Syarat & Janji

667 91 7
                                    

"Dia bersamaku," ucap pria paruh baya. Walaupun umur dia sudah menginjak 40 tahun, dia tetap terlihat gagah dan kuat. Destro, si pria paruh baya yang sedang menggendong Akai.

Tunggu... Akai adalah anaknya?

"Permisi pak, a-apakah Akai baik-baik saja?" tanyaku hati-hati.

"Cih, apakah kondisi anakku sekarang kurang jelas di matamu?! Asal kamu tahu, dia sekarat! Sekarat gara-gara adikmu yang ceroboh ini!" marah Destro.

Bahunya menegang, rahangnya mengeras, dan matanya menajam. Itu berarti.. Akai memang terluka parah.

"M-maaf pak, adikku tidak sengaja melukai anak bapak," ucapku.

"Tidak sengaja?! Setelah apa yang adikmu lakukan kepada anakku, kamu bilang tidak sengaja?! Adikmu pasti sengaja ingin membunuh anakku ini bukan?!" bentaknya.

Aku berusaha bersabar dan meredamkan emosiku. Aku memberi kode kepada Ryan untuk membawa Thorn ke bangku taman. Ryan mengerti maksud dari kodeku dan segera membawa Thorn pergi dari pangkuanku.

"Sekali lagi aku minta maaf pak," ucapku.

"Minta maaf tidak bisa semudah itu memulihkan kondisi anakku," ujarnya dengan nada rendah.

Aku sudah mulai ketakutan. Rasanya aku ingin menangis saja. Aku perlu kakak-kakakku. Tetapi, aku berusaha untuk kuat.. Aku tidak mau mereka ikut khawatir.

"Begini saja pak.. Aku akan lakukan apapun agar anakmu dan adikku bisa sembuh kembali," tawarku. Aku tidak tahu harus melakukan apalagi selain menawarkan bantuanku. Siapa tahu dengan bantuanku ini aku bisa menyembuhkan mereka berdua.

"Kamu yakin ingin menawarkan bantuanmu? Kamu tahu kan kalau luka yang dialami oleh anakku dan adikmu itu sangat dalam?" tanyanya.
"Aku hanya tidak ingin kamu sengsara. Melihat dirimu yang lemah ini, aku jadi ragu ingin menerima bantuanmu atau tidak haha," lanjutnya dengan tawa meremehkan.

Aku berpikir sejenak. "Aku benar-benar ingin membantu anakmu itu.. Tapi dengan 1 syarat, kamu juga harus menyembuhkan adikku. Karena luka adikku juga sangat dalam.. Jadi, aku takut kuasaku tidak cukup untuk menyembuhkan adikku juga," ujarku.

"Kamu yakin?" tanyanya sekali lagi.

"Iya!" jawabku tegas.

Dia mengeluarkan senyum smirknya.
"Baiklah kalau begitu, aku akan menyalurkan energi kuasamu untuk menyembuhkan adikmu.. Dan kamu juga harus menyalurkan energi kuasamu kepada anakku. Dengan begitu, anakku dan adikmu bisa sembuh," jelasnya.

"Tapi ingat, ini membutuhkan waktu yang sangat lama. Luka mereka yang dalam ini tidak bisa disembuhkan dengan begitu cepat," sambungnya.

Aku terdiam. Mencerna semua perkataan pria itu.

"Apakah aku bisa bertahan untuk menyembuhkan Akai dan Thorn?" tanyaku dalam batin.

***

"T-tapi, apakah aku mampu bertahan untuk menyembuhkan anakmu dan adikku?" tanyaku ragu.

"Aku tidak tahu. Yang pasti, kamu harus mempersiapkan dirimu untuk menyembuhkan mereka berdua," jawabnya acuh tak acuh.

Aku menghela napas. "Tapi aku tidak mau mengorbankan diriku terlalu banyak!" teriakku.

"Aku tidak peduli! Jika kamu tidak menyetujuinya, nyawa adikmu akan terancam! Kamu tahu kan kalau mereka berdua bisa sekarat seperti ini karena ulah adikmu?! Adikmu lah biang dari semua masalah ini!" bentaknya.

"Aku mohon berikan aku syarat yang lain. Aku takut aku tidak bisa melakukannya hiks," mohonku.
Aku menangis sesenggukan, tidak kuat menghadapi ini semua.

"K-kakak," lirihku.

"Sudah kukatakan aku tidak peduli! Aku tidak mau kehilangan anakku lagi! Kamu paham itu?!" bentaknya.

Lagi?

"Bapak pernah kehilangan anak bapak? Maksudku Akai punya saudara?" tanyaku.

"Itu bukan urusanmu! Lebih baik kamu menyetujui persyaratan itu atau tidak!" marahnya.

"B-bukan begitu p-pak. Aku hanya ingin tahu saja siapa saudaranya Akai. Siapa tahu aku juga bisa mencarinya," ujarku.

"Tidak perlu kamu cari! Dia sudah mati!" teriaknya.

"A-apa?" Aku tidak percaya saudara Akai mati. Destro pasti sangat terpukul atas kepergian anaknya itu, apalagi saat dia tahu bahwa Akai sedang terluka parah. Aku jadi merasa bersalah.

***

"Kenapa? Kamu merasa senang bukan? Saudaranya sudah mati dan sekarang anakku terluka!" bentaknya.

"Meninggal pak bukan mati," ucapku dalam hati.
Aku tidak mungkin berani mengucapkan itu secara langsung.

Bisa-bisa nanti aku dihantam dia.
Kan tidak lucu jika muncul berita 'seorang anak tewas karena salah ucap'. Miris sekali hidupku nanti.

"Eumm, baiklah pak. Aku minta maaf atas perbuatanku tadi. Dan aku mewakili Thorn untuk meminta maaf atas perbuatan adikku tadi. Aku.. Aku akan mengikuti persyaratan itu," ucapku.

"Bagus. Ingat, janji ini harus ditepati. Jika kamu mengingkarinya, nyawa adikmu akan terancam. Oh ya, bukan hanya adikmu saja.. Tapi nyawa saudara-saudaramu yang lain juga akan ikut terancam!" ancam Destro.

"Baik pak, aku mengerti," ucapku.

Sejak saat itu, aku menyalurkan energi kuasaku kepada Akai. Aku bisa menyalurkannya kapanpun aku mau. Tapi, tidak boleh terlalu lama.

Begitupun juga sebaliknya, Pak Destro menyalurkan energi kuasanya kepada Thorn. Itulah kenapa Thorn selalu sehat-sehat saja. Aku juga merahasiakan masalah ini dari saudara-saudaraku. Aku tahu ini tidak baik untuk dilakukan.

Tapi, aku hanya tidak mau menambah masalah saja. Cukup aku saja yang tahu masalah ini. Mungkin suatu saat nanti aku akan memberitahukannya kepada mereka.



Tbc.

Jangan lupa vote, comment, & follow yaa

Makasi banyak" buat yg udah baca n vote cerita akuu^^

Di part ini kebanyakan masa lalunya ya :v

See u next!

Painful Life [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora