For You

360 41 19
                                    

(24 agustus 2021)


☆☆☆

Suara deru mobil berhenti di depan sebuah rumah bercat crem lalu sepasang kaki jenjang turun, di tangan kanannya memegang erat tas jinjing warna hitam, tangan kirinya sibuk memperbaiki tudung jaket abu-abu yang dia kenakan. Matanya sibuk menatap ke arah rumah yang tampak gelap tanpa penerangan di depannya, rumah yang sudah satu bulan di tinggalkan.

Matanya melirik jam tangan silver, pukul sepuluh malam. Pantas sangat sepi, matanya menatap sekeliling memastikan tidak ada siapapun yang melihatnya.

Kakinya melangkah pelan dan berhenti di depan pintu pagar, sesaat sebuah keraguan timbul di benaknya.

Haruskah dia masuk?
Haruskah dia kembali lagi kemari?

Tangannya di ulurkan menuju pintu pagar, sedikit menyerngit bingung karena pintu tersebut tidak terkunci. Seingatnya dia sudah mengunci pintu pagar ini sebelum dia pergi. Apa jangan-jangan ada pencuri? Tapi apa yang harus di curi di rumahnya? Satu-satu yang berharga sudah tidak ada di rumah ini, sisanya hanyalah barang-barang tidak berharga yang selalu menemaninya.

Tangan mendorong pintu besi berwarna hitam di depannya, begitu masuk matanya langsung menangkap pemandangan yang familiar. Menatap sedih pada taman kecil di sebelah kanan halamannya yang terlihat menyedihkan dengan tanaman yang layu dan mati, sedikit menyesal karena membiarkan bunga-bunga yang di tanam seseorang menjadi tidak terawat. Kemudian matanya lalu berlari ke arah pintu di depannya, hatinya terasa sakit. Rumah ini penuh dengan kenangannya bersama "seseorang".

Sejujurnya dia enggan kembali tapi bosnya terus menerus menghubunginya, meneror hingga mengancam akan memecatnya jika tidak segera kembali jadi meskipun hatinya belum sepenuhnya sembuh dia memutuskan untuk pulang. Tapi, sekarang dia merasa ragu dengan keputusannya untuk pulang.

Bagaimana jika mereka bertemu lagi?
Bagiamana dia harus bereaksi jika mereka bertemu?

Senyum getir terbentuk di bibir mungilnya, merutuki kesedihan dan kepedihannya.

"Mengapa kau terlalu lemah Sam? Kau...hanya perlu bangkit" berusaha menyemangati diri sendiri adalah hal terpenting yang bisa dia lakukan.

Kaki berbalut jeans biru tua itu melangkah dengan lemah, meraih kunci di saku celananya dan membuka pintu tapi tanpa dia duga pintu yang dia yakini telah di kunci ternyata terbuka, jantungnya berdetak kencang. Apakah ini benar-benar perampokan?

Matanya dengan was-was menatap sekeliling, ini terlalu sepi. Merutuki kebodohannya karena tidak meminta Richard mengecek rumahnya sesekali. Dengan hati-hati meletakkan tas di lantai dan mengambil ancang-ancang jika seseorang mungkin menyerahnya.

Sangat gelap, maka dengan berbekal senter dari ponselnya Sam bergegas masuk. Memperhatikan lantai putih di bawahnya dan matanya menangkap sepasang sepatu hitam tergelatak dengan tidak rapi, sepatu yang tampak tidak asing dan itu membuatnya terdiam. Lalu kini dengan detak jantung yang semakin bergerumuh Sam langsung mengarahkan tangannya menuju saklar lampu yang ada di sampingnya.

Matanya menatap sekeliling ruang tamu, sofa coklat dengan bantal sofa yang masih tertata rapi, foto hingga berbagai buku yang terdapat di sebelah tv pun masih tertata rapi, matanya kemudian bergerak kearah dapur di sebelah kanannya, tidak ada yang berbeda. Bahkan gelas bergambar matahari yang di pakai sebelum dia berangkatpun masih tergelatak di atas meja makan.

Jika tidak ada yang berbeda di ruang tamu dan dapur maka kemungkinan di dalam kamarnya, lalu dengan langkah cepat Sam bergegas menuju kamarnya, aroma yang cukup familiar tercium olehnya dan hal ini semakin membuatnya gugup dan juga takut. Kakinya lagi-lagi terhenti tepat di depan pintu kamarnya, menatap ragu pintu bercat coklat tua itu.

Oneshoot/Twoshoot [[SamYU]]Where stories live. Discover now