Chapter 25 - Hebat

217 55 24
                                    

Adzan subuh berkumandang, saling bersahutan di langit Easterham yang masih gelap. Sebagian besar masyarakatnya masih terlelap menyelami mimpi, mungkin baru akan terbangun setengah jam lagi. Sebagian kecil yang lain sudah siap menjalani hari, termasuk gadis kelas 3 SMA yang tinggal seorang diri ini. Selesai melaksanakan salat, dia rapikan diri dalam balutan seragam sekolah, mengambil dua kotak bekal dari atas meja makan, memastikan rumah sudah aman kemudian berangkat padahal lampu jalan masih menyala.

Bukan sekolah yang jadi tujuan, trayek angkutan umum yang dia ambil berlawanan arah dengan sekolah Vinhale. Sabtu pagi ini dia berniat menjenguk sang kekasih yang baru selesai mengerjakan perkara jahil-nya. Terakhir bertemu, memar di wajah jadi ciri pertama kalau pacarnya tidak dalam keadaan baik-baik saja. Lebih jauh, ternyata kedua kakinya juga terkilir sampai tidak bisa berjalan. Namun, karena kejadian yang kacau dan begitu cepat, menanyakan kabar pun dia tidak sempat. Makanya pagi ini dia harus datang, setidaknya mengobrol sebentar sembari sarapan sudah cukup sebelum kembali penat menghadapi sekolah.

"Terima kasih, Pak!" ucapnya pada supir angkot sembari menyodorkan uang dua ribu Rupiah. Ini halte ketiga—tinggal sekali lagi naik angkutan dan dia akan sampai. Jauh memang, malah sekarang sudah dua puluh menit lagi jam enam. Berkas sinar matahari pagi mulai terlihat di garis cakrawala. Rambutnya yang panjang sepinggang melambai lembut mengikut angin saat dia turun di depan rumah bercat biru tua.

Tidak perlu mengetuk, seorang pria tua setengah berlari membukakan pintu gerbang begitu melihat dia datang. Rambutnya yang putih polos, memantulkan sinar matahari ke arah hidungnya yang mancung membengkok. Padahal masih jam enam kurang, tetapi pria ini sudah pakai kemeja lengkap dengan celana hitam. "Selamat pagi, Tasya. Aku memang menduga kau akan kemari hari ini, tetapi tidak kusangka akan sepagi ini."

"Pagi, Houchi! Aku datang pagi karena ingin membangunkan Naufal. Yakin betul aku kalau sedang sakit, salat subuhnya bisa jam sembilan!"

"Oh, dia sudah bangun sejak jam empat," ujar Houchi mengiring langkah kaki Tasya dari belakang. "Aku terbangun oleh suara berisik di ruang baca. Kupikir tikus, oh—bahaya sekali kalau buku-buku kesayangan keluarga ini sampai digerogoti. Ternyata bukan, hanya tuanku yang sedang menghabiskan waktu membaca buku."

Tasya mengangkat bahu. "Belum tentu juga terbangun jam empat. Siapa yang tahu kalau dia sepanjang malam terjaga untuk membaca buku?"

"Betul sekali, Ca. Dan aku akan sangat berterima kasih kalau kau mau menasehatinya," Houchi membukakan pintu depan rumah. Benar-benar terlihat seperti seorang gentleman yang paham bagaimana cara memperlakukan wanita. "Silahkan duduk, Ca. Aku akan panggilkan tuanku dan membuat segelas teh untuk menghangatkan perutmu."

"Ngomong-ngomong, apa kau memang selalu serapi ini di setiap pagi, Houchi?"

"Oh, ini karena aku kalah janken dengan Meagel," Houchi kembali balik badan padahal sudah masuk koridor menuju dapur. Tidak sopan berbicara menggunakan punggung, bukan? "Surat panggilan orang tua, seperti biasa. Sebetulnya aku tidak punya masalah kalau cuma datang, toh sekalian aku bisa melihat-lihat situasi anak SMA di Indonesia. Yang membuat jadi sedikit lebih merepotkan adalah—tidak hanya satu siswa, Ca. Aku datang mewakili panggilan tiga sekaligus! Dj tambahan yang pertama—sudah biasa yang satu ini, tapi Aji pun ikut-ikutan minta aku yang mewakili!"

"Orang tuanya ke mana memang?" tanya Tasya yang sekarang sedang membuka toples kue kering cokelat.

"Sedang ke luar kota—katanya. Entah memang demikian, atau karena dia tidak sanggup jujur dengan orang tua. Yah, kalau disuruh memilih, lebih baik aku membersihkan taman halaman belakang daripada meladeni ceramah guru untuk tiga orang siswa."

Tasya menganggukkan kepala. "Begitulah kalau anak asuhmu nakal, Houchi. Punya satu saja kau pusing, bukan? Eh, ngomong-ngomong, kue ini benar-benar enak!" Kue cokelat itu crunchy tekstur bagian luar, tetapi langsung meleleh setelah kena liur di dalam mulut. Yah, mungkin karena faktor Tasya belum sarapan jadi enak berkali-kali lipat rasanya.

Catatan Hitam Putih Kehidupan (Story Series of Six Elves)Where stories live. Discover now