EXTRA CHAPTER •MEMORABILIA•

934 72 6
                                    

• Playing song : Cakra Khan - Mencari cinta sejati

“Penyesalan terbesar dalam hidupku adalah, tidak pernah memberikan kasih yang utuh kepadanya. Bahkan hingga di ujung tarikan napasnya, air mataku seolah tak ada artinya.”

—Reyga Angkasa

••••

      “Kita harus secepatnya menemukan donor ginjal. Ginjalnya benar-benar sudah tidak berfungsi lagi.”

       Alan menatap sendu ruangan yang di penuhi peralatan medis di balik kaca yang menjadi pembatas antara dirinya dan lelaki di dalam sana. Satu tahun telah berlalu semenjak kepergian Regi, Alan belum mampu mengikhlaskan semua yang telah terjadi dalam hidupnya.

      Kepergian adiknya seolah menjadi rasa sakit tersendiri yang bahkan sama sekali tak ada obatnya. Setiap malam, setiap ia ingin memejamkan kedua matanya—bayang-bayang Regi selalu melintas di pikirannya. Juga satu tahun penuh pun Alan di diagnosa insomnia akut.

      Hingga kini ia berdiri di tempat ini, tempat yang seolah selalu mengingatkan Alan pada kejadian-kejadian pilu—kejadian dimana Regi berjuang dengan rasa sakitnya.

      Namun kini yang berada di dalam sana, yang berjuang dengan rasa sakitnya adalah Reyga. Ginjal Reyga sudah tidak dapat berfungsi dengan baik. Nyatanya Alan sama sekali tidak tahu jika Reyga, adiknya yang memilih melanjutkan sekolah di kota lain—disana menyiksa diri anak itu sendiri.

       Helaan napas terdengar sedikit berat keluar melalui celah mulut Alan yang terbuka, sembari memikirkan apa yang beberapa saat lalu dikatan oleh Dokter—perihal kondisi Reyga yang jauh dari kata baik-baik saja.

      Dimana Alan mampu menemukan donor ginjal untuk adiknya. Mengapa semuanya seolah-olah terasa begitu berat bagi Alan. Kehidupannya sama sekali jauh dari kata bahagia.

      Di tatapnya sekali lagi Reyga yang masih memejamkan mata di dalam sana, “Abang akan pastiin kamu dapet donor ginjal, Rey ... Abang gak mau kehilangan lagi.”

      Tangannya yang kosong tiba-tiba saja terangkat. Nyatanya air matanya menetes begitu saja.

      “Udah cukup Abang kehilangan Mama, Papa dan Regi,” Alan menggantungkan ucapannya, sebelum kembali berbicara dengan tatapan sendu, “Kamu dan Aubrey adalah satu-satunya harapan Abang.”

      Banyak kejadian menyakitkan yang telah Alan terima, kehilangan orang-orang yang ia sayang—mereka pergi begitu saja. Meninggalkan rasa rindu yang setiap detik menghimpit relung dada, menerima kenyataan bahwa rindu itu hanyalah sebatas rindu tanpa bisa kembali bertemu.

      Kaki Alan melangkah pergi dari rumah sakit. Sebelum matahari tenggelam, ia ingin mengunjungi makam ayahnya untuk pertama kali.

🎀

      Gadis itu membuka pintu sebuah ruangan bernuansa putih, pemandangan pertama yang ia temukan adalah seorang Dokter yang tampak begitu seksama memperhatikan berkas-berkas dihadapannya. Lantas mendongak saat pergerakannya tertangkap.

      Dokter itu melepas kacamata lalu menatapnya bingung. “Oh, silahkan duduk ... Apa ada yang bisa saya bantu?”

      Gadis itu tersenyum tipis, mengangguk sopan lalu lekas duduk di hadapan sang Dokter. Sedikit terdengar helaan napas yang panjang, begitu terlihat jelas jika gadis itu mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri.

Another Pain [END] ✔Where stories live. Discover now