29 | Manastapa

947 195 29
                                    

29 | Manastapa
Bersedih Hati



***



Unknown, 8 Agustus 2020

Dewa tengah berdiam diri di keratonnya setelah beberapa bulan selalu berada di sisi Sri. Ia memang lebih banyak menghabiskan waktunya di dunia manusia dan mengutus bawahannya untuk menyelesaikan beberapa masalah yang sering terjadi di wilayah kekuasaannya. Sang adipati sering memerangi para manusia yang mengusik ketenangan di wilayahnya, termasuk para dukun yang membuat kehebohan dengan berusaha membuatnya sebagai mitra mereka. Sayangnya, Dewa tak sudi menjadi bawahan mereka dan melakukan pekerjaan kotor seperti mengganggu manusia. Sosok pemuda itu amat membenci orang-orang yang memberinya sesaji dengan harapan dibantu secara finansial dengan cara yang tidak benar. Sifatnya itu menurun kepada Sri yang sering berpikir, "Orang-orang ini apa kurang kerjaan ya? Meminta rezeki kok kepada jin? Harusnya ke rumah ibadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan."

Sifat Putra tak jauh berbeda, begitu juga dengan Putri. Bagi mereka, uang yang didapat dengan cara yang salah tidak akan bisa membuat seseorang bahagia. Selain itu, Putra dan Dewa juga sama-sama protektif kepada kedua gadis itu. Sang yuwaraja dan sang adipati bisa marah besar hingga wajah dan telinganya memerah jika ada yang berniat mencelakai Putri dan Sri. Terlebih jika keduanya menerima ancaman dalam bentuk gaib, mereka bisa balik mencelakai para pelaku. Jika sudah begitu, siapa yang merugi?

Meski sangat menyayangi keduanya, Putra dan Dewa harus menegakan hati melihat Putri dan Sri uring-uringan setelah mengetahui fakta yang membuat mereka terjebak dalam situasi aneh seperti ini. Mengetahui kondisi Sri, Dewa sama sekali tak beranjak dari sisi gadis itu selama dua minggu. Namun, kali ini ia memutuskan pergi ke keratonnya untuk memantau kinerja para bawahan sekaligus memberi ruang bagi Sri untuk menikmati kesendirian yang benar-benar nyata.

Duduk diam di atas singgasananya sembari melihat hamparan pepohonan dan tanah yang meliuk-liuk, keraton ini memang menyajikan pemandangan yang sangat indah. Lelaki itu yakin bahwa Sri akan menyukai pemandangan permadani hijau jika saja Dewa tega mengajak jiwa gadis itu berkelana jauh di dunia tak kasat mata dan raganya tak bangun selama berhari-hari lamanya. Satu menit di dunia ini setara dengan beberapa jam di dunia kasat mata. Dewa jelas tak ingin mengambil risiko raga Sri dikuasai oleh jin-jin jahat ketika jiwanya asyik melanglang buana, meski ia bisa memerintahkan para bawahannya untuk menjaga raga gadis itu.

Di tengah renungannya, Putra tiba. Sang yuwaraja bergabung dengan sepupunya, duduk di salah satu kursi yang seharusnya dipakai oleh para petinggi kadipaten. Keduanya memang sepakat bertemu untuk membahas apa yang terjadi pada sebuah malam di dua minggu yang lalu. Tak membuang banyak waktu, Putra menatap Dewa dengan raut serius. Tak perlu dijelaskan pun, Dewa pasti sudah mengetahui apa yang terjadi. "Aku menceritakan hubungan Sri dan Ken di kehidupan yang sebelumnya. Kuharap kau tak keberatan, Kangmas."

"Tentu saja tidak." Dewa menggeleng ringan sembari mengulum sebuah senyuman. "Aku harus berterima kasih padamu. Sri berhak mengetahui hal tersebut, malah harus. Ia harus tahu untuk bisa lepas dari tanggungan karmanya dan melangkah maju. Kau juga sudah benar karena tidak membeberkan identitas Sri di kehidupan itu. Aku takut ia tidak bisa menerima kenyataannya."

"Aku sedikit ragu sebelum membeberkan kisah cinta mereka berdua. Lalu, bagaimana reaksi Sri saat mengetahuinya? Dia tidak banyak bercerita kepada Putri setelah itu, jadi aku kurang tahu."

Terdiam beberapa saat, Dewa memilih kata-kata yang tepat untuk menjabarkan keadaan Sri. "Ketika pertama kali mengetahui bahwa Ken menaruh perasaan kepadanya, Sri hanya tertawa lantang. Pikirannya sangat kacau, ada banyak hal di sana, jadi aku tidak bisa menangkap isi hatinya. Kau tahu? Sepertinya gadis itu sangat bahagia ketika mengetahui Ken pernah membalas perasaannya, walaupun bukan di kehidupan ini sebagai seorang Sri. Ia tersenyum bahagia sepanjang waktu. Lalu, semuanya berubah ketika tengah malam tiba. Sri merutuki Ken yang tidak bisa membalas perasaannya di kehidupan ini."

PratiwimbaWhere stories live. Discover now