Kilometer 6

72 15 10
                                    

Benggala menuruni tangga dan mendapati Gellar bersama beberapa orang bersenjata lainnya sudah berada di sana.

Infusnya sudah dilepaskan, bahkan ia sudah merasa jauh lebih baik setelah tidur sebentar tadi. Dibangunkan oleh seorang petugas, ia menurut ketika diminta turun ke ruang parkir di bawah.

Dan di sinilah ia berdiri, berdampingan dengan Gellar menunggu aset mereka dibawa keluar.

Benggala memutar kepalanya ketika medengar hentakan sepatu mendekat, disusul Gellar yang berpaling dari ponselnya.

Gedung parkir yang isinya tidak sampai tiga puluh mobil ini membuat suara apa pun terpantul olehnya, bergema kecil yang berbanding terbalik dengan ukuran ruangan yang bisa dibilang sangat besar.

Ditopang oleh pilar-pilar besar dengan tinggi tak lebih dari lima meter, Benggala menaksir gedung ini setidaknya dapat menampung sekitar seratus kendaraan. Entahlah.

Namun, hanya ada beberapa kendaraan pribadi terparkir menyebar, sebuah mobil taktis antipeluru di depan mereka untuk transfer aset, dan beberapa mobil SUV yang juga antipeluru sebagai pengiring selama perjalanan nanti.

Sisanya kosong, ruangan bercat putih itu hanya diterangi lampu lampu neon putih yang cahayanya menyakiti mata, serius.

Memang sekarang belum memasuki jam kerja, hanya beberapa pegawai-pegawai rajin yang telah tiba sebelum jam masuk.

Johan berdiri tepat di belakang mobil taktis baja yang pintunya terbuka, menampakkan seluruh isi minimalis di dalamnya. Tidak banyak, hanya tempat duduk memanjang sekitar tiga meter menempel pada dinding mobil yang tebalnya mencapai dua puluh sentimeter. Setebal itu.

Semua perhatian teralih pada Johan. Gellar sudah menyimpan ponselnya ke saku celana dan Benggala masih menunggu perintah dengan tangan terlipat di depan dada.

"Di luar akan sangat kacau," Johan membuka suara.

"Ada demo besar-besaran di pusat," lanjutnya.

Hening mengisi kekosongan. "Maka, kita lewat jalur memutar ke Jakarta Selatan, sebelum berputar lagi ke timur."

"Dan jangan lepas kevlar dan helm kalian."

Gellar menerima kevlar dan helm antipelurunya dari seorang petugas bersenjata, begitu pula Benggala. Kedua orang itu segera menggunakannya sesaat setelah diberikan.

"Gellar dan Gala akan menjaga aset di dalam mobil, bersama dengan empat petugas bersenjata. Kau, kau, kau, dan kau." Johan menunjuk langsung orang-orang yang akan bekerja bersama Gellar dan Benggala.

Keempat petugas itu mengangguk, siap mengemban tanggung jawab yang tidak kecil itu.

"Sisanya akan dibagi menjadi tiga orang per mobil. Mobil yang berjaga di depan harus siap menghadapi ancaman. Dua motor polisi akan mengawal kedua mobil di depan. Mobil yang belakang tetap siaga dengan mengawasi samping kanan kiri dan belakang," lanjut Johan yang kini berbalik menghadap pasukan yang jumlahnya sekitar dua belas orang itu.

Salah satu petugas yang akan berjaga di dalam memberikan Gellar sebuah senjata api laras panjang dan dua buah pistol.

Sedangkan Benggala hanya diberikan dua buah pistol dengan dua granat tangan dan sebuah granat gas air mata. Ia menyimpan benda benda tersebut dengan tenang di sabuk yang juga diberikan padanya.

Johan lalu mengangkat tabletnya. Benda itu menampilkan peta dengan garis-garis biru mencolok. Gellar tebak itu adalah jalur yang akan mereka lewati nanti.

Pria itu menjelaskan bahwa mereka akan mengambil jalur memutar lewat selatan sebelum bergabung dengan tol di bagian timur Ibu Kota. Setelah mengambil jalur tol, mereka akan berkendar selama kurang lebih delapan jam sebelum akhirnya tiba di provinsi tujuan, Yogyakarta.

KILOMETERحيث تعيش القصص. اكتشف الآن