Animism//0.4.

475 67 4
                                    


-Zayn-

Akhirnya, sketsa ketiga-ku selesai juga. Aku pun meletakkan sketch book milikku diatas meja. Tiba-tiba saja, seseorang menepuk pundakku.

"Hey, Zayn." Sapa Lottie sambil tersenyum padaku.

"Ada apa?" Tanyaku tanpa berbasa-basi. Entahlah, aku kurang begitu suka dengan sikap Lottie dan ketiga temannya yang suka mencibir Hansell.

"Apa itu milikmu?" Tanya Lottie, menunjuk sketch book yang kuletakkan diatas meja.

"Memangnya, ada apa?" Lottie pun meraih sketch book itu dan hendak membukanya. Namun, aku terlebih dahulu merebutnya dari tangan Lottie.

"Hey, kenapa kau merebutnya Zayn?" Protes Lottie tak terima.

"Bukan urusanmu. Lagipula, ini milikku." Ucapku ketus membuat Lottie sedikit tersentak.

"T--tetapi, aku hanya ingin .." Belum selesai Lottie melanjutkan perkataannya, aku sudah berlalu pergi meninggalkan gadis itu.

"Zayn! hey, tunggu aku!" Dapat kudengar gadis itu terus-menerus memanggilku. Ck, dasar pencari muka!

Tidak ada yang boleh melihat isi sketch book ini. Karena, aku ingin memberikannya kepada seseorang yang sangat spesial, untukku.

Hansell.

Langkahku pun terhenti karena melihat Hansell yang tengah berdiri didepan lokernya. Mungkin, ia sedang melihat jadwal pertamanya. Aku pun segera menghampiri Hansell.

Tunggu, bukankah gadis itu baru saja memintaku untuk menjauhinya tanpa alasan? ah, persetan dengan hal itu. Lagipula, aku hanya ingin bertatap muka dengannya.

"Hansell!" Gadis itu pun menoleh kearahku. Namun, baru saja aku hendak menghampirinya, ia sudah berlari menjauhiku.

Tubuh mungilnya itu pun hilang didalam kerumunan siswa-siswa yang juga bersekolah disini.

Sial! lagi-lagi aku kehilangan jejaknya.

"Kehilangan jejak lagi ya, Z?" Tanya seseorang sambil merangkul bahuku. Aku pun menoleh dan mendapati Niall yang tengah tersenyum sambil mengangkat kedua alisnya.

"Tidak biasanya ia seperti itu." Ucapku dengan nada kecewa. Niall yang nampaknya mengerti, hanya menepuk pundakku, berusaha memberi semangat.

"Kupikir ini ada hubungannya dengan Lottie dan teman-temannya" gumam Niall membuatku menautkan kedua alisku, meminta penjelasan.

"Yeah, selama ini Lottie dan ketiga temannya yang selalu menggejek Hansell. Mungkin, itu salah satu penyebab kenapa ia memintamu untuk menjauhinya." Jelas Niall panjang lebar.

Jika dipikir-pikir lagi, ucapan Niall ada benarnya juga.

"Kalau begitu, aku akan menemuinya sepulang sekolah nanti." Tekadku sudah bulat. Lagipula, aku tidak ingin melihat Hansell terus merasa sedih akibat makian yang selalu diberikan padanya.

"Lebih baik, kita segera masuk kelas. Atau kau mau mendapat hukuman lagi dari Mr.Josh." Ujar Niall memperingatkan.

Kami pun segera memasuki kelas matematika. Disudut ruangan dapat kulihat Hansell yang tengah menopang dagunya sambil menatap kearah luar jendela.

Seandainya saja, aku bisa menghiburnya. Sayangnya, aku tidak bisa.

Tiba-tiba saja, Hansell menoleh kearahku. Mungkin, ia merasa diperhatikan. Namun, selang beberapa detik kemudian, gadis itu langsung mengalihkan pandangannya dariku.

Aku hanya bisa menghela napas melihat tingkah Hansell yang begitu sulit ditebak. Walaupun begitu, aku tahu gadis itu sedang merasa tidak nyaman.

Ngomong-ngomong, kenapa hari ini Hansell menggenakan sweater? bukankah cuaca diluar sana tidak dingin?

"Zayn, tolong perhatikan saat aku sedang menjelaskan!" Tegur Mr.Josh yang rupanya sudah memulai materi sejak tadi.

Dapat terlihat dari sudut mataku, Hansell sedang menatapku dengan tatapan datarnya. Jika saja aku bisa membalas tatapannya. Tetapi, aku tidak mau kembali ditegur oleh Mr.Josh yang bisa saja menendang bokongku keluar dari kelas.

**

Bel pertanda pulang sekolah pun berbunyi.

Seluruh siswa sudah berhamburan keluar dari kelas art sejak tadi. Namun, aku masih tetap berada diposisiku. Ya, aku masih menunggu Hansell untuk keluar dari kelas ini.

Nyatanya, gadis itu tak kunjung bangkit dari tempat duduknya.

Tiba-tiba saja, suara decitan kursi dari ujung ruangan. Sepertinya, Hansell akan segera pergi meninggalkan kelas ini.

Aku pun segera bangkit dari tempat dudukku dan menghampiri Hansell yang masih mengemasi barang-barangnya.

"Hans .." Gadis itu pun mendongak, menatapku singkat, dan kembali sibuk mengemasi barang-barangnya.

"Hansell, apa yang sebenarnya terjadi? kenapa kau berubah?" Tanyaku pada Hansell. Berharap, gadis itu mau angkat bicara. Namun, hasilnya nihil.

"Apa semua ini ada hubungannya dengan Lottie?" Tanyaku lagi, membuat Hansell sedikit tersentak. Sudah kuduga, pasti Lottie ada dibalik semua ini.

"Sama sekali bukan urusanmu." Ucap Hansell ketus. Sama sekali bukan tipikal seorang Hansell Wacktuards.

"Bukankah aku sahabatmu? tentu saja aku berhak tahu apa yang terjadi padamu." Desakku, terus meminta jawaban dari bibir merah muda gadis itu.

"Kau tidak akan pernah mengerti, Zayn." Ucap Hansell sambil menghela napas.

"Hansell, walaupun aku tak mengerti apa masalahmu, aku akan selalu berusaha untuk membantumu. Bukankah itu fungsi dari seorang sahabat?"  Tanyaku membuat Hansell bungkam mulut.

"Maaf, aku terkesan telah membentakmu." Lirihku saat melihat Hansell menundukkan kepalanya.

"Tak apa .." Keheningan pun menyelimuti kami. Hanya ada suara ketukan meja yang berkali-kali diketuk oleh Hansell. Sampai pada akhirnya, aku pun angkat bicara.

"Ngomong-ngomong, kau sedang sakit?" Tanyaku membuat Hansell menoleh padaku.

"Umm, maksudku, kenapa kau menggenakan sweater pada saat cuaca panas seperti ini?" Hansell pun menatap sweater yang ia kenakan.

"Ngg, i--itu aku ..." Gadis itu nampak tengah berpikir sambil mengigit bibir bawahnya.

"Yeah, aku sedang sakit." Ucap Hansell tiba-tiba. Sepertinya, ada yang salah dengan gadis itu.

"Umm, sepertinya aku harus segera pulang. Granny pasti mencemaskanku." Hansell pun segera bangkit dari posisi duduknya.

"Apa perlu kuantar?" Tawarku. Namun, Hansell menggelengkan kepalanya.

"Tidak perlu, Z. Lagipula, arah rumah kita berlawanan arah." Benar saja! arah rumah kami memang berlawanan. Dan, hal itulah yang menjadi salah satu alasan kenapa aku ingin sekali pindah rumah. Agar, setiap saat kami dapat selalu pulang sekolah bersama.

"Kalau begitu, sampai jumpa Zayn." Hansell pun melambaikan tangannya kearahku. Aku hanya membalasnya dengan seulas senyuman singkat.

Setidaknya, aku sudah menatap wajahnya. Walaupun, pembicaraan diantara kami terkesan canggung dan singkat.

A/n : Haii, maaf ini gak jelas, dan pendek hehe..
        Vomments!!
        Makasih juga untuk -Pathetic yang udah bikinin cover cerita ini<3

Animism//z.mWhere stories live. Discover now