Hari Pertama

1K 229 7
                                    

Peluh menetes melewati ujung alisnya. Rose menghela nafas dan menyeka keringatnya dengan deru nafas lega. Setidaknya seperempat dari lukisan sudah ia selesaikan. Pantas sih membutuhkan waktu yang sangat lama, wong papannya aja sebesar gaban.

"Minum dulu Se. Santai aja." Ori berujar dari belakang tubuhnya.

Rose mengangguk pelan. Sejauh ini, Ori menunjukkan sifat ramahnya dan super cerewet mirip Lisa, tidak seperti adiknya yang sudah mirip patung tanpa nama.

"Kak, kalo aku bawa pulang boleh nggak? Nanti aku kirimin gambar setengah jadinya. Takutnya kalo aku pengen lembur 'kan nanti nggak ganggu orang rumah dan nggak perlu pulang, sekalian hemat energi. Hehe." Rose menampilkan cengirannya.

Ori menepuk bahunya santai sembari tersenyum lebar, "Ah santai. Lagian lo 'kan temenan sama Eno."

Rose tersenyum canggung dan mengaggukkan kepala. Ori itu orangnya cukup aneh. Mungkin jika dideskripsikan secara berlebihan, gadis itu lebih mirip makhluk lain yang tersesat ke planet Bumi.

Sudah tiga jam dirinya di sini, hari sudah hampir petang. Rose meringis, jika saja Bastian tidak pergi, mungkin sekarang ini dirinya duduk anteng di apartement.

"ENOOOO!!! ANGKATIN NIIIH PAPANNYA! ROSE MAU BAWA PULAAANG!!" teriak Ori yang langsung membuat Rose meringis.

'Kan? Gadis itu berulah lagi. Kamar Eno berada di lantai tiga, dan mereka berdua sedang berada di lantai satu. Yah, semoga saja Eno kebetulan telinganya sedang bersih. Selain itu teriakan Ori benar-benar kencang hingga rasa-rasanya benda di seluruh ruang tamu ikut terguncang.

"Nggak usah Mbak, Obeng mau jemput kok," ujar Rose seraya merapikan seluruh barang-barangnya.

Ori tertawa dan mengibaskan tangannya di udara kosong, "Ck! Nggak usah sungkan! Sekalian, katanya Eno mau keluyuran cari madunya Winnie The Pooh."

Rose tertawa kecil sebagai tanggapan. Heran dengan segala kosa-kata yang digunakan Ori.

"Eh bentar. Nggak sekalian aja nunggu orang tua gue balik? Ini bentar lagi loh. Sekalian makan malam."

Rose menggeleng, meraih tas ransel dan tas jinjingnya. Masing-masing ia gendong di bahu dan tas jinjing berisi segala macam kuas ia bawa di tangan kanan.

"Makasih Kak. Tapi aku kudu keburu pulang. Bentar lagi ada tamu di rumah soalnya," jawabnya.

Ori menganggukkan kepalanya cepat dengan mulut membentuk 'O'.  Gadis itu cepat-cepat berlari ke dapur dan kembali secepat kilat. Tangannya membawa bingkisan berisi cermai yang dibuat manisan.

"Bawa ya? Pasti lo belum pernah coba manisan cermai." Ori menyerahkan kresek itu ke tangannya.

"Makasih Kak. Iya, aku belum pernah makan manisan selain manisan mangga sama kedondong." Rose menyengir lebar.

Ori mengangguk puas. Sedetik kemudian kembali membuat Rose menutup telinganya karena teriakan gadis itu yang membahana.

"ENOOOO! PS-NYA GUE EKSEKUSI KALO LO NGGAK TURUN SEKARANG JUGAA!!"

Rose menepuk bahunya pelan, "Nggak usah Mbak. Tuh, aku udah ada yang jemput."

Ori terperangah. Kepalanya melengok ke kanan-kiri. Wajahnya berubah bingung saat tidak menemukan siapapun.

"Mana?" tanya-nya.

"Di luar pager."

"Oh. Yaudah. Hati-hati. Maaf ya, kayaknya telinganya Eno kecantol di Atlanta pas gue kunjungan ke sana." Ori terkikik. Rose kembali dibuat terperangah dengan sikap gadis itu.

[✔] LongtempsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang