15. Ungkap Pendapat

2.4K 272 97
                                    

Dandi mematikan mesin motor lalu membuka helm

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dandi mematikan mesin motor lalu membuka helm. Sebelum benar-benar beranjak, cowok itu sempat terdiam beberapa saat. Matanya menatap sendu bangunan besar di hadapan. Dalam hitungan menit, semua drama akan kembali dimulai. Memaksanya untuk berlakon seolah-olah menyukai bermacam-macam filsafat dan menjadi manusia terbaik di hadapan orang tua.

Terhitung sudah dua minggu berlalu, semenjak permintaan kecilnya dibalas tolakan mentah oleh Bagus dan Kinara, suasana rumah langsung berubah. Dandi bahkan merasa telah kehilangan dunia kecilnya. Dulu, saat luang, waktunya akan habis dengan melukis di kamar. Entah itu hanya sekadar penghibur dikala suntuk atau pengerjaan orderan pembeli.

Tak ada lagi melukis, bermain game apalagi bermain gitar. Semenjak perdebatan dengan Kinara di balkon sore itu, Dandi memutuskan untuk mengungsikan gitarnya di rumah Ubay. Kata Kinara, dia berisik. Jadi, lebih baik mengenyahkan alat musik itu dari pandangan sebab jika masih bisa terjamah mata, tangan Dandi pasti akan selalu gatal untuk memainkannya.

Pilu berbungkus sendu. Dandi sebenarnya sudah lelah harus terlihat baik-baik saja. Berlagak nyaman padahal dalam hati sedang memendam penat. Andai orang tuanya tahu, sudah banyak planning yang telah ia susun dari jurusan yang akan ia pilih. Salah satunya adalah membuka gedung pameran sendiri dari hasil menjual pesanan-pesanan kecil.

Tak muluk-muluk, alasan Dandi memilih untuk jadi seniman karena seniman itu memiliki karya yang pasti akan dikenang sepanjang masa. Seperti Leonardo Da Vinci. Dengan karya besarnya yang berbentuk lukisan Monalisa, nama Pelukis besar dari Italia itu pun abadi. Bahkan waktu pun tak mampu mengikis karya hebatnya.

"Aa ngapain masih di situ, ih. Ditunggui dari tadi. Buruan, udah mau masuk maghrib, nih."

Bagai ditarik paksa oleh kenyataan, Dandi lantas tersentak saat suara manja Dira menjamahi pendengaran. Wajah cewek itu terlihat basah. Mungkin baru selesai mengambil wudhu.

Dira meneliti tubuh Dandi mulai dari kepala hingga kaki. Cowok itu sempat terkejut tadi. Wajahnya terlihat begitu murung. Walau kerap tersenyum, Dira tetap menangkap aura sedih yang cukup kentara.

"Aa teh kurusan, ya?" Cewek itu mendekat dengan mata menyipit.

Dandi yang baru siap mengunci stang motor lantas terkekeh sumbang. "Iya, nih. Kebanyakan bergadang."

"Main game terus Aa mah. Pad-"

Belum sempat menghabiskan kalimatnya, gawai di saku berdering. Setelah mengecek, cewek itu buru-buru berbalik dan masuk ke rumah terlebih dahulu.

"A, bentar. Gantengnya Dira nelpon. Hihi." Cewek itu cengengesan sambil menutup speaker gawai. Lesung pipinya mengintip lucu. Dandi tak bisa berkata apapun selain hanya terkekeh kecil.

Padahal, ketahui lah. Saat ini ada berbagai jenis rasa tengah bercokol di hatinya.

Setelah ikut masuk, Dandi lekas mandi. Mengambil wudhu dan mulai beranjak menuju ruang ibadah keluarga. Di sana sudah ada Bagus, Kinara dan Dira tentunya. Mereka seakan tengah menunggu kedatangannya.

Dying DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang