06: Sampah dan Kursi Patah

149 26 12
                                    





























Trigger Warning:

This chapter contains sensitive issues such as cursing, bullying, mentions of wounds, and depression.

Jadilah pembaca yang bijak.























Jadilah pembaca yang bijak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

≈≈≈

"Itu muka kenapa lagi?" tanya Arsel pada
jam istirahat di sekolah.

"Nggak, cuma kurang tidur aja kemarin," jawab Joice.

"Tidur jam berapa?" tanya Arsel.

"Jam setengah satu kali? Lupa," jawab Joice.

"Gila! Bisa-bisanya tidur jam segitu?" kata Arsel.

Sementara Joice hanya cengengesan saja. Bagaimana gadis itu bisa tidur kalau ia banyak pikiran dan merindukan Aksa semalaman?

Ditambah lagi, ayah dan ibunya berdebat hingga larut kemarin. Itu semakin menambah beban pikiran gadis itu saja.

"You look so tired," kata Arsel.

"Biasa lah, gak bisa tidur gara-gara..." Joice menggantung kalimatnya.

"Gara-gara?" tanya Arsel.

"Gara-gara kepikiran sama biolanya Kak Aksa," jawab Joice.

"Kenapa lagi tuh?" tanya Arsel. "Putus lagi senarnya?"

"Enggak," jawab Joice.

"Terus?"

"Biolanya dibuang sama Papa," jawab Joice.

"He what?" Arsel terkejut. "Dibuang?!"

Joice mengangguk. "Gitarku juga," katanya.

"No, but... are you kidding me???" ucap Arsel.

"Serius ih! Beneran dibuang!" kata Joice.

"Lah terus, itu gimana nasib band kita?" tanya Arsel.

Joice mengendikkan bahunya.

"Kok bisa ketauan?" tanya Arsel.

"Panjang deh ceritanya, males aku bahasnya" jawab Joice.

Lalu Arsel terdiam, tak habis pikir dengan perbuatan ayah temannya itu.

"Sel, ayo ke toilet. Aku mau cuci muka biar gak ngantuk," kata Joice.

Arsel menurutinya, lalu mereka berdua pergi ke toilet saat itu juga.

Namun di saat bersamaan—di toilet sebelah alias toilet putra, Allen berulah lagi.

Laut di Utara: The Northern SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang