35

1.5K 207 50
                                    

"Oh, kamu tidak tau?" Sasuke bertanya dengan skeptis, dan tersadar, kalau Naruto memanglah pria yang tidak peka.

"Apa aku ibumu yang harus tau segalanya tentangmu. Ceritakan, apa yang membuatmu marah seperti ini," jawab Naruto, ia menyesuaikan duduknya, dan menyandarkan punggungnya ke kepala kursi, berbicara tanpa harus memandang wajah yang lain, ternyata cukup efektif.

Sasuke menghela nafas pelan, tidak mudah baginya untuk memilah-milah emosi, kedatangan pria itu, membuatnya bingung. Sasuke kadang memperlakukan Naruto selayaknya dia memperhatikan pria itu, bayangan mereka saling tumpang tindih, dan rasa ingin memonopoli ini, menyiksanya.

"Kamu bisa saja melupakan kejadiannya, tapi rasa bibir wanita itu tetap bertahan di ingatanmu, benar?" Sasuke berucap terlebih dahulu.

"Bibir? bibir wanita mana?" Naruto bertanya balik.

"Kamu bingung seperti sudah mencoba dengan banyak wanita," Sasuke memincingkan matanya.

"Kamu berciuman dengan teman-teman kampusmu?" Sasuke bertanya lagi dengan penuh selidik.

"Yah ..." Naruto meringis dan mengelus tengkuknya dengan salah tingkah, "pembahasan ini sebenarnya tidak terlalu penting, bukankah kita harus menyelesaikan masalah utamanya dulu? Katakan, wanita mana yang telah membuatmu marah?" Naruto mengubah topik pembahasan, dan Sasuke hanya mengikuti arusnya.

"Mantanmu, yang dari Perancis itu," jawab Sasuke.

"Iriana, maksudnya dia?"

"Mm."

"Memangnya kamu melihat saat kami berciuman?" tanya Naruto selanjutnya.

"Sangat jelas." Ketus Sasuke.

Naruto diam sebentar, sebelum tertawa rendah.

"Yaa ... dia mantanku, apa yang harus dicemburui dari wanita yang bahkan tidak ku cintai, kamu begitu simpul, Sasuke," Naruto menghela nafas pelan sebelum melanjutkan.

"Iriana, dia sebenarnya mempunyai namanya di hatiku. Bagaimanapun, hubungan kami panjang dan sedikit rumit, aku memang tidak mencintainya, tapi aku menyayanginya sebagai sahabat," Naruto sedikit memiringkan tubuhnya untuk melirik Sasuke di belakang.

"Apa kamu mengerti sekarang?"

Sasuke tidak menjawab, tapi kedinginan tadi agaknya telah mencair, mereka tidak perlu kata itu, keduanya sudah memiliki telepati untuk saling berbicara, dan memutuskan.

"Apakah masih ada yang lain?" tanya Naruto.

"Tidak." Gumam Sasuke.

"Yaaah ... kalau begitu," Naruto berdiri, dan memutari meja untuk duduk dihadapan Sasuke. "haruskah kita memesan sekarang? aku lapar." Naruto meringis sembari mengusap perutnya yang membuat Sasuke tertawa singkat.

"Pesanlah." Naruto tersenyum sebelum mengangkat tangannya, memanggil waiter.

Sasuke mengamati gerak gerik Naruto dengan nafas perlahan, pikirannya mengembara kemana-mana, ia merasa sudah terlalu kasar saat di ruang musik tadi, amarah dan dan keenganannya untuk pria itu, tak bisa ia kontrol lagi.

"Mau kacang?" Naruto melirik dengan malas pada wanita yang menyodorkan beberapa butir kacang yang belum terbuka.

"Jangan makan banyak-banyak, Ino, nanti jerawatan," Naruto mengingatkan dan mengambil satu.

"Aku tidak peduli," Ino mengangkat bahunya, "aku hidup untuk menikmati waktu yang tersisa sebelum aku meninggalkan dunia ini. Naruto, nikmati saja."

TIME [SASUNARU]Where stories live. Discover now