Trigger Warning:
This chapter contains sensitive issues such as cursing, domestic violence, bullying, traumatic disorder and depression.
Jadilah pembaca yang bijak.
≈≈≈
"Papa?" ucap gadis itu terkejut.
Jantungnya berdetak kencang, sedangkan tangannya berusaha menyembunyikan biola sang kakak di punggungnya.
"Pulang sama siapa?" tanya pria itu.
"Itu Artha, temennya Joice," jawab gadis itu.
"Kamu sembunyiin apa dari Papa?" tanyanya dengan tenang. "Biolanya Kakak, ya?"
Joice tak menjawab.
"Papa udah larang kamu pegang barang itu lagi, kan?" ucap pria itu.
Joice menghela napasnya. "Iya, Pa. Tapi aku-"
"Kalo Papa udah larang, kenapa masih dilakuin?!" bentak beliau.
"Ini cuma biola, Pa!" jawab Joice. "Cuma alat musik! Joice suka musik!"
"Nggak!" jawab ayahnya. "Kamu sukanya belajar! Supaya kamu bisa jadi orang sukses!"
"Enggak." Joice menentang. "Joice udah belajar semua yang Papa suruh, tapi Joice sukanya main musik-"
*Plakkk!!!
Pria itu menampar putrinya.
Joice membulatkan matanya kaget.
"Sejak kapan Papa ngajarin kamu bantah perintah Papa?" tanya beliau.
"Pa-"
"Sejak kapan?!" bentak ayahnya.
Joice terdiam.
Pria itu kemudian merebut paksa biola itu dari putrinya. "Dibilangin ngeyel. Kamu mau jadi senasib sama Kakak?" kata beliau.
Gadis itu menghela napasnya. Ia rasa ayahnya sudah kelewatan batas.
"Kakak pergi bukan karena biola itu!" ucapnya. "Kakak pergi karena Papa!"
Pria itu tertegun, lalu menatap putrinya horor.
Beliau mengalihkan pandangannya. "Papa bakal buang biola ini," katanya.
Hal itu membuat Joice menganga. "Jangan, Pa. Itu punya Kakak!" jawabnya.
Pria itu menatapnya sekali lagi. Beliau kemudian mengalihkan pandangan ke kamar gadis itu. "Harusnya Papa juga buang gitar itu dari dulu," katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laut di Utara: The Northern Sea
Teen Fiction[Telah Dibukukan] Karena laut di utara tak pernah damai, meski tak pernah terdengar kabarnya. Tetapi ini bukan cerita tentang laut. Ini cerita tentang hati manusia, tentang apa-apa yang terjadi ketika suatu kesalahan telah diperbuat. Ini tentang ap...