Kilometer 5

111 25 25
                                    

"Gini loh, Mbak." Jonathan Aksara menegakkan tubuhnya untuk menjawab pertanyaan si pembawa acara pagi.

Ia sekarang berada di studio siaran langsung salah satu talkshow pagi untuk mendiskusikan perihal keputusan pemerintah yang ingin melakukan perubahan terhadap tata kerja Lembaga Antikorupsi Nasional.

"Coba kita lihat lagi dampak jangka panjangnya, jangan hanya dalam jangka waktu singkat saja," ucapnya seraya memainkan gestur tangan.

"Kalau wewenang dan kinerja Lembaga Antikorupsi dilemahkan, ke depannya akan terjadi apa?"

Pembawa acara cantik itu menjawab, "Tapi 'kan ini tujuan utamanya agar kegiatan lembaga tersebut tetap bisa dipantau."

Jonathan Aksara tersenyum lucu. "Begini, hakikat dari Lembaga Antikorupsi ini kan bergerak di luar instansi pemerintahan. Dia yang bergerak mengawasi kinerja pemerintah, kenapa malah diputar jadi sebaliknya?

Lembaga ini kan fungsinya untuk memberantas tindak pidana korupsi, juga agar pelaku-pelakunya jera. Tapi, dalam praktiknya, malah jauh sekali dari ekspektasi, toh? Ditambah lagi sekarang mau lebih dibatasi.

Korupsi ini suatu hal buruk yang sudah berkembang dalam sistem pemerintahan kita, turun temurun istilahnya. Seharusnya, pertanyaan yang timbul adalah bagaimana supaya lembaga tersebut lebih bebas bergerak, mengusut, menyelidiki, menyidik, dan menangkap. Kalau yang timbul pertanyaan seperti itu kan solusinya bisa dengan memberi akses, bekerja sama dengan kepolisian, dan mungkin mempublikasi kepada media supaya masyarakat juga tahu," paparnya.

Bagaimanapun, ia tidak menyetujui upaya pemerintah untuk membatasi kinerja Lembaga Antikorupsi.

"Loh, kalau misal lembaganya diberikan akses bebas, bukannya malah ada kemungkinan nanti datanya digunakan untuk yang tidak-tidak?" Pembawa acara cantik itu terus memburunya dengan pertanyaan.

"Ya tadi saya bilang, aksesnya diberikan untuk mereka yang sudah terdakwa, sudah jelas putusannya. Jadi akses ini hanya untuk membuktikan lebih jauh seberapa bersalahnya mereka. Uang rakyat loh ini Mbak, masa tidak diusut tuntas?"

Pembawa acara itu mangut-mangut, mulai mengerti.

"Kalau begini kan kesannya pemerintah kita gak mau diganggu gugat 'kegiatannya' oleh Lembaga Antikorupsi, memangnya ada apa kok sampai mengekang seperti itu, kan?" Jonathan Aksara menjelaskan seraya memainkan gestur tangannya.

"Masyarakat jadi bertanya-tanya, ke mana uangnya pergi? Ada apa dengan pemerintah, kok seperti menyembunyikan sesuatu dari masyarakatnya?" Kali ini, Jonathan Aksara melontarkan pertanyaan.

"Tapi, menurut Staf Khusus Kepresidenan nih ya—yang tidak disebut namanya, dengan kondisi banyaknya korupsi seperti ini pun negara kita ekonominya bagus loh, Mas." Pembawa acara itu melirik cue card di tangannya, Ia sudah mencatat semua bahan diskusi kali ini. "—Apalagi jika memang tidak ada korupsi, kan?"

Jonathan Aksara tertawa, Astaga pertanyaanya ini kenapa bodoh sekali? pikirnya. Ia tahu betul perkataan siapa yang dikutip oleh pewara ini.

"Loh, membandingkan kok seperti itu, ya gak maju-maju dong pola pikirnya. Seakan mengatakan 'Ah nilai dia juga lebih jelek, jadi gapapa dong' padahal mau tinggi mau rendah tingkat korupsinya, tetap salah. Gak ada pembenaran," ujarnya setelah berhenti tertawa.

"Pelemahan ini bahkan bukan di sisi kinerja lembaganya saja kan, Mbak? Hukuman bagi para koruptor pun mau diringankan. Miris sekali," Ia tertawa miris. "Lalu ke depannya apa? hukum secara umum akan dilemahkan? Parah."

Pembawa acara itu sekali lagi mengangguk-angguk. "Lalu bagaimana Mas memandang kebijakan yang akan segera disahkan ini? Bagaiman kalau ternyata kebijakan ini akan lebih menertibkan?"

KILOMETEROn viuen les histories. Descobreix ara