Bab 10

43 2 0
                                    

Setelah ku pastikan pagi ini belum belajar secara aktif karena masih rapat umum walikelas untuk hari pertama, aku melangkahkan kakiku menuju parkiran motor, gerbang tidak dikunci karena masih free time untuk siswa di hari perdana nya.

Kulangkahkan kaki ke ruang instansi darurat yang memang hanya ada satu di puskesmas ini. Ruangannya tidak tertutup.

Dia sepertinya tertidur. Kupandang selidik seluruh tubuhnya. Kakinya baik-baik saja,tidak ada luka luar. Memang celana abu-abu nya lumayan kotor karena debu jalanan. Tangannya sedikit tergores dengan darah yang sudah dibersihkan.

Wajahnya,..... Wajahnya tampan, dia sedikit terlihat kurus dibanding sebelum liburan, kulitnya masih putih, dengan hidung mancungnya dan rambut nya yang tertata rapi.

Eh.

Bahkan disaat seperti ini, aku malah memperhatikan wajahnya. Syukurlah dia baik-baik saja. Kurasa sudah cukup pemeriksaanku, aku harus segera pulang karena Nenekku berkunjung ke rumah hari ini.

Saat akan melangkah, kurasakan tanganku ditahan. "Temani aku, dulu saat kau sakit aku menemanimu. Bagaimana mungkin kau tak tahu terimakasih."

Aku menatap tangannya yang putih memegang erat pergelanganku. Ini pertama kalinya Ia menyentuhku.

-------

Sudah 2 jam aku menemaninya. Aku bahkan sudah sangat bosan dengan segala rengekannya. Mengambilkannya minum, mengupas buah untuknya, menaikkan kasurnya,ohh tuhannn.

Dia bukan terkena penyakit kanker, hanya kecelakaan kecil. Cindy saja yang memperbesar-besarkan cerita. Bahkan suster sudah memperbolehkannya pulang kalau-kalau saja dia menurut sejak tadi.

"Apa kau tidak bosan?" Tanyaku memberi sinyal kepadanya bahwa aku sudah bosan. Petrus memandangku diam sebentar lalu berkata, "Bagaimana aku bosan jika ada kau yang menghiburku sejak tadi?"

Alisku tertaut, "Menghibur katamu? Aku tidak melakukan apapun sejak tadi. Kau kira aku badut?" Kataku kesal.

"Memangnya hal yang menghibur itu harus dilakukan badut? Bahkan jika seseorang yang kita sukai hanya diam saja, itu sudah sangat menyenangkan dan tentu saja tidak membosankan."

Apa katanya? Aku tidak mengerti. "Apa katamu? Coba jelaskan padaku."

"Sudahlah. Lupakan. Kau tak mengerti soal itu."

'Soal Fisika yang begitu rumit saja bisa kau kerjakan, yang ini malah tidak kau pahami' Katanya pelan tapi masih bisa ku dengar dengan baik.

Pelukan BulanWhere stories live. Discover now