Chapter 12 - Saudara Tanpa Ikatan

229 60 5
                                    

Minggu itu--seperti biasa Six Elves sedang ngumpul di rumah Dolphy. Tentu makan siang bareng yang jadi agenda rutin, disusul dengan main playstation, mengerjakan tugas, atau sekedar ngobrol santai sampai magrib.

"Eh, aku duluan ya."

"Baru juga jam 3, J. Mau kemana kau?" tanya Adyth.

"Aku mulai hari ini kerja sambilan di kedai burger dari jam 4 sampai jam 8," jawab Dj yang sedang mengenakan jaket. "Nyoba dulu sebulan. Kalau cocok lanjut, kalo engga ya--berhenti."

"Ngapain kau kerja di sana?" tanya Ilman.

"Apalagi yang kucari kalau bukan duit? Hidup ini kan butuh duit. Mau makan, mau sekolah, mau berobat. Uang warisan orang tuaku makin berkurang, aku harus cari cara supaya punya penghasilan."

"Kau yakin tidak mau tinggal dengan Dolphy atau di tempatku?" Naufal menawarkan. "Kau tidak perlu repot-repot memikirkan hal-hal itu jadinya."

"Lalu mau sampai kapan aku bergantung dengan orang lain?"

"Kami bukan orang lain, J. Kau itu ibarat saudara kami sendiri."

"Terima kasih atas perhatianmu, kawan, tapi takutnya nanti aku jadi pemalas saat dewasa," Dj kembali menolak. "Aku pergi dulu ya! Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam," kelima temannya kompak menjawab.

"Eh, Phy. Apa kau tidak punya tempat bagus untuk anak itu kerja?"

"Adyth benar, Phy. Kerja empat jam di kedai burger--mau dapat penghasilan berapa dia? Paling juga gajinya hanya seharga tiga burger di kedai itu," Aji menambahkan.

"Ada, tentu saja ada. Aku bahkan bisa kasih dia gaji di atas UMR," jawab Dolphy. "Jangankan kerja, Ji. Kalian kan tahu sendiri aku dan Naufal sudah puas berulang kali mengajaknya tinggal, bahkan orang tua aku hampir ke kantor Capil untuk mengurus pengangkatan dia jadi anak. Dasar dianya saja yang tidak pernah mau."

"Sampai sebegitunya ya dia karena tidak mau ngerepotin orang," gumam Ilman kagum.

"Bukan cuma urusan ngerepotin orang, Man," ujar Naufal. "Bagi Dj, ini juga urusan kebanggaan diri."

✵✵✵

"Meja dua belas ... meja dua belas ... ah, there you go! Dua Cheese Burger Double Patty, kentang goreng jumbo, dan ini dua coke ukuran XL," kata Dj sambil meletakkan satu persatu pesanan sepasang kakek nenek yang duduk di meja 12. "Kalian yakin perut kalian masih kuat makan beginian?"

"Jangan remehkan perut orang tua, Nak," jawab si Nenek sambil terkikik.

"Perut kau mungkin kuat, tapi jantung kau pasti berontak. Kurangilah konsumsi makanan sampah begini," tegur Dj, sebuah sikap yang jarang sekali diperlihatkan oleh pelayan sebuah kedai makan yang biasanya gencar berpromosi. "Lain kali kalian pesan salad atau es krim saja."

"Oh, tempat ini sekarang memberikan konsultasi kesehatan gratis?"

"Betul sekali Pak Tua--biar kau ingat kalau suatu saat kena serangan jantung, pahamlah kau apa sebabnya, kan?" Dj balas mengejek. Alih-alih tersinggung, keduanya malah terbahak puas seolah sedang bercanda dengan teman lama.

"Sudah semua ya pesanan kalian?"

"Ada yang kau lupa, Nak."

"Apa itu?"

"Senyuman," si Nenek kali ini yang menggoda.

Dj tertawa kecil. "Sudah kumasukkan semua senyum aku ke dalam burger kalian itu. Jadi selain kolesterol, kalian juga bisa kena diabetes habis makan itu."

Catatan Hitam Putih Kehidupan (Story Series of Six Elves)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora