Animism//0.8.

379 64 0
                                    

-Hansell-

'Selamat malam, Hansell.'

'Lekaslah beristirahat, Hansell. Wajahmu terlihat sangat pucat.'

'Jika kau lapar, aku sudah membuatkan makan siang di atas meja makan.'

'Apa kau sedang ada masalah? jika iya, kau bisa menceritakan semuanya padaku. Siapa tahu, aku bisa membantumu.'

'Kau adalah gadis yang kuat. Kau tidak boleh menyerah begitu saja, Hansell.'

'Zayn tampan juga ya? tidak-tidak, aku tidak menyukai anak muda itu. Hanya saja ... ia terlihat sangat cocok untukmu.'

Aku tersenyum pahit, sambil menyeka air mataku. Mengingat Granny membuat keadaanku semakin terpuruk.

Ya, kini aku tinggal sendiri didalam sebuah rumah yang telah diwariskan oleh Granny untukku.

Menyedihkan bukan? tinggal seorang diri didalam sebuah rumah tanpa keluarga.

Aku benar-benar merindukan sosok Granny. Aku ingin kembali bertemu dengannya. Tetapi, percuma saja. Jika aku terus berusaha untuk bunuh diri, itu sama saja dengan menyakiti diriku sendiri.

Aku memang tidak sanggup lagi dengan semua ini. Semua ejekan dan cibiran dari Lottie juga ketiga teman-temannya, kedua orangtuaku yang sama sekali tak mengangapku ada, bahkan, Granny, satu-satunya orang yang merawatku sejak kecil sudah tiada.

Aku menyeret kedua kakiku menuju pekarangan belakang rumah.

Aku ingin kembali bertemu dengan teman-temanku. Mungkin, mereka dapat membuatku merasa sedikit tenang.

Kenapa semua pohon-pohon, ralat teman-temanku ini menjadi kering kerontang? sepertinya, semenjak Granny pergi meninggalkan rumah ini, tidak ada yang mengurus pekarangan belakang rumah dan beberapa tanaman yang ada disana.

"Hey, maafkan aku ya? aku tidak sempat merawat kalian. Aku merasa sedikit tidak enak badan." Ucapku seraya mendaratkan tubuhku diatas sebuah batu, yang tak lain adalah temanku.

"Stone, apa kau merindukan Granny?" Tanyaku pada Stone, sebuah batu berwarna hitam dengan ukuran yang cukup besar.

"Setelah kepergian Granny, semua yang berada dirumah ini benar-benar tidak terurus." Ujarku sambil menopang daguku diatas kedua kakiku, sebagai tumpuannya.

"Kau tahu bukan, aku tidak mungkin menggerjakan semua itu sendirian. Ukuran rumah ini terlalu besar untukku. Bahkan, aku sempat berpikir untuk pindah dari rumah ini. Tetapi, aku tidak tahu harus pindah kemana. Dan, aku tak mungkin meninggalkan makam Granny yang terletak dibawah pohon Ek itu." Sambungku, pandanganku terarah kepada sebuah batu nisan yang terletak dibawah pohon Ek, kesayangan Granny.

Ya, itu adalah tempat Granny dimakamkan.

"Aku merindukan Granny." Aku pun segera bangkit dari Stone, dan menghampiri makan Granny.

Aku mengigit bibir bawahku, berusaha menahan rasa sedih yang terus-menerus menghampiriku.

"A--aku ingin menyusulmu, G--Granny .." Lirihku sambil sedikit terisak.

Mungkin, mataku sudah seperti seekor panda akibat terlalu sering menangis akhir-akhir ini. Terutama, semenjak kepergian Granny.

Tiba-tiba saja, sebuah tangan kokoh mendekapku dari belakang. Aku pun menoleh dan mendapatinya dengan seulas senyuman diwajahnya.

"Kau tidak boleh terus bersedih seperti itu, Hansell." Ucapnya lembut, hal itu membuatku tersenyum singkat.

"Aku hanya merindukan Granny, Zayn. Aku tidak memiliki siapapun lagi selain Granny." Zayn pun kembali tersenyum.

Senyuman itu adalah salah satu alasan kenapa aku mengurung niatku untuk mengakhiri hidupku. Ya, senyuman milik Zayn yang begitu kusukai.

Entah kenapa, setiap kali ia tersenyum, aku merasa damai. Walaupun, sebenarnya suasana hatiku sedang benar-benar kacau.

"Senang dengan apa yang kau lihat, Mrs.Wacktuards?" Tanya Zayn, diakhiri dengan sebuah tawa dari bibirnya yang membuat kedua kelopak matanya sedikit menyipit.

Aku hanya mengerucutkan bibirku, mendengar ucapan Zayn.

"Apa kau sudah makan?" Tanya Zayn yang tiba-tiba berhenti tertawa. Aku pun menggelengkan kepalaku.

"Kalau begitu, aku akan mentraktirmu makan siang." Zayn pun menarik tanganku dari pekarangan belakang rumah.

Typical seorang Zayn Malik.

Setiap kali orang dihadapannya belum makan siang atau terlihat kelaparan, ia pasti menggajak orang itu untuk makan. Bahkan, mentraktirnya.

Jadi, jika kau sedang berbicara dengan Zayn, katakan bahwa perutmu sedang keroncongan. Bisa kupastikan ia akan mentraktirmu.

Itu pun jika ia sedang memiliki persediaan uang dalam dompetnya, eh(?).

Apa aku terdengar sedikit tidak tahu diri? baiklah, jika memang kalian beranggapan seperti itu, tolong maafkan aku.

**

Drtt .. drtt ..

Aku meraih ponselku sambil menggerjapkan kedua mataku untuk yang kesekian kalinya. Ya, sehabis makan siang tadi, aku merasa kelelahan. Sehingga, aku pun terlelap diatas sofa ruang tengah.

"Ponselmu berbunyi." Beritahu Zayn. Sepertinya, ia sedikit telat, karena aku sudah mengetahui hal itu.

"Aku sudah tahu, Malik." Zayn tak mengubrisku, ia masih sibuk dengan ponselnya.

"Halo?"

"Selamat sore, apa benar anda Ms.Wacktuards?" 

Kenapa terdengar begitu formal? ck, sepertinya aku terlalu sering mengomentari orang lain.

"Sore, ya benar. Saya sendiri. Ada apa?"

"Besok pagi, Tn.Amberg dan keluarganya akan menjemput anda."

Tn. Amberg? keluarganya? sepertinya, aku cukup familiar dengan nama itu. Tetapi, siapa dia?

"Maaf, dalam rangka apa Tn.Amberg dan keluarganya menjemput saya?"

"Besok anda akan mengetahuinya, Ms.Wacktuards. Sebaiknya, anda segera bersiap dan membawa seluruh barang-barang milik anda. Karena, mulai besok anda harus tinggal bersama Tn.Amberg."

"Hey, kenapa ak--"

Belum selesai aku mengucapkan kalimatku, orang itu sudah mematikan hubungan telepon kami.

Sial.

Apa-apaan dia? kenapa ia mengatakan bahwa, Tn.Amberg akan menjemputku? memangnya, siapa dia? aneh sekali.

"Ada apa, Hans?" Tanya Zayn, sambil mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.

"Apa kau mengenal Tn.Amberg?" Tanyaku masih dengan raut wajah kesal.

"Ya, Tn.Amberg. Kau mengenalnya?" Bukannya menjawab, Zayn malah mengigit bibir bawahnya.

"Zayn, kau mengenal Tn.Amberg dan keluarganya, atau tidak? kenapa tiba-tiba saja ada orang yang mengatakan bahwa, Tn.Amberg beserta keluarganya akan menjemputku besok? aneh sekali." Zayn hanya menatapku dengan tatapan yang sama sekali tidak dapat kuartikan.

Kepalanya tertunduk kebawah. Sehingga, aku tak dapat melihat dengan jelas kedua bola mata hazel miliknya itu.

"Zayn, kau baik-baik saja?" Tanyaku sedikit berhati-hati.

"Mungkin, sudah saatnya kau bertemu dengan mereka, Hansell." Ucap Zayn tiba-tiba.

Apa maksudnya? semua ini begitu rumit. Kenapa semua orang selalu menyembunyikan berbagai hal padaku?

"Zayn, kenapa kau tidak mau mengatakan yang sebenarnya?" Zayn pun menatapku dengan tatapan sendunya.

"Kau akan segera mengetahuinya, Hansell."

A/n : Maaf ini gaje dan maaf juga ada yang di skip, hehehe...
        Vomments ya!!
        Makasih ...

 

Animism//z.mWhere stories live. Discover now