10: Salah Siapa?

132 22 16
                                    

































Trigger Warning:

This chapter contains sensitive content such as cursing, violence, and bullying.

Jadilah pembaca yang bijak.
























Jadilah pembaca yang bijak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

≈≈≈

Pagi itu langit tampak mendung. Matahari yang sinarnya biasa menembus jendela-jendela bahkan tak terlihat wujudnya. Sama seperti gadis itu, yang kini lagi-lagi tampak murung dan letih lesu.

Ia tidak sedang banyak pikiran. Paling-paling ia hanya teringat mimpinya kemarin malam tentang hari terakhir ia melihat dan berbicara dengan Aksa beberapa tahun lalu. Itu saja.

Joice tak terlalu memikirkan debatnya dengan sang ayah. Mungkin ia mulai terbiasa dan sudah punya pertahanan sendiri?

Dia sungguh tidak memendam beban atau apa, karena ia memang tak terlalu peduli dengan ocehan ayahnya itu. Lagipula, itu tidak akan membuatnya berhenti bermain musik, sebab ada Arsel, Artha, dan yang lain yang akan selalu mendukungnya.

Tapi... kalian tahu apa yang membuat Joice murung pagi itu?

Ulangan dadakan.

Waktu itu sedang ada ulangan PPKn dadakan di kelas Joice. Hampir semua murid di kelas itu merasa kesal karena tidak diberitahu sebelumnya, termasuk dirinya, Arsel, dan Artha. Namun gadis berkaca mata itu berusaha tak terlalu berpikir panjang, karena kepalanya sudah cukup pusing.

Selain murung karena ulangan, gadis itu juga merasa tidak enak badan sejak tadi pagi. Ia bahkan terpaksa memakai jaketnya selama pembelajaran berlangsung. Beruntungnya Joice bisa menyelesaikan ulangan itu dengan cepat. Soal-soal itu tidak terlalu sulit, dan kini ia bisa menidurkan kepalanya di meja sejenak.

"Waktu tinggal sepuluh menit lagi. Silahkan diperiksa dulu pekerjaannya," kata Pak Dono yang mengajar pagi itu.

Joice masa bodoh, sementara Arsel yang duduk di belakangnya berbisik, "Jo, nomer 25 apa?"

Gadis itu kemudian berpura-pura menggaruk punggung untuk memberi kode pada Arsel. C, katanya dalam kode itu.

Bel istirahat berbunyi tak lama setelah itu.

"Baik, waktu sudah habis!" ucap Pak Dono. "Silahkan dikumpulkan ke barisan paling depan!"

"Thank you," bisik Arsel sembari mengoper kertas jawabannya ke depan.

Ketua kelas dengan segera memberi instruksi pada teman-temannya. "Persiapan! Beri salam!" ujarnya.

"Selamat pagi, Pak! Terima kasih, Pak!" ucap mereka bersamaan—dengan tidak tulus tentu saja.

Laut di Utara: The Northern SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang