19. UKS

2.4K 264 63
                                    

Berakhir di UKS termasuk suatu hal biasa bagi Dandi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berakhir di UKS termasuk suatu hal biasa bagi Dandi. Seperti perkataan Chika sebelumnya, asma yang bersarang di dada kembali berulah. Beberapa kali bahkan sempat menangkis papahan Ubay, mencoba bertahan di depan kelas hanya dengan sebuah inhaler kecil di genggaman, yang tentunya tak banyak membantu

"Di uap aja yah?" ucap seorang wanita berseragam putih. Jemari lentiknya sibuk membuka kancing baju Dandi agar lebih leluasa mengambil napas.

Yang ditanya tak menjawab. Masih fokus dengan ritme dada yang tak beraturan. Bulir keringat mulai meluruh membasahi leher. Di sudut brankar, Ubay menggigit bibir melihat temannya duduk meringkuk kesakitan.

"Ikut kata ibunya aja yah, Dan?" Ubay mencoba ikut meyakinkan Dandi. Namun, tetap tak ada jawaban.

"Kalau tau lagi nggak enak badan, kenapa maksa ikut upacara? Badan kamu keliatan capek banget loh ini." Dengan sigap si petugas meninggikan posisi kepala Dandi lalu mengusap keringat anak itu. "Pelan-pelan, tarik dalam dari hidung, keluarin dari mulut."

"Hah ...." Cukup sulit Dandi berjuang. Rasanya seperti ada batu besar yang menutup area pernapasan. Pandangan anak itu pun mulai berkabut. Perlahan, Dandi panik.

"Jangan bungkuk, ayo rebahan aja." Wanita yang memiliki papan nama 'Yusniar' itu pun berdiri. Membuka lemari gantung dan mengeluarkan alat cembung transparan dari dalamnya. Lalu mulai menautkan alat itu pada tabung tinggi tepat di samping brankar.

Melihat kondisi Dandi yang mulai lemas, Ubay pun mendekat. Sambil mengusap keringat yang membasahi rambut bagian depan Dandi, ia berkata, "Istighfar, Dan."

"H-hah, engap, B-bay."

Mulut Dandi terbuka cukup lebar dengan dada masih naik turun tak beraturan. Pikirannya penuh dengan berbagai hal. Mulai dari kemarahan sang ayah, rasa kecewa ibu juga bayangan kegagalan akan apa yang telah direncanakan. Bagaimana kalau ia wafat sebelum membayar semua masalah?

"Dandi, hey."

Suara telapak yang bertubrukan dengan pipi terdengar berulang-ulang. Yusniar mencoba mengembalikan kesadaran Dandi yang sudah diambang batas. Sambil terus memberi arahan, ia menautkan cup oksigen ke sebahagian wajah pucat Dandi.

"Hirup yang dalam, pelan-pelan aja. Ndak papa, jangan panik yah," intruksi wanita itu sambil mengotak-atik pengukur udara di pangkal tabung.

"Sambilan istighfar terus dalam hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sambilan istighfar terus dalam hati. Semoga jadi penggugur dosa, Dan," ucap Ubay lagi sambil memijit area lengan Dandi. Sedikit kaget saat merasa tubuh Dandi lebih kurus dari biasanya.

"Astaghfirullah, hah ...."

Dingin yang cukup pekat menyapa bagian dalam hidung. Dandi terus mencoba berdamai dengan alat yang mengurung hidung dan bibir keringnya. Matanya mengerjab lambat. Menikmati sensasi udara yang berlomba-lomba masuk melalui cup yang mulai berembun.

Perlahan, gerakan cepat dada Dandi mulai teratur. Mata sayu remaja tampan itu mulai terpejam dengan mulut sedikit terbuka. Helai rambut yang membasahi dahi sedikit demi sedikit pun disibak oleh Yusniar.

"Temen saya pingsan ya, Bu?"

Sambil memunguti sisa peralatan yang berserak, Yusniar tersenyum kecil. "Bukan pingsan. Setiap pengidap Asma yang habis kena serangan memang akan tertidur akibat kelelahan."

"Oh, gitu."

Hening sempat memeluk ketiganya. Ubay tak tahu harus melakukan apa selain mengayun-ayunkan buku dekat wajah Dandi. Sampai suara Yusniar memecah kecanggungan.

"Kalian bersahabat?"

Refleks mengerjab bingung, Ubay menunjuk dirinya. "Saya sama Dandi?"

"Iya." Wanita itu kembali mengulum senyum.

"Eh iya, Bu. Sudah lumayan lama dekat."

Yusniar mengangguk. Sesekali menatap wajah Dandi yang terlihat damai dalam pejamnya. "Nggak ada salahnya kita sebagai teman apalagi sahabat bertanya apa yang sedang sahabat kita rasakan. Kamu boleh ajak Dandi ngobrol. Tanya apa yang terjadi padanya akhir-akhir ini. Pengidap asma harus selalu dalam kondisi sehat jasmani dan rohani. Karena stres termasuk salah satu pemicu asma."

"Saya takut dikira terlalu ikut campur masalah dia, Bu."

"Dia selalu datang dengan keadaan seperti ini. Saya sendiri paham kalau pemicunya adalah tekanan. Stres."

Ubay terdiam. Sebenarnya ia tahu apa yang sedang Dandi alami. Namun, ia pun baru tahu bahwa masalahnya bisa berdampak sebesar ini.

"Kalau pun kamu nggak bisa kasih solusi, seenggaknya jadi pendengar yang baik. Saya harap, kamu mengerti maksud saya." Percakapan terjeda saat Yusniat berdiri. "Ya sudah, setelah siuman dan sedikit bertenaga, ajak dia pulang. Atau lebih bagus hubungi keluarganya. Siapa tahu mau dirujuk ke rumah sakit," ujar Yusniar.

"Iya, Bu."

"Kalau ada apa-apa panggil saya saja di kantin. Mau beli sarapan sebentar."

"Iya, Bu."

Suara derit pintu kembali mengundang hening. Ubay pun menghentikan laju gerakan kipas. Bingung hendak berbuat apa. Kalau saja orang tua Dandi diberi tahu, Ubay mengerti apa yang akan terjadi pada Dandi setelahnya.

"Bay, jangan hubungi siapapun. Aing cuma ngantuk, mau tidur sebentar." Dengan suara rendah yang sama sekali tak bertenaga, Dandi berusaha memberi tahu Ubay.

Kaget, Ubay pun kembali mengayumkan buku di tangan. "Udah enakan?"

Dandi tak menjawab. Matanya kembali tertutup, menyisakan bulu-bulu lentik yang menyembul lucu. Melihat itu, Ubay pun menghela napas.

"Semangat Dan, Allah tau kemampuan setiap hamba-Nya."

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Ga double up, tapi up rutin aja yak, wkwk.

See you next eps, Bestie. 💋

Dying DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang