18. Mencoba membiasakan diri

1.7K 268 103
                                    

Tanpa disadari, terkadang orang tua sering kali meremehkan emosi dan perasaan seorang anak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tanpa disadari, terkadang orang tua sering kali meremehkan emosi dan perasaan seorang anak. Padahal anak tersebut hanya ingin sekadar didengar dan dihargai. Problem seperti ini lah yang dapat membuat anak mengalami depresi maupun stres. Lalu muncul masalah baru, seperti ketersinggungan antara anak dan orang tua. Yang mana, masing-masing dari mereka sama-sama ingin dimengerti.

Siapa yang salah? Anak? Tidak juga, sebab keinginan mereka terbilang cukup sederhana. Ketika mereka sedang merasa terguncang atas pilihan kita selaku orang tua, mereka hanya butuh sebuah pelukan. Butuh kata-kata penenang semacam; 'Mama sayang banget sama kamu' atau, 'Papa sayang banget sama kamu'. Ucapkan dengan nada lembut, usap pundaknya, beri mereka penjelasan singkat atas keinginan yang kita inginkan. Sebab anak juga punya pilihan, dan dia berhak memilih.

Itulah pentingnya memiliki ilmu 'parenting', yang mungkin belum dikuasai betul oleh orang tua Dandi. Dengan adanya dua argumen yang saling membentur, akhirnya terjadi selisih faham. Masing-masing tetap teguh pada pendirian. Yang mana membuat Dandi hanya bisa bungkam dan membisu. Kodratnya sebagai seorang anak membuat ia harus kalah dalam berpendapat.

Seusai kegaduhan yang terjadi di dapur sore itu, hubungan Dandi dengan sang ibu semakin berantakan. Kini sang ayah yang biasanya hanya diam malah ikut 'menyetir' habis dirinya. Waktu sore hari yang biasanya bisa ia lakukan untuk bersantai bersama Ubay malah habis untuk mengikuti pengajian di masjid-masjid sekitar. Jelas atas perintah sang kepala keluarga. Benar-benar semakin terkekang.

Jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Bahkan waktu dzuhur sudah terlewat sekitar satu jam lebih. Namun, belum ada niat dari hati Dandi untuk mengambil wudhu dan menunaikan kewajiban tersebut. Weekend kali ini benar-benar kacau. Hanya ada buku yang berserak di tempat tidur, suara tausiyah online, dan sepiring nasi di nakas yang belum sama sekali ia senggol.

Suram.

Dandi dapat merasakan sepi sekaligus tekanan yang begitu dahsyat tengah berlomba-lomba menghimpit dirinya. Terhitung sudah tiga inhaler habis dalam waktu seminggu ini. Keringat kerap menetes padahal kegiatannya hanya diam membaca buku dan menonton kajian yang dikirim oleh papanya.

"Aku takut nggak bisa se sempurna yang papa sama mama inginkan, tapi aku juga nggak bisa maksa diri aku buat nerima ini semua."

Ada suara buku yang terhempas dari genggaman. Dandi meringkuk cukup dalam di penghujung kasur. Sedikit suara dengung tiba-tiba menyapa telinga. Perlahan, air mata anak itu kembali menetes, entah yang ke berapa kalinya. Merembes hingga ke kulit bibir yang mengering.

"Ya Allah, capek. Pengen bebas."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dying DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang