"Noie mau cium Nana~"

5.3K 771 55
                                    

Jam istirahat, Jeno, Sanha, Nancy dan juga Jaemin sedang berkumpul di kelas A. Mereka sedang asyik memakan kue strawberry bawaan Jeno.

Dengan senang hati teman-teman Jung kecil itu menghabiskan kue buatan bundanya Jeno. Itu adalah bekal favorit anak-anak TK ini.

"Hum~ Makacih Jeno~" Ucap Nancy sambil membersihkan tangannya.

"Cama cama~" Jeno yang kini telah tumbuh rambutnya tersenyum manis.

"Main yuk!" Ajak Sanha yang sudah selesai makan.

Jaemin lalu mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas. "Ndak tau~" Tidak ada yang menarik disini.

Hening

Mereka berempat pun tenggelam dalam pikirannya untuk bermain apa.

"Main cubit cubitan yuk!" Usul Nancy setelah lama berfikir.

"Cubit? Gini?" Jeno lantas mencubit lengan Sanha untuk memastikan permainan mereka.

"Aw!" Sanha yang kesakitan langsung mendorong Jeno agar bocah gembul itu berhenti mencubit lengannya.

Sayangnya dorongan Sanha begitu kuat hingga Jeno harus menabrak Jaemin yang berdiri di sampingnya.

"Cana napa dolong Noie!" Jeno yang didorong tak terima. Mata sipitnya sontak membulat.

"Cakit!" Sanha yang dipelototi pun membalas dengan melebarkan matanya.

"Cudah cudah~ Yuk main, nti menang Nana cium."

Mendengar ucapan Nancy untuk melerai Jeno dan Sanha, Jaemin tentu saja terkejut. Dalam diskusi tadi Nancy sama sekali tak membahas tentang hadiah itu.

Namun, baru saja Jaemin hendak protes, suara Jeno yang cempreng menghentikan niatnya.

"Nana cium? Yuk yuk!" Si kecil Jung itu langsung melingkis lengan bajunya. Ia sudah siap untuk berlomba. Ciuman? Jeno menyukainya.

"Jeno lawan Cana~" Ucap Nancy begitu melihat Jeno telah bersiap.

"Ndak mau!" Sanha mundur beberapa langkah untuk menghindari Jeno. Cubitan tadi saja rasanya sakit, apalagi ketika lomba nanti.

"Ayo ayo cama Noie~" Jeno yang sudah sangat bersemangat mencoba meraih tangan Sanha.

"Ndak!" Si Sanha terus menepis tangan Jeno.

"Cana~ Ayooo~"

"Ndak mau!"

"Napa ni libut-libut? Gue ndak cuka libut-libut~" Hwall yang datang dengan sebungkus roti langsung dijadikan tameng oleh Sanha.

Sementara itu Jeno yang ingin mendapatkan hadiah tak menyerah begitu saja.

"Cana~ Ayo~"

"Huwal Jeno nakal! Cubit-cubit aku~" Adu Sanha.

"Jeno! Ndak boleh cubit-cubit, ambu bilang tu ndak boleh." Ujar Hwall setelah Sanha selesai mengadu.

"Pi Noie mau cium Nana~"

"Cium?" Tiba-tiba saja Hwall teringat sinetron ambunya. "Huwal mau cium-cium!"

Mendengar itu, senyum Jeno pun mengembang. "Ayo lumba cama Noie!"

"Ayo ayo!"

Melihat Jeno dan Hwall telah siap, Nancy pun mengambil tempatnya di tengah mereka.

"Cici itung ya~ Catu~ Dua~ Tiga! Plitt~"

Jeno maupun Hwall saling menyerang. Mereka berusaha untuk meraih lengan sang lawan untuk dicubit.

"AW! Cakit! Lepas!"

"Ndak mau! Noie halus menang!" Si Jeno lantas semakin memperkuat cubitannya.

Namun hingga akhirnya Hwall berteriak keras. "AMBUU~!"

"Upci~" Perlahan Jeno melepas cubitannya. Mata sipitnya lalu melihat telapak tangan Hwall yang berdarah. Kukunya yang sedikit panjang berhasil melukai temannya.

"Ambu hiks! Cakit!"

Melihat Hwall yang menangis membuat Jeno ingin menangis juga. "N-noie ndak cengaja~"

"Ambu huweeee~"

"Unda~" Jeno gelisah.

Sementara itu Nancy yang merupakan otak dari permainan ini mencoba untuk menenangkan Hwall. "Huwal ndak boleh nanis~"

Tapi yang ada malah Hwall semakin keras menangis. "Ambu cakit hiks! Abah huwee~"

"Nono, nta maap cama Huwal." Si Jaemin mendorong Jeno agar lebih dekat lagi dengan Hwall. Tapi Jeno yang lebih gempal dari Jaemin membuat dorongan Jaemin sama sekali tak membuat Jeno berpindah.

"Noie ndak tau Nana~ Nana hiks! Undaa~"

"Jeno nakal!" Hwall menjerit di tengah tangisannya.

"Noie ndak nakal!" Jeno semakin gelisah. Tak ada sosok yang membelanya. Tak ada sang ayah yang selalu melindunginya. "Ayah~"

"Nta maap cama Huwal, Nono calah." Ujar Jaemin lagi sembari terus mencoba mendorong Jeno.

"Noie ndak calah! Undaaa!"

.
.
.

Lalu, ketika pulang sekolah, orang tua Jeno dan Hwall langsung dipanggil ke ruang guru untuk meluruskan pertikaian Jeno dan juga Hwall.

"Kalian itu loh, mainan kok aneh-aneh? Liat itu tangannya Hwall berdarah." Ujar Doyoung sambil keluar dari ruang guru.

Sementara itu Jeno yang digendong di semakin menenggelamkan wajahnya di leher Doyoung.

"Jeno ayo minta maaf."

Si kecil Jung itu menggeleng pelan.

"Bunda sama ayah pernah ngajarin gini sama Jeno? Kalo salah nggak minta maaf?"

"Unda ndak boleh malah Noie~" Jeno merengek sembari mempererat pelukannya.

"Kalo nggak mau bunda marah Jeno minta maaf sama Hwall."

"Ndak mau~"

"Nggak mau?"

"Noie ndak calah! Main main unda~ Noie menang pi Huwal nanis."

"Bermain ya bermain sayang. Tapi kalo sampe nyakitin temennya itu nggak boleh."

"Cici ajak Noie cubit cubit!"

Doyoung tak menjawab. Bunda satu anak itu paham kenapa Jeno sama sekali tak mau meminta maaf. Konsep mereka tadi adalah bermain, jadi ketika Hwall menangis karena merasa sakit dicubit Jeno, putranya itu sama sekali tak merasa bersalah.

"Minta maaf bukan berarti kalah kan?" Ujar Doyoung sambil mengusap lembut punggung Jeno.

Tapi si kecil mana paham? Jeno hanya baru tau jika minta maaf hanya dikatakan ketika ia salah.

"Om Leeteuk," Doyoung menoleh ke arah Leeteuk yang juga sedang menenangkan putranya, "aku minta maaf karna Jeno tadi nyubit Hwall sampe berdarah."

Leeteuk, si ambunya Hwall mengangguk paham.

"Nggak papa~ Tapi lain kali Jeno sama Hwall kalo main jangan nyubit-nyubit." Ucap Leeteuk yang juga menggendong putra bungsunya.

"Ambu!"

"Oh kakak udah jemput dek. Doyoung, Jeno, kita pulang dulu ya~"

"Iya om."

Leeteuk berserta Hwall pun pergi meninggalkan Doyoung dan Jeno di halaman TK.

Om Leeteuk ternyata punya buntut lagi, ku pikir Hwall itu anaknya kak Minho, ternyata malah anak bungsunya. Waw~ Mengejutkan.

"Unda~ Pulang~"

Rengekan Jeno itu pun mampu menyadarkan Doyoung dari lamunan. "Oh! Ayo sayang, kita pulang."

.
.
.
TBC~

[Ini adalah permainan absurd dengan hadiah yg absurd juga]
[Hasil permainan temen Minhyun kecil dulu]
[Ahahaha]

Jeno SafariWhere stories live. Discover now