Kilometer 10

63 9 2
                                    

Hal pertama yang Gellar lakukan setelah masuk ke kamar mandi adalah menyalakan keran air. Ia tidak ingin suaranya didengar siapa pun di luar, termasuk Benggala dan Profesor.

Hal kedua adalah mengeluarkan ponselnya dan mendapati beberapa panggilan tidak terjawab dan banyak pesan dari Sarah di sana. Gellar berdecak dan menghapus notifikasi Sarah dari ponselnya.
Setelah itu ia mengusap layar ponselnya, dan menekan salah satu kontak di sana, dan melihat lampiran surat gugatan cerai, disertai pesan yang berbunyi "Jangan datang, supaya sidangnya cepat".
Pria itu kemudian menimbang-nimbang dalam hening.

Haruskah ia menghubungi wanita itu? Gellar selalu ingin menghubungi istrinya, sekedar memberi kabar, namun entah mengapa tak pernah terlaksana.

Gellar menikah dengan istrinya saat ia berusia dua puluh delapan tahun, enam tahun lalu. Kecelakaan istilahnya, ah bisakah dibilang begitu? Yang jelas, wanita itu hamil di luar nikah dan Gellar bertanggung jawab dengan menikahinya. Padahal, mereka tidak ada hubungan apa-apa saat itu, hanya sekedar teman semalam.

Gellar tidak mencintai istrinya, ia berani bilang begitu karena memang ia menikah karena faktor tanggung jawab. Namun tidak dengan istrinya, perlahan cintanya berkembang untuk Gellar yang tidak mencintainya.

Gellar jarang di rumah, berkedok pada pekerjaan yang mengharuskannya ke luar kota. Ya, Gellar mengatakan pada istrinya bahwa ia adalah seorang Agen Pariwisata.

Wanita itu melewati kehamilannya sendirian. Gellar pun tidak terlalu peduli. Namun, bumerang kembali pada Gellar, ia sangat menyayangi putranya setelah pria kecil itu lahir ke dunia. Ia tidak pernah tahu latar belakang dirinya sangat menginginkan seorang anak, hingga anak itu lahir ke dunia.

Tidak, ia masih belum jatuh cinta pada istrinya. Ia hanya menganggap wanita itu sebagai ibu dari anaknya, tanpa hubungan batin apa-apa dengan Gellar. Sampai sekarang, ia hanya memainkan peran dan tanggung jawabnya sebagai suami di hadapan istrinya. Mengatakan apa yang harus dikatakan, berbohong jika harus berbohong, hingga aktivitas ranjang. Namun, tidak dengan cinta, Gellar tidak punya.

Istrinya seakan menangkap sandiwara Gellar, mulai jengah dengan semuanya.

Hingga sekarang, ketika istrinya melayangkan gugatan cerai kepada Gellar pun, pria itu masih bergeming. Mau bagaimana lagi?
   
Gellar mengusap layar telepon genggamnya sebentar, mencari nama lain di sana. Ia urung niat untuk menghubungi istrinya itu.
   
Tiga nada panggilan terdengar sebelum makian menyapa telinganya, "Di mana kau, Bangsat?"
   
Sebelum Gellar sempat menjawab, Johan melanjutkan, "Kau tahu, lebih baik jangan katakan apapun, atau aku harus kembali berbohong di tes poligraf nanti." Gellar merasakan Johan sudah kesal setengah mati sekarang.
   
"Mereka mengadakan tes poligraf?" tanya Gellar.
   
"Tentu saja, Bodoh!" jawabnya sarkas.
   
Tes poligraf adalah tes untuk mengetahui sebuah kebohongan dengan mendeteksi gelombang otak dan detak jantung. Johan baru saja menyelesaikan tes poligrafnya. Badan Intelijen memutuskan untuk mengetes keterlibatan Johan terhadap kejadian ini. Mereka sekarang mencurigai seluruh orang, termasuk internalnya sendiri.
   
"Di mana kau sekarang?"
   
"Bersembunyi," jawab Gellar jujur.
   
Johan memijat batang hidungnya sebelum bertanya pelan, "Kau tidak mungkin terlibat dalam hal ini, kan?" Ia benar-benar teramat sangat pusing dengan keadaan yang terjadi.
   
"Menurutmu mengapa aku menghubungimu, Bodoh? Tentu saja karena aku sadar ada tikus di tubuh kita," terang Gellar.

"Baiklah, tetaplah bersembunyi dan jangan beritahu siapapun keberadaanmu. Jalankan Protokol Hanoman dan netralisir pelacak dalam tubuhmu," perintah Johan.
   
"Diterima," jawab Gellar. "Apa mereka mencurigaiku?"
   
"Kau ingin aku menjawab pertanyaan itu?" Johan memutar bola mata. Yang benar saja.

"Ya."

Johan tidak mengerti apakah pria ini pura-pura bodoh atau memang bodoh sungguhan. Pertanyaannya sangat retoris, bagaimana cara Johan menjawabnya?

"Kau adalah tersangka utama saat ini, Ge," jujur Johan.
   
"Baiklah, sebaiknya kau tidak membelaku mati-matian. Biarlah mereka berspekulasi," putus Gellar.
   
"Kenapa juga aku harus membelamu?"
   
"Bangsat," maki Gellar.
  
"Oh, dan omong-omong Sarah menanyakan keberadaanmu."
   
"Lalu, kau jawab apa?"
   
"Kubilang bahwa aku tidak tahu," jawab Johan.
   
"Katakan padanya bahwa aku baik-baik saja," pesan Gellar.
   
Johan diam sebentar, matanya memicing curiga. "Kalian ada sesuatu?" pancingnya.
   
"Tentu tidak, Bodoh! Aku hanya ingin membuatnya diam."
   
Percakapan berakhir setelah satu dua kalimat kemudian. Gellar tidak perlu khawatir tentang percakapannya tadi. Seluruh panggilan terjadi dalam mode enkripsi, artinya panggilan tersebut hanya diketahui antara dua komunikan dan tidak akan direkam atau disimpan di database manapun. Sebuah privilege tersendiri bagi anggota intelijen.
   
Memasukkan ponsel ke kantong celana, Gellar mencuci muka setelahnya. Membasahi kembali wajahnya dengan air segar dari keran sebelum keluar ruangan dan bergabung dengan dua pria lainnya.

***

Benggala merasakan perutnya memberontak. Menegakkan tubuhnya, pria itu mencari keberadaan Gellar di sekitarnya. Benggala berdiri setelah tidak menemukan tanda kehidupan Gellar di ruangan itu.
   
Sebelum mencari Gellar, Benggala berbelok menuju dapur sekedar mencari kudapan untuk mengganjal perutnya. Ia juga manusia, perutnya sudah minta diisi meski tadi padi ia sempat sarapan di kantin Badan Intelijen.
   
Benggala membuka beberapa kabinet di dapur, namun tidak menemukan makanan apapun. Ia malah menemukan tumpukan handuk di satu kabinet, dan amunisi senjata di kabinet lainnya. Benggala menutup kabinet karena tidak tertarik dengan benda-benda di sana dan memilih untuk mencari Gellar.
   
Gellar baru akan menutup pintu di belakangnya ketika netranya bersitatap dengan Benggala. "Kenapa?"
   
"Apa tidak ada makanan?" lontar Benggala langsung.
   
"Dapur?" Gellar mengelap pelan tangannya yang basah ke celana.
   
Benggala menggeleng.
   
"Tahanlah sebentar, kita makan setelah keluar Jakarta saja," putus Gellar kemudian berlalu.
   
"Di bawah ada minimarket, aku akan ke sana," balas Benggala seraya mengangkat bahu.
   
"Kau tidak dengar? Aku bilang kita makan setelah keluar dari Jakarta." Gellar balik kanan, menatap Benggala tepat di matanya.

Bagian mana dari kalimat Gellar yang pria itu tidak mengerti?
   
Pria itu mengangkat bahu, "Aku tidak meminta izinmu, aku akan ke bawah. Lagi pula, apa yang akan terjadi, kan? Aku hanya akan membeli beberapa kudapan," putusnya.
   
Bangsat ini.

Belum sempat Gellar membalas perkataan Benggala, suara dentuman besar terdengar dari ruang tengah.

***

tbc.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 26, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

KILOMETERWhere stories live. Discover now