44 - Seven Sins

1.4K 215 14
                                    

"Kamu ingin menangkap Shawn?" tanya Eugene sesaat setelah Sasuke menceritakan garis besar rencananya.

"Kamu sudah tau pelakunya Shawn, kenapa kalian diamkan saja?" Sasuke bertanya balik, dan Eugene menyisir rambutnya ke belakang.

"Ini tidak mudah, kamu membunuhnya pun, dia tidak akan membuka mulut, jadi aku dan Jenshen hanya mengawasi, selagi dia tidak melukai Naruto."

Sasuke memajukan tubuhnya ke depan.

"Kamu bilang, masih ada yang mengendalikan Shawn,"

Eugene mengerutkan dahinya.

"Apa yang ingin kamu lakukan dengan itu, mencari tau?"

"Tidakkah kamu ingat?" Sasuke memundurkan badannya ke kepala kursi dan menyilangkan tangannya.

"Kita punya serigala gila itu." lanjut Sasuke, Eugene berpikir sebentar sebelum melebarkan kelopak matanya.

"Deidara, dia belum mati?"

"Jenshen, apakah kamu benar-benar akan memperlakukanku seperti orang lumpuh?"

"Hm?"

"Ku bilang, tidak ada yang salah dengan kakiku, kenapa kamu terus memaksaku duduk di kursi roda?"

Jenshen menatap profil wajah Naruto dari atas, wajah itu masih sangat pucat, tapi keceriaan pria itu sepertinya sudah sedikit membaik.

Perancis memasuki musim semi, agak dingin saat Jenshen memutuskan membawa Naruto berjalan-jalan di sekitar danau, jadi ia menambahkan syal pada sahabatnya itu.

Kepulangan Naruto ke Perancis masih terekam jelas di kepalanya, begitu kacau saat itu, dan Jenshen hanya bisa meredam amarahnya, saat ini bukan waktunya untuk meledak dan menyuruh Eugene di Jepang untuk membunuh Sasuke.

"Bagaimana keadaan Ibu?" tanya Naruto, ia baru saja bisa bangun dari kasur setelah beberapa hari berkutat dengan selang infus, jadi ia tak bisa melihat keadaan Kushina.

"Beliau baik-baik saja, bibi bilang jangan terlalu khawatir dan nikmati saja pemulihanmu."

Jenshen berhenti di tanah datar dan mengunci kursi roda Naruto.

"Danaunya hari ini sangat indah," ucap Jenshen.

"Mm," Naruto mengaitkan kesepuluh tangannya, terlalu dingin disini, namun ia juga tak ingin pergi dan melewatkan pemandangan ini.

Jenshen melihat kesulitan Naruto dan berjalan maju, lalu jongkok di hadapan sahabatnya itu.

"Ada apa?" tanya Naruto.

Jenshen tak menjawab dan mengambil kedua tangan Naruto, satu tangannya lagi mengeluarkan sepasang kaos tangan wol berwarna hitam yang lembut dan memakaikannya pada tangan Naruto.

"Tubuhmu masih lemah, jangan sampai masuk angin," Jenshen menepuk telapak tangan Naruto sebelum mengembalikannya, ia berdiri dan memasukan kedua tangannya di saku jaket.

"Minuman dan makanan kita tertinggal di mobil, aku ingin mengambilnya, tetap disini dan jadilah anak baik." Jenshen mengusak rambut Naruto sebentar.

"Pergilah."

Naruto berada di danau sendirian setelah Jenshen pergi, tatapannya tak pernah berpaling dari air danau yang memantulkan sinar keemasan, ia menghela nafas sebentar dan berdiri, lalu berjalan maju sampai pinggir danau, ia berjongkok dan meletakkan dagunya di lutut.

Pikirannya tak ada disini, ia terus memikirkan keadaan di Jepang, Sasuke juga tak kunjung menghubunginya, ia tidak tau apakah pria itu sudah kembali ke apartemen atau belum.

TIME [SASUNARU]Kde žijí příběhy. Začni objevovat