Prolog

5.6K 643 36
                                    

Jakarta, 25 Maret 2018

Seorang gadis tengah berbaring di ranjangnya sembari menatap layar laptop ketika bulan sudah menampakkan wujudnya. Jendela kamarnya terbuka, membuat angin menerbangkan gorden berwarna tua dan dingin mulai menyapu kulit putihnya. Ia tengah mencari informasi mengenai Gedung Juang Tambun. Siang tadi, gadis itu mengunjungi Bekasi dan mampir ke tempat bersejarah itu bersama para sepupunya. Setelah mendengar sejarah dibangunnya Gedung Landhuis Tamboen dan melihat beberapa artefak dari Kerajaan Tarumanegara, ia memiliki ide untuk membuat fiksi sejarah tentang Nusantara. Kini, ia tengah menggali informasi di mesin pencarian. Namun, nihil. Ia tak memiliki ide sama sekali sebab informasi yang tertera tidak lengkap dan ia bingung karena minimnya sumber.

"Aduh ... mau banget deh nulis cerita fiksi sejarah, tapi susah juga kalau begini," gumamnya pelan, lalu kembali termenung dan berharap otaknya menemukan sebuah ide cemerlang. Sebelum menatap layar laptopnya tadi, gadis itu sempat bersemedi di dalam kamar mandi. Sayangnya hal yang ia nanti tak kunjung datang, berujung dengan kakinya yang kram karena terlalu lama berjongkok.

Dalam lamunannya, gadis itu sibuk memikirkan tempat-tempat sejarah lain yang pernah ia kunjungi. Di Museum Nasional Indonesia ia melihat berbagai macam arca dan prasasti yang sayangnya kebanyakan dari mereka tak ditemukan dalam kondisi yang utuh. Beberapa bagiannya ada yang patah dan ada juga yang hanya ditemukan lempengan kecilnya. Dalam hati, ia bertanya-tanya. Mengapa banyak peninggalan sejarah yang terpendam dan tidak ditemukan? Jika saja peninggalan-peninggalan tersebut ditemukan secara keseluruhan, pasti ia bisa dengan mudah menemukan ide cerita dan menyalurkannya dalam bentuk tulisan.

Ia menggerutu, menatap layar laptopnya sebal. "Kenapa terlalu banyak sejarah di Nusantara, ya? Gue jadi makin bingung untuk memutuskan membuat cerita tentang apa. Duh, atau gue nulis tentang zaman prasejarah aja, ya? Tapi, apa yang bisa ditulis kalau mau bikin cerita tentang zaman itu? Ah udahlah, pusing."

Terdiam, gadis itu menyadari sesuatu. Sejarah di Indonesia saja sudah sebanyak itu hingga otak kecilnya tak mampu menghafalkannya satu per satu. Untuk mempelajari sejarah sebuah kerajaan saja, para sejarawan dan arkeolog membutuhkan waktu berpuluh sampai ratusan tahun lamanya hingga peninggalan sejarahnya muncul ke permukaan. Terutama peninggalan kerajaan kuno di Indonesia, hanya sedikit yang berhasil diekskavasi dan diketahui cerita di baliknya. Cara membangun Candi Borobudur saja masih begitu misterius. Lantas, bagaimana dengan hal-hal lain yang ada di dunia? Di semesta yang luasnya tak diketahui ini?

"Manusia memang terlalu kecil untuk berjalan sendiri di semesta yang akbar ini." Kalimat itu lolos dari mulutnya tanpa sadar sehingga gadis itu mengerutkan dahi dan merasa kebingungan. "Tunggu. Kenapa gue ngomong kayak gitu?"

Kembali larut dalam lamunan, gadis itu merasa manusia terlalu naif untuk mencoba menyelami semesta sendirian. Bukan tak mungkin ada makhluk-makhluk lain di dunia ini yang keberadaannya tidak hanya sekadar mitos dan legenda. Berpijak di bumi saja, ada makhluk ciptaan Tuhan yang hidup saling berdampingan dalam dimensi yang bersebelahan. Mereka seperti bayangan yang selalu mengikuti langkah manusia, di mana pun dan kapan pun. Ia mendesis, merasa pemikirannya hari ini terlalu random. Mungkin gadis itu terlalu berputus asa untuk mendapatkan sebuah ide.

Ketika menyadari betapa aneh isi lamunannya hari ini, gadis itu merasa bulu kuduknya meremang. Tak ingin memikirkan yang aneh-aneh, ia memilih untuk menutup jendela kamarnya yang terbuka dan berusaha berpikir positif bahwa yang ia rasakan hanyalah dinginnya angin malam, bukan sesuatu yang lain.

Namun, siapa yang tahu jika makhluk yang ia sebut sebagai bayangan itu tengah mengamatinya dalam diam dengan raut yang mengharu biru. "Putri, sejak ratusan tahun lalu kamu tak pernah berubah. Tapi, kenapa kamu sama sekali tak menyadari keberadaanku? Padahal sedikit lagi. Padahal kalau kamu memikirkan lebih dalam apa yang terucap dari bibirmu itu, kamu mungkin bisa menemukan jawabannya."



***



Trivia:

1. Gedung Juang Tambun terletak di Bekasi dan dibangun oleh seorang tuan tanah bernama Khouw Tjeng Kee ketika masa kolonial Belanda. Menjadi saksi tiga masa sekaligus—pendudukan Belanda, Jepang, dan masa pasca-kemerdekaan—kini gedung tersebut menjadi pusat kebudayaan Kabupaten Bekasi dan menyimpan peninggalan-peninggalan bersejarah dari Kerajaan Tarumanegara, serta menjadi museum digital.



***



Halo, siapa yang sudah menunggu Prolog? Pratiwimba (atau panggil saja Praw) akan di-update satu minggu sekali antara hari Jumat, Sabtu, atau Minggu. Karena ada beberapa tokoh utama dalam latar yang berbeda, kalian dimohon untuk memperhatikan latar waktu dan tempat yang ada pada setiap babnya, ya. Membacanya dihayati saja, jangan terburu-buru karena banyak hal penting di setiap paragrafnya yang mungkin bisa menjadi clue atau spoiler bab-bab berikutnya. Btw, ada yang bisa menebak siapa Putri kalau semisal tokohnya ada di kehidupan nyata?

16 Juli 2021 oleh Roserian Blue dan Shanertaja

PratiwimbaHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin