IV •Keluh dan rasa sakit•

6.3K 417 9
                                    

“Terkadang, yang di butuhkan diri ini adalah rangkulan dan pelukan dari sosok bernama orang tua.”

—Regi Sabiru

—Regi Sabiru

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

     Brak!

     "GI! DIMANA LO?! KELUAR LO SEMUA!"

     "Bima? Lo apa-apaan, sih?!"

     Alan di susul oleh Adiknya, Aubrey menuruni tangga tergesa-gesa saat mereka yang sedang asyik menyibuki dunia sendiri—mendengar teriakan dan bantingan pintu keras oleh sosok lelaki yang begitu mereka kenal.

     Bima, anak dari Kakak Ayahnya, Om Fahmi. Bima datang dengan raut yang meredam amarah, wajah yang memerah dan napas yang menderu-deru.

     Mereka tak tahu apa yang membuat Bima semarah itu? Apalagi mereka sempat mendengar jika Bima memanggil nama Regi.

     Bima meludahi lantai keramik berwarna putih itu, mengabaikan sikap dan tingkah lakunya yang mungkin meresahkan orang yang ada di dalam rumah.

     Bagi Bima, Regi adalah yang terpenting. Sudah muak ia melihat keluarga itu memperlakukan Regi layaknya anak buangan.

     "Lo bisa sopan ngak, sih, Bim?" Aubrey terganggu dengan sikap sepupunya.

     "Dan bisa, ngak, lo ngak usah rusuh? Reyga barusan tidur!" lanjutnya.

     "Kalau lo punya masalah, ngak gini caranya nyelesein, Bima," timpal Alan.

     Bima seketika tertawa ketika mendengar penuturan dua bersaudara itu.

     "Apa peduli gua? Mau sikap gua baik apa enggak, lo semua juga bakal buta, kan? Gua heran, bisa-bisanya ngebenci seseorang tanpa alasan, ngucilin orang yang jelas-jelas ada ikatan darah sama kalian... Sehat lo berdua?"

     Alan menyipitkan matanya, alisnya pun saling bertautan. "Ngak usah aneh-aneh, gua gak paham arah pembicaraan lo!"

     "Paham? Ngak usah di pahami juga bakal percuma. Hati nurani lo semua udah pada ketutup."

     Bima lekas kembali melangkahkan kakinya melewati Alan dan Aubrey yang masih berdiri di anak tangga tanpa sepatah kata yang terucap. Mreka seakan-akan terhipnotis oleh perkataan yang Bima lontarkan.

     Menaiki tangga langkah demi langkah, hati Bima terasa tak karuan. Antara marah, kesal, kecewa—semuanya tercampur menjadi satu.

Another Pain [END] ✔Where stories live. Discover now