar kepada Gempa. Sekarang mereka sedang duduk di teras rumah sambil melihat derasnya hujan.

"Belum," jawab Gempa singkat. Halilintar hanya diam, tidak menanggapi jawaban dari adiknya itu. "Diluar dingin, lebih baik kita masuk ke dalam," ujar Halilintar.

Gempa menggelengkan kepalanya pelan. "Aku masih mau menunggu Taufan pulang. Sebaiknya kamu saja yang masuk ke dalam, jaga Thorn,"

Halilintar berdecak kesal dan kembali masuk ke dalam rumah meninggalkan Gempa yang terduduk di luar.

Kriett, suara pintu kamar Thorn yang dibuka oleh Halilintar berbunyi.

"Bagaimana dengan keadaannya? Apakah dia sudah pulih?" tanya Halilintar kepada Ice. Kebetulan di dalam kamar Thorn terdapat Ice yang sedang memeriksa keadaan Thorn.

Sedangkan Blaze dan Solar, mereka tertidur di kamar mereka masing-masing. Mungkin mereka kelelahan menjaga Thorn tadi.

Jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Tapi Taufan belum juga pulang ke rumah. Dia sudah pergi keluar rumah sejak 2 jam yang lalu.
Kemana anak itu pergi? Batin Halilintar.

***

"Auww!" Aku tidak sengaja tersandung batu yang menghalang lariku tadi. Alhasil, lututku luka dan jari kakiku keseleo. Aku mengumpat batu itu dalam hati dan berjalan menepi. Aku duduk di bangku panjang yang tepat berada di bawah atap toko buku.

Dalam keadaan genting seperti ini, kenapa harus ada masalah lain yang menimpa. Seperti ini, aku terpaksa menghentikan lariku hanya karena kakiku yang terluka.

Hujan semakin deras dan hawa sekitar terasa dingin. Keadaan sudah sepi, hanya tersisa beberapa kendaraan yang berlalu-lalang. Padahal ini baru jam 10 pagi lewat 20 menit.

Aku hanya melamun memikirkan keadaan Thorn yang sepertinya semakin parah saat ini. Tiba-tiba masa lalu itu terbesit lagi dalam pikiranku. Perasaan menyesal kembali merasuki diriku.

Apa sebaiknya aku memberitahukan semua rahasia ini kepada mereka?

Apa sebaiknya aku meminta bantuan mereka?

Aku pun menggelengkan kepala dengan kuat.

Tidak, tidak akan. Sebaiknya aku tetap merahasiakannya saja.

Zraashh!

Hujan semakin deras membuat diriku kembali hanyut dalam pikiran masa lalu.

Maafkan aku Thorn...



Tbc.

Jangan lupa vote, comment, & follow yaa

Terimakasih banyak" buat yang udh baca n vote cerita akuu ^^

See u next!

Painful Life [END]Where stories live. Discover now