Aset

1.2K 225 20
                                    

Kamar yang gelap adalah pemandangan pertama yang ia lihat. Baru membuka mata, kepalanya sudah terasa begitu sakit. Perutnya pun terasa nyeri. Namun sebuah handuk yang masih menempel di dahinya membuat Tian sadar, bahwa kejadian kemarin bukanlah sebuah mimpi atau angan-angannya saja.

Matanya menjarah dengan panik menyeluruh ke setiap sudut ruangan saat tidak mendapati keberadaan Rose. Ia turun dari ranjang dengan sedikit kesulitan. Mulutnya tak berhentinya menyerukan nama sang bunga hati dan menyuruhnya untuk segera mendekat.

"CEE?!"

"Ck! Apasih?!! Pagi-pagi udah mau bikin telinga gue budeg aja!!"

Tian menghiraukan seruan Obeng yang baru ia ketahui keberadaannya. Padahal sahabatnya itu tertidur di sofa yang langsung menghadap ranjangnya.

"Oce—"

"Lo nggak lupa 'kan, kalo ini hari Kamis? Jadwalnya Oce itu. Lo sih, kelamaan bolos. Sampe lupa hari," sinis Obeng sembari bangun dari tidur tak nyenyaknya.

"Heeeh. Lo juga yang bikin gue mau mandi pagi. Padahal gue mandinya sering pas sore aja." Obeng kembali dengan celotehannya. Ia juga tidak peduli apakah Tian mau mendengarnya ataupun tidak. Yang penting dirinya harus mandi terlebih dahulu kemudian mencari sarapan. Tidak mungkin Tian akan mengambil alih tugas itu di saat keadaannya yang terlihat begitu menyedihkan—setidaknya di mata Obeng.

Tian termenung. Menatap pantulan dirinya sendiri di cermin. Ia meringis, penampilannya benar-benar buruk dan tidak sedap untuk di pandang. Kantung mata menghitam, rambut super berantakan yang terlihat kusut karena tak keramas tiga hari, kemeja yang terlipat di sana-sini. Apa dirinya berpenampilan buruk seperti ini ketika di depan Rose? Apa ketampanannya berkurang? Memikirkan hal itu, mood Tian sedikit menurun.

"Lah? Lah? Lo mau ke mana??" Obeng yang sudah siap dengan handuk untuk mandi langsung menghentikan langkahnya ketika Tian mengambil jaket dan kunci motornya.

"Lo mau tinggalin gue sendirian di sini?? Gila lo!!" Tanpa ba-bi-bu, Obeng melempar handuk baru yang dia ambil dari lemari ke ranjang. Mengemasi seluruh barang-barangnya ke tas, menyisir rambutnya secepat kilat menggunakan tangan, dan menurunkan lipatan celana jeans-nya yang naik sampai ke betis. Dalam lima menit, Obeng benar-benar sudah siap untuk menyusul Tian. Terlalu takut jika ditinggal sendirian, biarlah kamar ini dibersihkan oleh bibi yang memang dipanggil Tian untuk membersihkan rumah peninggalan kakeknya itu.

"Woyy Yaaan!!" teriak Obeng tak terima saat Tian hanya meninggalkan asap knalpot tipis tanpa menunggu dirinya. Masalahnya, motor yang dibawa sohipnya itu adalah motornya! Dan mobil yang ada di pekarangan rumah adalah mobil Tian!

Obeng meneguk ludah, menatap bangunan di depannya dengan sorot horor. Sekarang, tidak ada nanti-nantian, ia harus masuk ke dalam rumah untuk mengambil kunci mobil Tian, kemudian pergi secepat kilat menggunakan mobil eksotis milik lelaki itu. Tambah pusing lagi mengingat Obeng tidak tau di mana Tian menaruh kunci mobilnya.

Apa ini definisi dari 'rumah bukan surgaku?' Sepertinya iya. Karena Obeng harus berkeliling menyusuri rumah besar itu guna menemukan kunci mobil yang akan ia gunakan untuk meninggalkan bangunan tua ini.

Masalahnya, hanya ada Obeng di sini. Mungkin ... beberapa orang yang tak kasat mata?

.

.

.

.

"Semuanya gue kembaliin. Aset-aset lo yang udah ganti nama jadi Peamigi udah gue reset, banting tulang gue dapetin ini." Tian menyodorkan map berisi berkas-berkas penting itu kepada Eno.

[✔] LongtempsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang