Bab 7

47 2 0
                                    

Aku terlalu sering berinteraksi dengannya, hingga tanpa sadar aku memiliki akun social media facebook. Aku sering memperhatikan postingannya, bukan dengan sengaja. Dia memang cukup rajin memposting sesuatu di akun social media nya dan berandaku penuh dengan postingannya.

Pertama kali teman-teman kelasku tahu aku memiliki akun social media, mereka satu persatu memberiku wejangan yang menurutku tidak terlalu penting. Ada yang memberitahu cara mendapatkan like yang banyak, atau cara memperbaiki bio yang unik, dan lain-lain.

Saat itu juga, mereka semua menghubungkan akun social mediaku dengan akun mereka. Termasuk Petrus.

Waktu tentram malam ku kini terbagi. Biasanya aku bisa terlarut membaca novel non-fiksi hingga satu seri terbaca dalam semalam suntuk. Kini, satu seri hanya bisa kuhabiskan dalam tiga malam.

Tentu. Walaupun aku begitu asyik di social media, aku masih mencintai novel non-fiksiku. Bahkan aku mengikuti beberapa penulis novel non-fiksi popular di akun social mediaku.

Ting!

'Sudah selarut ini, kamu belum tidur?' Pesan yang berasal dari akun Petrus.

Aku membaca nya hampir dua menit, padahal saat aku membaca buku cetak aku tidak selambat ini.

Ada apa dengannya? Baru saja aku memikirkannya, dia langsung hadir menunjukkan dirinya meskipun lewat pesan.

Ting!

'Ada apa denganmu? Bahkan pesanku hanya kau baca, kau jarang berbicara denganku diluar kelas.'

'Apa selain saat belajar, aku tidak bisa berbicara denganmu?'

'Apa aku memiliki salah?'

'Padahal aku cukup sering melihatmu berbincang bahkan tertawa dengan sahabat-sahabatmu'

'Apa aku bisa memiliki posisi yang sama dengan mereka?'

5 pesan beruntun barusan hanya kubaca. Bukan tidak niatku membalas, aku tidak tahu harus merespon semua pertanyaannya yang begitu mendadak. Apakah aku memang seperti itu? Apakah aku memang setertutup itu?

Aku mulai menggerakkan jariku dengan otakku yang berputar mencari kata-kata yang tepat.

'Maafkan aku.'

'Kita bisa berteman 😊'

'Selamat malam'

Untuk pertama kalinya aku membalas sebuah pesan dengan kata-kata yang cukup panjang. Ketiga pesan ini kuketik dengan pertimbangan yang cukup baik. Tanpa resiko, dan tanpa sebuah harapan.

Ting!

'Benarkah?'

'Aku sangat senang'

'Terimakasih Bunga telah mau menerimaku dalam hidupku.'

'Selamat malam bunga :*'

Hah. 'Menerimaku?'. Kubaca ulang pesan-pesan yang kukirimkan, sepertinya tidak ada yang aneh. Tak apa. Yang penting aku tidak memberinya harapan dan tidak menyakitinya.

Pelukan BulanWhere stories live. Discover now