Animism//0.2.

588 90 1
                                    


-Hansell-

"Aku pulang." Ucapku sembari melepas kedua sepatuku. Kelihatannya sedang tidak ada siapapun didalam rumah. Apa mungkin granny sedang pergi? ya, aku memang tinggal bersama granny sejak berusia 8 tahun. Karena, Mom dan juga Dad meninggalkanku tanpa alasan yang jelas.

Menurutku, mereka adalah orangtua yang sama sekali tak bertanggung jawab. Benar bukan? lihat saja, mereka menitipkanku pada granny dan membiarkan granny yang mengurusku selama bertahun-tahun.

Aku pun segera memasuki kamarku dan menghempaskan diriku diatas tempat tidur. Huft, aku benar-benar merasa kesepian.

Tidak ada satupun teman yang mau berteman denganku. Kecuali, Zayn.

Mengingat Zayn, membuatku teringat akan kedua bola mata hazel-nya itu. Entah mengapa, tiap kali melihat kedua bola matanya itu, aku merasa ada sesuatu aneh yang menyerang jantungku.

Apa aku terkena penyakit jantung? seingatku, tidak ada riwayat penyakit jantung didalam keluargaku.

Atau Zayn memiliki kekuatan untuk menyerang jantungku? mungkin, ia menggunakan semacam ilmu sihir?

Aku pun menggelengkan kepalaku. Untuk apa aku memikirkan hal seperti itu? lebih baik, aku menemui Teddy, boneka beruang kesayanganku.

"Hey, Teddy." Sapaku pada Teddy. "Apa kau tahu, Teddy. Hari ini, Zayn kembali menolongku! ia melindungiku dari para gadis-gadis terkutuk itu." Ucapku pada Teddy sambil tersenyum mengingat kejadian dimana Zayn berusaha melindungiku.

"Menurutmu, kenapa jantungku terus berdetak lebih cepat setiap kali bersama Zayn? apa ia memiliki ilmu sihir semacam ilmu hitam?" Tanyaku pada Teddy.

"Oh ya, Teddy. Lain kali, aku akan memperkenalkan Zayn secara langsung kepadamu." Lanjutku. Aku yakin, Teddy pasti akan merasa senang jika bertemu dengan Zayn.

"Hansell! apa kau didalam?" Tanya seseorang dari luar pintu kamarku. Mungkin, itu granny yang baru saja pulang dari supermarket.

"Ya, ada apa granny?" Aku pun segera membuka pintu kamar.

"Kau sendirian?" Tanya granny membuatku menautkan kedua alisku. "Memangnya, ada apa?" Granny pun memperhatikan tiap-tiap sudut dari kamarku.

"Kudengar tadi kau sedang berbicara dengan seseorang." Ucap granny membuatku menatap kearah Teddy.

"Yeah, aku sedang berbicara dengan Teddy." Granny yang mendengar jawabanku, malah menatapku dengan tatapan bingung.

"Teddy? maksudmu, boneka beruang itu?" Terka granny membuatku menggangukan kepalaku pertanda mengiyakan.

"Kau benar-benar kesepian ya?" Lirih granny cukup pelan. Namun, aku masih tetap dapat mendengarnya.

"Maksud, granny?" Tanyaku tak mengerti maksud ucapan Granny.

"Huft, maafkan kedua orangtuamu itu ya. Mereka tidak bermaksud membuatmu seperti ini. Tetapi, apa boleh buat? semua ini sudah terjadi." Ujar granny membuatku semakin tak mengerti kemana arah pembicaraan wanita berusia 50 tahun itu.

"Kalau begitu, aku harus membuat makan siang dulu." Sambung granny sambil berlalu pergi.

Aku pun kembali menghampiri Teddy. "Teddy, apa kau tahu apa yang granny bicarakan?" Tanyaku pada boneka beruang itu.

"Sepertinya kau tidak mendengarnya."  Gumamku sambil menghela napas panjang. Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pintu kamarku.

"Ada apa lagi, granny?" Tanyaku setengah berteriak.

"Ini bukan granny, ini Zayn."

DEG.

Suara itu .. suara milik Zayn. Tunggu, kenapa aku jadi seperti ini? padahal, aku hanya bertemu dengan Zayn. Yeah, Zayn.

"Masuk saja." Pintu kamarku pun terbuka dan menampakan sesosok Zayn dan juga kedua bola mata hazel-nya yang begitu membuat jantungku berdetak tak karuan.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?" Tanya Zayn yang kini sudah berada tepat dihadapanku.

"Uh--eh, itu .. itu ada semut dirambutmu." Dustaku, tersenyum kikuk.

"Semut?" Zayn pun menatap dirinya dipantulan cermin. "Tidak ada semut. Mungkin, kau hanya salah lihat." Perkataan Zayn membuatku merutuki diriku sendiri. Aku memang tidak pandai berbohong dan, granny selalu melarangku untuk berbohong.

"Apa yang kau lakukan?" Tanya Zayn saat melihat aku sedang menatap Teddy, boneka beruangku.

"Berbicara dengan Teddy." jawabku. Zayn yang mendengar jawabanku hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Kau memang tidak pandai berbohong, Hans. Lain kali, aku akan mengajarimu cara berbohong yang baik." ucap Zayn sambil terkekeh.

"Tidak, Zayn. Granny selalu melarangku untuk menjadi seorang pendusta. Lagipula, jujur itu jauh lebih baik." Ya, aku tidak terbiasa untuk berdusta.

"Tetapi, kau terlalu jujur Hansell." Ujar Zayn sambil mengacak rambutku. Seketika, jantungku kembali berdetak tak beraturan.

Jeez! apa yang terjadi pada jantungku?

"Zayn .." Zayn pun menoleh dan menatapku dengan kedua bola mata hazelnya yang membuatku mematung dan terlarut dalam bola matanya itu.

"Apa yang mau kau katakan, Hansell?" tanya Zayn. Ck, merusak suasana saja! hey, apa yang baru saja kukatakan?

"A--aku, ah, lupakan saja." Aku pun mengalihkan pandanganku dari Zayn yang sepertinya merasa kebingungan.

"Akhir-akhir ini kau terus bersikap aneh, Hans." Ucap Zayn sambil menopang dagunya.

"Seharusnya kau berkaca, Zayn." Aku hanya memutar bola mata mendengarnya. Tiba-tiba saja, Zayn bangkit dari tempat duduknya dan segera mematut dirinya dihadapan kaca.

"Bodoh! maksudku bukan bercermin seperti itu." Umpatku sambil melempari Zayn dengan bantal.

"Ouch, kau merusak rambutku, Hansell si aneh." Cibir Zayn tak mau kalah, seperti biasa.

"Jangan memanggilku dengan sebutan itu, Zayn bodoh!" Omelku kesal. Kenapa aku harus memiliki teman seperti Zayn? setidaknya, berikan aku teman yang tidak menyebalkan sepertinya. Yeah, walaupun aku tak punya teman selain Zayn si bodoh nan menyebalkan itu.

"Kalau begitu, jangan memanggilku dengan sebutan Zayn bodoh, Hansell si aneh." Zayn pun menjulurkan lidahnya kearahku.

Sial, kenapa ia sama sekali tak mau mengalah pada perempuan?

"Terserah kau saja. Aku lelah berdebat denganmu, Zayn. Kau sama saja dengan mereka." Dapat kulihat Zayn mendengus kesal.

"Hey, jangan sama-samakan aku dengan mereka, Hansell." Protes Zayn tak terima.

"Tetapi, kau memang seperti itu Zayn! kau sama saja!" Seruku berusaha menahan emosi. Aku ingin sekali meluapkan semua emosiku kepada setiap orang yang menggejekku karena, aku selalu berbicara dengan setiap benda. Tetapi, benda-benda itu memang hidup dan memiliki jiwa! hanya saja, mereka yang tidak pernah menyadari hal itu.

"Maafkan aku, Hansell .." Lirih Zayn membuatku menoleh kearahnya.

"Aku tidak bermaksud membuat masalahmu terus bertambah. Aku hanya berusaha untuk membuatmu melupakan semua masalahmu itu, Hans. Tetapi, nyatanya caraku salah." Sambung Zayn membuatku sedikit tertegun.

"Lagipula, kenapa kau mau berteman denganku disaat semua orang membenciku, Zayn?" Tanyaku sambil berusaha menahan air mataku.

"K--karena, aku perduli padamu. Aku tidak ingin melihatmu tersakiti, Hansell. Aku menyayangimu."

Vomments!!

Animism//z.mWhere stories live. Discover now