XXII •Tak lagi bersama•

3.4K 249 11
                                    

🎶 Playing song : Melly Goeslaw - Denting 🎶

HAPPY READING

“Karena bagiku, keluarga adalah salah satu penoreh luka terindah.”

—Regi Sabiru

⚠️ Baca part sebelumnya agar tidak lupa ⚠️

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

⚠️ Baca part sebelumnya agar tidak lupa ⚠️


     Fahmi mengerjapkan mata beberapa kali, mencoba meyakinkan diri jika apa yang di lihatnya kini adalah nyata. Berdiri sosok Anak remaja yang selama ini ia sayangi, ia cintai dan ia rindukan dalam waktu yang sama. 

     Melepas paksa kacamata yang sedari tadi bertengger nyaman di pangkal hidungnya, juga ponsel yang sedari tadi ia genggam—lalu di letakkannya secara bersamaan di atas meja kaca.

     "Regi?"

     Fahmi lekas berdiri dan berlari ke arah pintu rumah yang terbuka, lalu menarik sosok itu dan memeluknya erat, se-erat mungkin. Persis seperti sebuah kerinduan yang selama ini mati-matian Fahmi tahan.

     "Kamu kembali, Nak?"

     Regi tersenyum tipis, kemudian membalas pelukan Pamannya—menjatuhkan dagunya di bahu lelaki itu. Lalu bergumam, "Iya, Om... Regi kembali."

     "Siapa, Mas—Regi!?" sang Istri—Nara, yang kebetulan datang dari belakang rumah tampak terkejut atas kehadiran Regi. Wanita itu lekas melepas sarung tangan yang ia pakai dan berlari menghampiri dimana Regi berada.

     "Ya ampun, sayang..." Fahmi melepas pelukannya pada Regi, kini giliran Nara yang memeluk Anak itu terlampau erat. "Kamu bikin Bunda khawatir, sayang."

     Hingga tanpa sadar Nara menitihkan air matanya, membuat Regi yang melihat hal itu tak tega. "Maafin Regi yang sudah buat kalian khawatir. Bunda jangan nangis."

     "Gimana bunda gak nangis."

     Nara melepas pelukannya pada Regi, memegang erat bahu Anak itu dengan kedua tangannya. Lalu menatap mata Regi jauh di sana.

     "Kamu pergi dari rumah sakit dan pakai acara ninggalin surat gitu aja. Kamu belum sehat bener," lanjutnya.

     "Iya, Re... Kami khawatir sama kamu. Dan kamu tahu? Bima sampai marah-marah di rumah sakit."

     Fahmi melirik Anaknya yang duduk di meja makan dengan diam—mengunyah apel yang tahu-tahu tinggal setengahnya.

     Mendengar hal itu, Regi kembali murung. Pikirannya entah mengapa kembali teringat kejadian beberapa jam lalu dengan Ayahnya.

Another Pain [END] ✔Where stories live. Discover now