12. Khawatir

2.4K 252 63
                                    

Usai menstandarkan motor dan menyimpan kunci di saku, Dandi langsung berjalan menelusuri lorong sekolah tempat Dira menimba ilmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Usai menstandarkan motor dan menyimpan kunci di saku, Dandi langsung berjalan menelusuri lorong sekolah tempat Dira menimba ilmu. Cowok itu sempat mengeluarkan debas lega melihat beberapa siswi masih berkeliaran. Berarti, sekolah memang masih beraktivitas hingga sore.

"Punten, Neng." Dandi membuka masker lalu tersenyum ramah. Dua gadis yang tadinya asyik bercerita langsung tersipu malu. Wajar sih, walau sedang sakit, Dandi masih terlihat mempesona dengan senyuman khasnya.

"Iya, A?" jawab salah satunya.

"Ruang kelas delapan C teh dimana, nyak?" Sedikit gerah, Dandi pun menyingkap tudung hoodie sambil celingukan sana-sini. Berharap tubuh mungil Dira lekas tertangkap pandang.

"Oh, kelas delapan teh rata-rata di lantai atas semua, A," jawab cewek itu lagi. Matanya tak pernah lepas dari wajah Dandi yang terlihat sedikit pucat. Ah, mungkin dia sedang terpesona pada kasep-nya mamah Kinara.

"Oh gitu, tah. Emang eneng-eneng pada kelas berapa?" tanya Dandi lagi. Siapa tahu mereka mengenal Dira dan tahu keberadaan anak itu.

"Kita mah kelas sembilan, A." Ada jeda sejenak. Cewek yang sedari tadi diam mengode temannya untuk bertanya lebih jauh dengan cubitan kecil. "Aa teh ngapain ke sini sore-sore?"

"Iya, adik Aa belum pulang. Cewek, namanya Dira. Eneng kenal nteu?"

Dapat Dandi lihat keduanya langsung saling pandang. Seperti saling memberi pemahaman yang sejalan. Melihat itu, Dandi kembali buka suara.

"Kenal?"

"Dira anak delapan C kan, A? Kurus-kurus terus ada lesung pipinya?" Saking antusiasnya, cewek berisi yang dari tadi diam pun ikut menimpali.

"Iya. Itu adik, Aa."

'Mashaallah. Pantes adeknya geulis, lah Aa nya kasep beginiii. Bibit unggul semua ih.'

Karena tak kunjung mendapat jawaban, Dandi bertanya lagi. "Kalian tau nteu Dira dimana?"

"Ndak tau, A. Soalnya kita baru keluar kelas."

"Les sore, ya? Apa Dira les juga? Tapi kok ndak ngabarin." Dandi memijit pelipis saat pening kembali mendera. Ia ingin mengecek lantai atas, tapi kakinya masih sedikit lemas. Kalau memang Dira sedang les, mungkin dia akan menunggu di sini saja bersama dua cewek ini. "Aa duduk di sini, boleh?"

"Eh, iya nggak papa, A." Cewek yang lebih kurus menginterupsi temannya untuk bergeser. "Geser, Rin. Ih."

"Bentar atuh, gelo. Susah ngangkat silit."

Samar-samar Dandi tersenyum saat mendengar perdebatan dua remaja itu. Padahal ia sudah duduk dengan nyaman.

Tatapan Dandi kembali berpendar meneliti penjuru lorong. Suasana mulai sepi. Dan adiknya tak kunjung muncul. Gawainya terus berbunyi. Dandi sengaja abai, takut membuat Kinara semakin panik.

Dying DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang