KEBENARAN PAHIT

1.8K 129 1
                                    

Terkadang untuk mendapatkan sebuah pengakuan akan suatu kebenaran kita harus melakukan banyak pengorbanan dan mengahadapi berbagai rintangan. Seperti yang dihadapi oleh Annora dan Helian. Dalam usaha mereka mengungkap kebenaran masa lalu yang menjadi duri dalam cinta keduanya.

Mengerti akan rencana Annora, Fari mengangguk dan segera menemui Bryan. Kebetulan lelaki itu sedang menikmati minuman anggurnya dan mulai terbawa pengaruh alkoholnya. Fari memulai dramanya, “Sayang, aku juga ingin minum.”

“Hei, perempuan, jangan ganggu aku, pergilah, atau aku tidak akan membagimu sepersen pun hartaku.”

“Apa, kau tidak mau berbagi dengan ku? Dasar kau lelaki hidung belang.” Fari berakting seakan dia kesal dengan menjambak rambut Bryan, hingga lelaki itu menjerit kesakitan. Dan seperti yang diharapkan, ia mendapatkan helai rambut Bryan.

“Baiklah, jangan harap aku akan melayanimu malam ini.” Aktingnya. Wanita itu merajuk dan segera keluar meninggalkan ruang kerja Bryan. Di luar ruang kerja, ada Annora yang sudah menunggu. Dengan aura kepanikan, ia meraih helai rambut dari tangan Fari dan bergegas menemui Zec dan Junt di ruang tengah.

“Ini, bawalah. Sampaikan salamku pada Mommy. Aku minta maaf, aku belum bisa pulang. Aku juga akan mencari Helian dengan caraku sendiri.”

Malam itu sekembali dari kediaman Exelino, Junot langsung memasuki ruangannya untuk segera meneliti hasil DNA keduanya. Di sisi lain ruangan itu, ada Maria yang sedang menemani Jhon melewati malam. Sudah hampir dua hari, belum juga ada berita tentang keberadaan Helian. Baik Maria maupun Jhon terlihat berduka kehilangan putra mereka. Berangsur-angsur ingatan Jhon, kembali perlahan-lahan. Lelaki itu mulai mengingat Helian, Maria, dan Axtar. Orang-orang berjasa dalam hidupnya.

Sementara malam yang sepi, juga dirasakan Annora di peraduannya yang sekarang ini. Kerinduan pada putranya dan Helian. Dua lelaki yang kini menyapa relung hatinya. “Helian, aku merindukanmu.” Lirihnya seiring butiran bening yang berjatuhan di pipinya. Ketika perasaan itu menggerogotinya, sebuah deringan dari ponselnya mengalihkan pikiran Annora, “Halo.” Sapanya. Namun sayang tidak ada jawaban dari telpon itu, “Halo, siapa ini? Helian? Apakah itu kau? Helian, aku ….” Rasa kecewa menyapanya, belumlah ia menuntaskan kalimatnya, suara bip dari seberang sudah terdengar.

Annora kini menertawakan dirinya. Jelas saja ia masih berharap jika Helian akan kembali, padahal dia sudah tiada. Suara pintu kamar Annora terbuka kasar. Wanita itu terperanjat akibat dubrakan pintu kamarnya, “Astaga! Tante! Ada apa denganmu?” ketusnya kesal.

“Annora, Annora, kamu harus dengarkan Tante.” Jelasnya dengan napas yang tak beraturan. Belumlah Angeline melanjutkan kalimatnya, sekali lagi pintu kamar Annora terbuka kasar. Kali ini suara Bryan yang terdengar sangar dan menakutkan.

Angeline terperanjat bukan main, wanita itu langsung bangkit dan menghindar dari Bryan. Sementara Annora masih bingung dengan apa yang kedua orang itu lakukan.”Berani kamu membritahukan Annora aku akan membunuhmu.” Ancaman Bryan.

“Tidak kakak! Sudah cukup kau menipu gadis ini, Annora, bukan om Jhon yang membunuh Ibumu, melainkan ayahmu sendiri. Aku mendengar pertengkaran mereka dan rencana kakakku untuk menguasai harta keluarga Exelino. Tapi sayang untungnya Ibumu sudah menghubungi polisi hingga kau tidak dibunuh juga.” Ungkap Angeline.

“Benarkah itu,Ayah? Ya Tuhan, aku tidak menyangka kau selicik itu, lalu siapa yang membunuh Yolanda?”

“Sebenarnya, yang beselingkuh itu adalah Ayahmu dan Yolanda. Om Jhon ingin membunuh Ayahmu, namun wanita itu menyelamatkannya dan akhirnya dialah yang tertembak, Annora. Jika kau ingin menyalahkan, maka salahkanlah kakakku, dia licik. Malam itu dia membawa kau dan ibumu ke Gereja Santa Maria untuk membunuh kalian berdua.”

DORR

Satu tembakan tepat mengenai jantung Angeline. Dan detik itu juga, wanita cantik dan baik hati itu meroboh tak bernyawa. Annora terpana. Mulutnya terkunci. Satu suara pun tak terdengar dari bibirnya. Ia tidak menyangka jika lelaki yang menjadi ayahnya itu tega membunuh saudaranya sendiri, “Ayah, kau?” lirihnya.

Bryan seketika menyeret tubuh Annora dengan kasar. Tidak memperdulikan keadaanAnnora yang sedang mengandung. Gadis itu terus meronta, menolak ajakan Bryan, “Aku akan membawamu pada Huan.” Ujarnya.

“Ayah, apa kau sudah gila, aku tidak mau bertemu si brengsek itu!”

“Kau harus menemuinya, dia sangat menyukaimu, Annora. Aku yang terlalu bodoh. Kenapa tidak dari dulu kujodohkan saja kau dengannya. Aku akan menyerahkanmu padanya seperti yang sudah kujanjikan, dulu.”

“Ayah, kau jahat! Aku masih berstatus istri Helian. Dan juga kau tega menyerahkan aku pada musuh, aku ini anakmu, putrimu, Ayah”

“Bajingan itu sudah mati, kau tahu. Dan perlu kau tahu, kau  bukanlah putriku. Ibumu sudah mengandung ketika aku membunuh ayahmu. Jadi aku terpaksa menerimamu demi harta Exelino.”

“Tidak. Bagiku dia belum mati. Sebelum aku melihat bangkainya, dia masih hidup. Ayah tidak kusangka kau licik, jahat, dan pembunuh.”

“Hahaaha, apa kau baru menyadarinya? Terlambat! Sekarang ikut aku! Aku akan menjualmu pada putraku.”

“Apa? Jadi Huan adalah putramu?”Annora mengerahkan seluruh tenaga yang dimilikinya. Ia tidak ingin berada dalam genggaman lelaki yang menakutkan itu. Tidak hanya menakutkan, dia bahkan sangat kejam. Lihat saja, Fari sudah dibunuh olehnya.

Bryan terus menyeret tubuh Annora yang sudah gontai. Gadis itu berulang kali meronta, terus menarik tubuhnya dari cengkeraman Bryan. Ia tidak lagi merasa di dekat kerabatnya, melainkan seseorang yang sangat kejam dan tidak berhati.

Rasa takut itu terus memburunya. Hatinya terus memanggil sebuah nama yang sangat diharapakan yaitu Helian. Ia berharap Helian atau anak buah Eagle datang menolongnya, saat ini. Tapi kenyataan jika Helian sudah tiada membuat harapannya pupus.

“Ayah, kumohon, lepaskan aku! Aku tidak kuat lagi.” erangnya, pakaiannya sudah tak beratiran lagi. tatanan rambutnya pun sudah tidak seindah beberapa menit lalu. Namun apa peduli Bryan, lelaki itu terus saja menyeretnya seperti binatang. “Kau bukan anakku, berhentilah memanggilku Ayah.” Geramnya.

Setiba di halaman depan rumahnya, langkah Bryan terhenti karena mendapat serangan belati dari arah lain. Mata elangnya pun langsung bekerja. Tak lama tubuh pahlawan itu muncul di hadapannya. Itu adalah Mega, yang datang untuk menyelamatkan Annora, “Mega.” Teriaknya.

Rona lega terpahat di wajahnya. Setidaknya ada harapan baginya untuk lepas dari bahaya lelaki itu. Bryan melepaskan pegangannya dan memilih menghadapi Mega yang sudah mulai bertarung, “Larilah, Nona. Selamatkan dirimu. Aku tidak tahu apakah aku akan menang atau kalah dari pertarungan ini.” Suara Mega yang menginterupsi Annora.

Satu persatu anak buah Bryan yang sudah disiapkan Huan bermunculan. Mereka membantu Bryan untuk menghadapi Mega yang seorangan. Sementara di lain pihak ada Annora yang terus berlari terseok-seok menghindari kejaran Bryan.

DOR, suara tembakan meleset dari Bryan memberi peringatan kepada Annora untuk berhenti. Rasa takut yang sudah memburunya menyatu dengan deru napasnya yang tersengal. ‘jangan berhenti’ hanya itu yang disematkan dalam pikirannya. Tepat pada sebuah perkampungan, Annora mencoba beristirahat dan bersembunyi. Rasa dahaga yang teramat sudah menyerangnya. Maklum kini ia sedang berbadan dua. Matanya pun segera beredar mencari sumber air apa saja yang bisa menghiangkan dahaganya.

Teman Ranjang Tuan MudaWhere stories live. Discover now