Saudara

491 75 36
                                    

Selamat Membaca

Jam berapa kalian baca part ini?

Bilang apa ke author?😊


Setelah Akai pulang, kami mulai sibuk dengan kegiatan masing-masing lagi.

Dia menghabiskan waktunya sampai tengah hari untuk bermain dengan Thorn.
Mungkin dia sangat rindu dengan Thorn.

Aku memasuki kamarku dan tidak lupa untuk mengunci pintu kamar.

Aku mempersiapkan diriku untuk menyalurkan energi kuasaku kepada Akai karena memang sudah memasuki waktunya.

Sebenarnya aku tidak sanggup untuk menyalurkan energi kuasaku lagi. Aku lelah untuk bertahan dengan kondisi seperti ini.

Hari-hari ini aku merasa sangat lemah dan tidak berdaya. Aku sengaja menutupinya dari mereka semua.

Rasanya aku tidak mau banyak bergerak, tidak mau melakukan aktivitas dan tidak mau makan.
Yang kuinginkan saat ini, dengan kondisi seperti ini, hanyalah berdiam diri di kamar.

Aku harus memaksakan diriku untuk bertahan. Mungkin setelah Thorn dan Akai sembuh, hidupku tidak akan lama lagi. Mungkin...

Jujur, tubuhku terasa sangat sangat lemah. Seperti hanya ada tubuhnya saja tapi tidak ada nyawanya.

Aku menghela napasku. Aku tersiksa jika terus seperti ini. Aku ingin memberitahu semua masalah ini kepada saudara-saudaraku, tetapi mulut ini terasa kelu untuk menjelaskannya.

Setelah kusalurkan energi kuasaku kepada Akai, aku duduk di sisi ranjang sambil memejamkan mata.

Aku sudah tidak tahan...
Aku merasa ingin mati saja...
Kenapa tubuhku lemas sekali?...

"Thorn!"

"Jangan tinggalkan kakak!"

"Maafkan kakak jika kakak tidak bisa menyelamatkanmu,"

"Kita saudara kan? Kita harus selalu bersama selamanya"

Aku membuka kedua mataku yang terpejam dan menggelengkan kepala kuat.

Kenapa? Kenapa pikiran-pikiran buruk itu selalu datang?

Aku yakin Thorn pasti akan selamat. Aku yakin Thorn pasti akan sembuh. Aku yakin aku bisa melewati ini semua.
Aku yakin aku bisa menyelamatkan Thorn.

Tapi... Pikiran-pikiran itu selalu saja menghantui kepalaku.

"Aargh!" Pikiran buruk itu membuat diriku terpuruk. Tidak ada rasa ingin hidup di diriku. Semua itu membuat pikiranku kacau. Aku takut jika nanti aku tidak sengaja melampiaskan semua amarah ini kepada saudara-saudaraku.

✨✨✨

"Taufan! Waktunya makan siang!" teriak Gempa dari luar kamar.

"Iya! Aku akan keluar sebentar lagi!" Aku terpaksa menjawabnya dengan teriakan yang dipaksakan.

"Ck, rasanya malas sekali untuk keluar. Aku tidak mau mendengar kebisingan. Aku tidak mau diganggu. Aku hanya mau berdiam diri disini!" gerutuku.

"Cepatlah, Taufan! Nanti makananmu keburu dingin!" teriak Gempa lagi.

"Apa-apaan sih?! Kenapa dia memaksaku untuk makan?! Kenapa dia sibuk sekali mengurusi hidupku?!" gerutuku dengan pelan.

Aku tidak tahu ada apa dengan sikapku sekarang. Tiba-tiba saja aku malas sekali ingin bertemu dengan mereka, apalagi bergerak.

Painful Life [END]Where stories live. Discover now