21 | Kumacah

1.1K 240 34
                                    

21 | Kumacah
Bercanda



***



Malang, 25 Juni 2020

Hampir setiap hari Dewa berada di kamar Sri untuk mendampingi gadis itu. Dirinya selalu bisa dibuat terkejut dan tertawa akan pemikiran Sri, walau terkadang hanya mampu menggelengkan kepala melihat tingkah laku gadis itu yang aneh. Dewa juga suka mengerjai Sri dengan cara mengajak bicara cicak-cicak yang menghuni kamar gadis itu ketika malam tiba. Dan Sri biasanya akan sangat terganggu, memarahi cicak-cicak itu agar tidak berisik. Cicak-cicak itu akan diam seribu bahasa jika Sri sudah memukul kasurnya, memberi tanda untuk tidak mengganggu tidurnya. Namun, Dewa yang terlampau usil malah membuat kebisingan itu semakin menjadi-jadi, hingga Sri nyaris berteriak.

Sri memang berhati malaikat bagi orang-orang yang disayanginya, tetapi bisa menjelma sebagai iblis kepada orang yang membuat onar. Jujur saja, Dewa amat senang mengerjai Sri karena ekspresinya yang lucu ketika marah. Tak hanya Dewa saja, beberapa teman Sri di sekolah yang cukup berani juga sering mengganggunya, termasuk Dipuy dan Dwi. Sri akan terdiam, tetapi teriakan lantangnya akan terdengar begitu nyaring hingga ruang guru jika sudah terlampau kesal. Sri tidak suka kedamaiannya diusik dan sejujurnya, Dewa juga seperti itu.

Sore ini, Dewa dibuat tertawa karena isi pikiran di benak Sri ketika bertukar pesan dengan Putri. Sri sendiri pun ikut tertawa. "Astagaaa. Ini Putri curhat kalau jin-jin kenalannya Putra ngomong kalau dia sombong. Freak banget, digibahin jin-jin, bukan manusia. Jadi, membayangkan kalau makhluk halus yang ada di kamar ini pasti gibahin aku karena aku ini manusia yang pemalas, tukang tidur, tukang kentut, nangisan, sama galauan. Parah, sih, kalau sampai Dewa gibahin aku sama jin-jin lain. Pantes kupingku sering gatal."

"Hahaha ... aku memang sering menggibahkan kamu, Sri."

Dewa tahu bahwa Sri tengah mengetik pertanyaan tersebut kepada Putri dan tak selang beberapa lama, jawabannya tiba. Lagi-lagi, Dewa mendengar isi batin Sri yang tengah membaca balasan tersebut. "Ya enggak mungkinlah, Mbak. Dewa itu penjaga kamarmu—ini kata Putra, ya—jadi mana mungkin makhluk halus lain, apalagi yang dari bangsa koloni berani masuk ke kamarmu kalau enggak mau babak belur."

Membenarkan, Dewa mengangguk meskipun Sri tidak akan bisa melihatnya. Lelaki itu memang selalu menjaga kamar Sri agar jin-jin lain tak menghuni kamar gadis yang sering begadang itu. Ia bahkan mengusir jin-jin yang sekadar mampir atau hendak melintasi rumah Sri. Dewa mengenal semua jin di daerah sekitar rumah Sri, termasuk jin penjaga di pintu gerbang rumah Sri dan jin-jin yang menjaga kedua orangtuanya.

"Seriusan, deh. sampai sekarang aku masih kepo sama Dewa. Kira-kira Putra mau bercerita sedikit tentang dia atau tidak, ya?" Setelah memikirkan hal tersebut, Sri langsung mengirim pesan kepada Putri untuk menanyakan ketersediaan Putra menceritakan lebih banyak tentang sang adipati, terutama mengenai kepribadiannya. Dewa antusias mendengarnya, juga menyiapkan diri untuk membogem Putra jika saja sepupunya itu mengatakan hal-hal yang aneh mengenainya. Tak selang berapa lama, Sri mendapat balasan dari Putri dan membacanya dalam hati.

"Dewa itu pendiam, bijaksana, enggak suka ribet alias pecinta praktis—ini kata Putra mirip banget sama kamu hahaha—terus adil, sama baik hati. Ini kepribadiannya Dewa kok yang bagus-bagus semua? Beda sama Putra anjiir, dia barusan bilang kalau dia itu tampan—sumpaaah ini dia yang bilang sendiri, lho—humoris, suka kucing, arif, manja, suka ngambek. Gede kepala banget si Putra." Sri tertawa kencang membacanya, membayangkan ekspresi Putri ketika Putra memuji dirinya sendiri. "Sumpah aneh banget si Putra, seperti bukan putra mahkota. Lama-lama aku jadi ikutan berpikir kalau dia itu sesungguhnya pengangguran."

PratiwimbaWhere stories live. Discover now