21. Harapan Keluarga

1.8K 239 44
                                    

Dandi nggak papa, Mah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dandi nggak papa, Mah. Hah ... ugh ...."

Dandi menekan Dada cukup kuat. Nyeri seperti ditekan benda besar terasa begitu menyakitkan. Harus Dandi akui hari ini adalah hari terhebat yang pernah ia lalui. Sakit datang dengan bertubi-tubi.

Kinara masih menangis. Sebagian sisi jilbabnya sudah basah oleh air mata. Tangannya terus mengelus bagian dada yang Dandi tekan. Suasana semakin terasa mengkhawatirkan saat ia melihat mata Dandi mulai terkatup sayu.

"Kita ke Rumah Sakit ya, Nak?"

Dandi menggeleng pelan. "Enggak usah, Mah. Cuma sesek dikit," ujarnya kemudian tanpa tenaga.

Entah kenapa, begitu mendengar suara Dandi, Bagus mulai tertarik memfokuskan tatap ke arah mereka berdua. Sedari tadi pria itu hanya terdiam, masih berusaha meyakinkan diri bahwa Dandi tidak berbohong.

"Istighfar, Sayang. Tunggu di sini sebentar, mamah ambilin minum, ya?"

Dandi mengangguk. Kemudian dengan penuh hati-hati Kinara menyandarkan tubuh Dandi ke badan sofa lalu berlalu tergesa. Menyisakan Dandi yang masih menekan dada sambil terus meringis kesakitan. Sesekali menarik napas panjang.

Hening sempat memeluk keduanya. Bagus masih diam, walau dalam hati sedikit khawatir dengan keadaan anak sulungnya. Namun, gengsi masih menguasai. Bagus marah, kecewa atas apa yang sudah Dandi perbuat di belakangnya.

"Assalamualaikum ...."

Sampai suara nyaring Dira terdengar memecah keheningan. Gadis mungil itu masuk, mencium tangan Bagus lalu refleks histeris saat melihat kondisi sang kakak dengan pecahan kaca yang berserak di sisi lantai.

"Astaghfirullah, Aa! Aa kenapa, ya Allah?"

Melepas tas dan mencampakkannya begitu saja ke sembarang arah, Dira pun langsung duduk di samping Dandi. Mengamati wajah pucat Dandi dengan ekspresi penuh khawatir.

"A ... dadanya kenapa ih, kok ditekan gitu? Pah ini Aa kenapa? Papah kok diem aja?"

Bagus tak menjawab. Memilih berdiri dan beranjak menuju kamar. Membuat Dira semakin diliputi rasa cemas. Sudut matanya pun berair, memeluk Dandi sambil terisak.

"Mamah! Tolong Aa, Mah! Ya Allah ada apa ini?" Dira terus terisak.

Dandi yang sudah sama sekali tak memiliki tenaga bahkan hanya untuk membuka mata pun berusaha menenangkan semampunya. "Aman, Neng. Hah ... sesek dikit doang."

"Aa kenapa? Papah kenapa pergi? Aa berantem sama papah 'kan? Papah mukul Aa?"

Semua anggota keluarga di rumah sudah paham betul bagaimana perangai sang kepala keluarga. Si paling tenang dan paling kasar jika sudah tersulut emosi. Itu lah Bagus. Apalagi menyangkut uang dan apapun yang berhubungan dengan peraturan dalam Islam. Bagus begitu sensitif.

Dira tak cukup puas dengan respon gelengan lemah yang Dandi beri. Berniat berdiri mencari sang ibu sampai yang dicari terlihat berlari tergopoh-gopoh dengan air minum dan wadah kecil di tangan.

Dying DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang