Mulai Kacau

1.2K 250 7
                                    

"Lo denger nggak? Tian sering bolos kelas akhir-akhir ini."

"Oh ya?" tanya Rose abai. Ia kembali memakan ayam krispi yang ia beli di warung pinggir jalan. Lebih tepatnya, yang jualan adalah kakaknya dari mamanya Lisa. Selain itu, tempatnya juga begitu dekat dengan kampus. Sehingga Rose dan mereka berdua bisa menghemat waktu untuk menyusul ke jadwal selanjutnya.

Ena mendengus melihat respon Rose, "Gue yakin. Lo bentar lagi dipanggil Bu Anna."

Bu Anna adalah guru bertubuh sedikit gempal yang mungkin saja merupakan guru tergalak di sepanjang masa oleh seluruh mahasiswa di Universitas Flamboyan. Wanita tersebut sering memanggil Rose untuk diinterogasi pasal menghilangnya Bastian dari kelas. Dan selama itu, Rose dengan mudah menjawabnya. Namun? Untuk saat ini? Setelah semua keadaannya berubah? Apakah Rose sanggup menjawab pertanyaan Bu Anna yang selalu sama?

"Sampe jam segini Bu Anna nggak ngehubungin gue. Ya gue santai aja." Rose mengendikkan bahunya.

Mata Ena menyipit, "Lo kok kayak biasa-biasa aja?"

Rose menghela nafas berat setelah menoleh menatap Ena, "Harusnya lo seneng gue nggak nampilin gejala-gejala gagal move on."

Ena mendengus tipis, "Gue sahabat lo. Gue kenal lo dari SD. Masak lo masih mau nyembunyiin sesuatu yang lo rasain?"

"Gue nggak suka Ce. Itu buat beban lo nambah." Ena menggeleng. Meminum minumannya untuk menghilangkan gejolak di tenggorokannya.

"Gue nggak ngerasa gitu."

"Kok lo ngotot amat kalo dibilangin."

"Yaudah ... gini aja. Kalo lo ada apa-apa, jangan pernah lo sembunyiin dari gue. Gue sebagai sahabat kayak nggak berguna banget tau nggak? Jadi sedih."

Rose menghela nafas. Ia menepuk pelan bahu Ena yang membuat gadis itu tambah merengut.

"Ya gini. Gue jujur masih sakit ati. Gue bener-bener menyayangkan, tapi gue bisa apa? 'Kan? Nggak ada yang bisa gue lakuin setelah liat Bastian keliatan nggak serius sama gue."

Ena menghela nafas. Memundurkan punggungnya hingga menyentuh kursi. Ia menyaksikan hubungan sahabatnya bahkan selama dua tahun. Dan apa yang mampu ia simpulkan? Tentu saja hasil observasi dari sudut pandangnya jika Tian adalah orang yang memang benar-benar serius dengan Rose.

"Semua masalah punya bibitnya. Hukum sebab-akibat. Dan lo harus bener-bener tau, ngapain Tian selama ini ke Lembang. Sama siapa aja, emang ada urusan apa di sana, dan kenapa dia nggak mau ngasih tau lo. Mungkin untuk saat ini," ujar Ena.

"Gue emang keliatan nggak suka sama hubungan lo berdua. Tapi kalo emang kebahagiaan lo adanya di Hartono, gue bisa apa? Lo tetep sahabat gue dari orok. Gue yang dari kecil udah ngerasain digantiin popok sama Bunda lo. Nggak mungkin gue bener-bener dukung lo buat putus yang akhirnya lo-nya aja ngerasa sakit, 'kan? Jadi, Ce. Lo omongin baik-baik sama Tian. Gue liat, dia mau jelasin sesuatu sama lo." Lisa menambahi. Matanya terlihat berkaca-kaca melihat Rose yang akhir-akhir ini terlihat lesu.

"Hartono? Siapa?"

"Yaelah. Gue ngomongnya di awal tanyanya pas udah kadaluwarsa." Wajah Lisa yang semula melankonis berubah kesal.

"Hartono itu brondong yang lagi digebet Lisa!" seru Ena yang membuat Rose semkin heran.

"Lo gebet berondong?? Astagaa Liliss! Lo dapet pengaruh dari mana?? Padahal lo dulunya benci banget liat cewek yang bareng ama cowok yang lebih muda! Jilat lidah sendiri Bu??"

Lisa cengengesan, "Yah ... perasaan mah siapa yang tau."

"Trus si Tono-Tono itu mau?"

"Ya nggak lah! Udah tua gitu masa dia mau?" sahut Ena.

[✔] LongtempsDonde viven las historias. Descúbrelo ahora