#43

1.4K 238 24
                                    

Pandangan kosong telah mrnjadi makanan sehari harinya selama ini. Rasa bersalah karena membunuh tidak akan pernah hancur lebur meski ia terbunuh langsung suatu saat nanti oleh tangan orang tua si anak yang telah di bunuhnya. 

Pandangan Felix memang kosong, namun tidak dengan pikirannya yang terus bekerja dengan keras menyusun sebuah rencana yang entah kapan akan ia lakukan. 

Siapa peduli dengan dirinya jika sudah menjadi perusak, ia yang mempunyai dirinya saja sudah tidak lagi perduli terhadap dirinya sendiri. 

Felix rasa dosa yang ia miliki begitu besar, di mulai dari sering mendiami Hyunjin, meneriaki ibunya, memarahi kakaknya, memperalat salah satu temannya, dan yang paling terparah adalah dirinya yang membunuh anak kakak kandungnya sendiri. 

Jika ia mati, mungkin dirinya tidak akan di terima mau langit ataupun bumi karena tuhan sudah jelas tidak menyukai dirinya yang mempunyai segunung dosa.

Air kolam yang tenang dengan memantulkan kembali sinar matahari membuatnya ingin segera menceburkan diri kesana tanpa mau kembali kepermukaan, biarlah mungkin nanti dirinya akan menjadi penghuni kolam berenang ini. 

Namun, pikirannya segera ia tepis kala sekelebat bayangan wajah sang ibu yang telah melahirkannya tiba-tiba datang dalam pikirannya.

Tidak!  Ia tidak akan pergi begitu saja sendirian, dirinya harus membawa sang ibu yang menjadi dalang karena ia tak mau sendiri di alam baka. 

"Felix!"

Namanya yang di panggil begitu lantang membuat ia menoleh seketika kearah belakang. Disana, terdapat sang ayah yang rupanya belum pergi bekerja.

Sepatu yang harganya tidak neko neko itu berketukan dengan lantai batu sampai tempat berdirinya Felix disana. 

Raut wajah yang tidak bahagia, Sulaiman mengerti perasaan anaknya kini yang bersalah. Setiap malam di kala ia sempat melihat sang anak, Felix sedikit lebih terbuka dengan mengatakan segala keburukan ibunya.

"Kamu ngapain disini nak?" tanya Sulaiman kala dirinya berada dekat dengan Felix. 

"Jangan pernah berpikir untuk menenggelamkan diri kamu di air kolam ini Lix, kalo kamu tega pergi siapa yang akan menemani ayah?" Lanjutnya yang menarik tubuh kurus anaknya untuk ia peluk. 

Pikirannya kalut, ia tidak tau lagi harus berbuat apa. Menjadi seorang suami begitu tidak becus serta menjadi seorang ayah juga ia tidak pandai. 

Keluarga yang dulu di impikannya hancur di telan waktu hari demi hari. Karena kecintaannya terhadap istri memang nomor satu, lambat launpun kini mulai luntur karena tingkahnya. 

Yang dulu ia mengangkat derajat istrinya kini entah mengapa ia menyesal sedalam mungkin. Seharusnya ini semua tidak terjadi. 

"Ada mamah yang nanti temenin ayah." lirih Felix sembari menghirup aroma maskulin ayahnya dengan perasaan sakit di setiap detak jantungnya.

"Ayah akan menceraikan mamah kamu Lix, hak asuh kamu juga akan ayah yang ambil. Biarkan mamah kamu ngelakuin apapun di luaran sana nanti."

Felix tertegun mendengarnya, dia tidak salah mendengar? Ayahnya akan menggugat cerai sang mamah yang ia ketahui ayahnya begitu mencintai sosok manusia cantik itu. 

"Yah, bukannya ayah cinta banget sama mamah?  Kenapa mau gugat cerai in mamah? Terus nanti mamah gimana?" tanya Felix sambil menarik diri dari pelukan sang ayah disana yang terlihat sekali jika raut wajah sang ayah tidak begitu suka dengan pembicaraan ini. 

Hah~

Helaan napas berat Sulaiman keluarkan begitu saja.  Felix diam menunggu jawaban ayahnya, ia benar benar tidak habis pikir. 

Young Married // Chanjin (end) Where stories live. Discover now