XLI •Untaian kata yang tak sampai•

3.5K 261 35
                                    

• Playing song : DK - Heart •

“Mimpi itu terasa seperti nyata, saat aku mampu mendapatkan kasih kasih Papa. Akan tetapi hingga detik ini juga, itu hanyalah sebuah mimpi—sang bunga tidur yang tak akan pernah menjadi nyata”

—Regi Sabiru

SELAMAT MEMBACA
.
.
.
.
.

—Previous bab sebelumnya

      “Regi cuma mau lihat Reyga, Pa. Regi khawati.”

      “Mau lihat Reyga katamu?”

     “Regi cuma mau lihat Reyga, Pa. Regi khawatir.”

     “Tapi, Pa—

     “Saya bilang pergi dari sini! Dan jangan pernah kembali lagi anak sialan!”

     “Saya gak akan pernah mengijinkan kaki kamu memasuki rumah. Pergi kamu! Pergi dari sini!”

🎀

     Reyga berdiri di balik jendela kaca dengan tirai korden yang berayun-ayun—sedikit menutupi wajahnya. Tangan kanannya yang lantas memegang tiang infus—matanya menatap ke arah dimana ada Regi bawah sana yang melengseng pergi.

     Mengerjap sejenak, Reyga menatap ponselnya yang terdapat pesan dari Regi di sana. Selang beberapa detik tangan sebelah kirinya meremt ponsel yang ia genggam.

     Tatapan Reyga tidak sendu, tatapannya juga tidak mengisyaratkan jika ia begitu menginginkan Regi disisinya atau sekedar merindukan saudaranya.

     Entah apa yang ia pikirkan dan apa yang sebenarnya ia mau.

     “Bokap lo bahkan maksa Regi buat donorin ginjalnya ke lo!”

     Seperti tak ada sopan santun, ucapan yang keluar dari mulut Bima semakin mendominasi pikirannya—semakin ia memikirkannya semakin pula Reyga membencinya.

     Cklek, pintu terbuka saat dirinya masih menghadap jendela menatap keluar. Derap langkah kaki terdengar begitu jelas mendekatinya. Dari mencium bau parfum yang sedikit menyengat, Reyga tahu siapa itu.

🎀

     “Rey, apa kamu baik-baik aja?”

     Reyga menelan ludahnya, sebelum akhirnya ia mengeluarkan suara untuk ikut berbicara pada lawan di belakangnya.

    “Apa abang juga tahu soal ini semua?” tanya Reyga pada Alan. Ya lelaki di belakangnya adalah Alan, kakaknya. Bahkan Reyga pun tak berniat untuk berbalik badan.

     “Abang pun juga marah, Rey. Kamu tahu kenapa abang keluar dari rumah ini dan memilih untuk tinggal sendiri?”

     “Karena Papa yang dengan seenaknya meminta Regi untuk mendonorkan ginjalnya ke kamu,” lanjutnya lirih.

     “Abang udah gak sanggup melihat Regi—adik abang menderita.“

     Dari ucapan Alan yang keluar dengan jelas—masuk ke gendang telinganya, dapat Reyga cerna betapa dirinyalah yang sebenarnya menyusahkan di keluarga ini.

Another Pain [END] ✔Where stories live. Discover now