I •Hati yang terbalut luka•

19.4K 776 26
                                    

“Memang, keluarga adalah orang pertama yang akan menerima kepulanganmu, bagaimanapun keadaanmu. Namun, akankah kisahku akan berakhir seperti itu?”

—Regi Sabiru

     Menjadi kebanggaan keluarga, anak kesayangan, anak yang bisa di andalkan mungkin sebagian orang mampu mendapatkannya dan merasa begitu beruntung—yang mana tak pernah ia rasakan sejak kejadian itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

     Menjadi kebanggaan keluarga, anak kesayangan, anak yang bisa di andalkan mungkin sebagian orang mampu mendapatkannya dan merasa begitu beruntung—yang mana tak pernah ia rasakan sejak kejadian itu.

     Bahkan waktu ia kecil dulu, ia masih ingat betul bagaimana polos dirinya meminta pada langit dan semesta untuk membahagiakannya sebentar.

     Tapi itu dulu, jauh sebelum jiwa, raga dan dirinya berkelana lebih jauh mengitari asam manisnya kehidupan. Dimana dirinya di paksa untuk dewasa, di paksa untuk kuat, di paksa untuk tetep berdiri kokoh walau keadaan terus mempermainkannya.

     Kini ia sudah dewasa, ia sudah begitu mengenal dunia—hingga tak mampu dan tak ada waktu lagi untuk mencari dimana letak kebahagiaan itu sesungguhnya. Ia hanya ingin menikmati hidup sebelum dunia ini benar-benar berakhir.

     Langit sudah gelap, sinar bintang dan bulan nampak samar-samar. Jam terus berdenting seiring dengan angin malam yang kian menyusut, dan ia masih terjaga.

     Tepat saat lima menit lagi jam menunjukkan pukul satu dini hari, tubuhnya di seret paksa oleh seseorang. Bahkan menyeret dan mencengekeram bajunya tanpa ampun.

     Tak banyak yang bisa ia lakukan, begitupun beberapa teman sejawatnya yang hanya diam menatap kepergiannya dan meninggalkan motor kesayangannya.

     Ia bungkam, tak melawan atau bahkan memohon agar di lepaskan. Malah, ia terasa seperti sedang menikmati kejadian saat ini. Kejadian yang mungkin akan menambahkan luka di dalam hatinya.

     Brak! Dug!

     Matanya seketika terpejam saat tubuhnya terdorong begitu kuat dan berakhir membentur kerasnya tembok. Sedikit menyakitkan karena dorongan orang itu begitu kuat dan bertenaga. Tapi, kelemahan fisik bukanlah tandingannya.

     Ia sudah terbiasa, sangat terbiasa dengan rasa sakit.

     "Kelayapan terus! Kerjaannya kelayapan terus! Kapan kamu berubah! Kamu gak lihat Kakakmu? Kamu gak liat saudaramu yang lain?! Yang selalu bisa di andalkan?! Kamu gak lihat?!"

     Menyakitkan, sungguh menyakitkan jika kau tahu bahwa dirimu di banding-bandingkan dengan orang lain bahkan itu di keluargamu sendiri. Tapi, itulah kenyataannya—Bahwa ia akan terus di banding-bandingkan—sekalipun ia benar.

Another Pain [END] ✔Where stories live. Discover now