11. Tertekan

2.5K 244 43
                                    

Kinara menyiduk bubur dengan hati-hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kinara menyiduk bubur dengan hati-hati. Bibir pink-nya tak berhenti meniup uap yang masih mengepul. Aroma cacahan wortel dan brokoli lantas merambak menggelitik penciuman. Sebagai penutup, ia pun menaburkan limpahan ayam suwir di atasnya.

Sebelum mengantarkan makanan lembek itu pada sang empunya, Kinara terlebih dahulu membuka celemek. Hari ini wanita itu cukup lelah. Sejak pagi sudah bantu-batu tetangga yang sedang mengadakan arisan. Baru saja duduk istirahat, Ubay datang membawa kabar kurang baik.

Dandi jatuh sakit. Suatu kelangkaan sebab remaja itu lumayan susah terserang penyakit. Kinara yang panik langsung pamit pulang dan mengecek kamar. Mendapati si sulung sedang bergelut dengan selimut tebalnya. Karena mengaku belum makan, Kinara lalu inisiatif memasak bubur.

"A, bangun dulu. Makan, ya."

Dandi mencoba mengerjab saat bintik hitam terasa memenuhi pandang. Pening masih menjadi momok terdahsyat di kepala. Akhirnya ia memilih kembali terpejam guna meredam rasa sakitnya.

"Taruh di meja aja, Mah," jawab remaja itu kemudian. Terdengar lemas dan serak.

Tak langsung menjawab, Kinara lantas meletakkan nampan ke atas nakas lalu duduk di sisi ranjang. Tangannya terangkat mengecek suhu dahi sang anak. Lalu beralih ke pipi dan leher. Alisnya sedikit tertaut akibat khawatir.

"Berobat aja ya, mau? Ke dokter."

Dandi berusaha membuka mata walau hanya segaris. Bibir keringnya tersenyum tipis. Berusaha melenyapkan khawatir yang Kinara berikan. "Cuma demam atuh, paling minum bodrex sembuh."

"Sampe menggigil gini, loh, A. Emangnya tadi ngapain, sih? Perasaan pas berangkat baik-baik aja." Kinara mengusap bibir Dandi dengan ibu jarinya. Kini ia benar-benar khawatir.

"Emang udah nggak enak dari kemarin. Cuma ndak dibawa rasa aja." Dandi kembali terpejam. Dunia sangat berputar untuk dipandang lebih lama. Sebenarnya Dandi lapar, hanya saja mulutnya pahit.

"Ya udah, berobat, yah. Biar telepon Papah suruh pulang," ujar Kinara. Tak lagi mengindahkan bubur yang sudah mulai dingin.

"Minum vitamin aja, Mah."

"A, mamah takut loh. Panas banget gini." Kinara kembali menempelkan punggung tangannya ke beberapa bagian wajah lesi Dandi.

"Makan aja deh, laper," ujar remaja itu berniat mengalihkan pembicaraan. Terlalu malas berurusan dengan rumah sakit dan semacamnya.

"Ya udah duduk dulu. Mamah suapin."

Kinara menyangga dua bantal di bawah kepala Dandi. Setelah merasa anak itu nyaman, ia menyendokkan sedikit bubur dari pinggir mangkuk ke mulut Dandi. Menyuapi dengan lembut agar mudah ditelan.

"Enak nteu?" tanya Kinara. Bermaksud membuyarkan lamunan Dandi yang mengunyah dengan tatapan kosong. Anak itu seperti sedang banyak pikiran.

"Enak kok," jawabnya dengan nada rendah.

Dying DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang