Peamigi

1.3K 223 32
                                    

Pintu masuk terbuka lebar, menunjukkan sosok yang telah ditunggu oleh keduanya. Dengan membawa dua botol air mineral, Rose masuk ke dalam ruang kesehatan bersamaan wajah mengernyit heran saat melihat penampilan keduanya. Ternyata mereka berdua sama-sama babak belur, jadi dapat dipastikan jika keduanya sama-sama imbang. Padahal Lisa dan Ena sudah bertaruh siapa yang memenangkan perkelahian itu.

"Udah? Nggak lanjut sampe berdarah-darah? Atau patah tulang? Emang kenapa sih, sampe bisa berantem begini?" Rose menyodorkan botol di tangannya yang langsung diterima oleh Eno dan Bastian.

Keduanya tidak ada yang menjawab. Begitu pula Rose yang tidak ingin bertanya lebih lanjut pasal perkelahian tadi. Mungkin beberapa orang masih mengintip dari luar, mengingat seberapa hebohnya tadi pagi, Rose juga maklum mengingat Tian yang dari awal menciptakan garis senioritas terhadap adik tingkat. Tentu saja, apa lagi tentang Tian yang galaknya luar biasa hingga memiliki koneksi di setiap jenjang tingkat perkuliahan. Ditambah Eno yang termasuk anggota dalam club basket yang sekarang ini baru saja memenangkan pertandingan final musiman.

"Gue di sini nggak berharap dijadiin pajangan nggak berguna. Gue nunggu lo berdua jelasin?" Rose mengendikkan bahunya. Melirik sekilas ke arah Tian yang membuang muka.

"Jadi, ada yang mau jelasin apa enggak? Kalo enggak, gue keluar nih. Biar si bison yang jagain lo berdua kalo gitu." Rose bersiap-siap untuk bangkit. Mulai jengah dengan sikap bungkam keduanya.

"Gue bakal jelasin semuanya. Biar si anjir ini juga tau." Tian mengendikkan dagu ke arah Eno. Bermaksud agar Eno tidak keluar ruangan terlebih dahulu dan mendengarkan penjelasannya.

Tian berdeham pelan. Walaupun rasa mengganjal di tenggorokannya membuatnya malas untuk berujar panjang lebar, penjelasannya kali ini memang harus diutarakan agar kesalahpahaman tidak semakin berjalan panjang. Apa lagi hubungannya dengan Rose yang terakhir kali mulai membaik, Tian tidak ingin keadaan mereka berdua semakin memburuk.

Tian mulai menceritakannya, sepatah-duapatah yang kerap kali membuat Rose bingung. Tentu saja Eno langsung paham-paham saja mengingat bahasa mereka berdua hampir sama. Irit dan tidak ingin terlalu repot berbicara. Mereka berdua adalah tipe orang yang lebih suka bertindak dari pada berkomunikasi secara langsung.

Eno dan Tian adalah orang yang lahir di keluarga yang berkecimpungan di dunia bisnis dari dulu. Dari pendiri marga yang kini mulai dikenal luas oleh para masyarakat, nilai luhur turun-temurun pun tak pernah lepas dari ikatan mereka. Seolah-olah telah mengalir di setiap sel-sel darah mereka, kebiasaan dari para sepuh tidak dapat ditinggalkan begitu saja.

Jaman sudah berubah. Persaingan bisnis semakin ketat, tidak peduli menggunakan cara kotor ataupun netral, asalkan mereka bisa menduduki posisi puncak. Jaman semakin berkembang, adat-istiadat yang seharusnya bukan menjadi sebuah kewajiban harusnya bisa lepas.

Namun nyatanya tidak.

Peamigi.

Marga yang memiliki latar belakang bisnis di bidang transportasi dan komunikasi. Banyak yang mengatakan bahwa mereka juga membangun usaha lain, namun tanpa embel-embel Peamigi di belakangnya. Padahal cara bisnis kerja restoran tersebut benar-benar hanya bisa dilakukan oleh keturunan Peamigi seorang.

Peamigi adalah nama perusahaan besar yang kini menjadi penopang berdirinya negara. Beberapa kapal berhasil mereka layarkan, beberapa pulau dapat mereka capai, dan puncaknya adalah dua tahun lalu. Saat dengan tiba-tiba Peamigi mendeklarasikan akan mendirikan sebuah tempat wisata. Lebih tepatnya, mereka bekerja sama dengan pemerintah—di mana sebelumnya bahkan pemerintah memusuhi Peamigi—.

Hal tersebut membuat bingung dari kalangan orang yang berkecimpung di dunia bisnis. Bahkan Peamigi selalu enggan berhadapan dengan pemerintah dan selalu membantah pendapat mereka.

[✔] LongtempsWhere stories live. Discover now