10. Perihal Piercings

10.6K 2.1K 348
                                    

Update emang 2/3 hari sekali, tapi kenapa part-nya panjang mulu. Sekalian lah ya. Hm.

🐳🐳


"Ngapain lo masih di sini hah?" tanya Gagah sebal memandang pria bertubuh tinggi besar yang langsung siaga di depan pintu begitu ia keluar lift. "Calon istri gue biar gue yang jaga. Pergi aja lo, bunga kuburan!"

Pria di depan Gagah yang benar dipanggil Kamboja itu tetap tidak menampilkan raut selain datar. Otot-otot di lengannya terlihat jelas karena hanya memakai kaus tanpa lengan.

"Mau pamer otot lo di sini?" tantang Gagah. Tinggi badan mereka setara sebenarnya. Hanya saja tubuh Gagah tidak sebesar itu. Ia pernah berpikir kalau otot lengan dan perutnya sudah terbentuk keren banget. Ia masih mau hidup dengan tidak menyentil Kamboja. Tapi gimana lagi, ia masih dendam kesumat mengingat pukulan waktu itu.

"Silakan masuk." Kamboja malah menunduk dan melebarkan tangannya seolah mempersilakan Gagah masuk.

Gagah tahu Kamboja sengaja mengejek pasti. Mana mungkin mempersilakan tapi seolah makin menunjukkan ototnya yang menggelembung itu?

"Ayo, pamer otot, Ja." Gagah nyengir. "Gue tunggu di kamar mandi ya."

Gagah tertawa saat ekspresi Kamboja jadi kaget, bahkan melotot. Kapok, biar geli sendiri, padahal Gagah cuma bercanda. Ia lalu membuka pintu pelan-pelan. Baru juga terbuka sebagian, tangannya langsung terangkat ke dada.

Sial, meski sudah beberapa kali mendapati Sava lagi pole dance tapi jantungnya masih tidak bisa baik-baik saja. Soalnya beberapa kali ia hanya lihat gerakan terakhir Sava yang baru menjejakkan kaki di lantai selepas menuruni tiang. Lalu setelah itu sudah, Sava akan pamit ke kamar mandi untuk bebersih diri.

Tapi kali ini Gagah mematung karena tiap gerakan yang ia lihat benar-benar menakjubkan. Bagaimana Sava mengaitkan kedua kakinya di tiang, lalu tubuhnya yang melengkung ke belakang membuat rambut sebahunya terurai helai demi helai.

Gagah menelan ludahnya susah payah. Ia tahu ini salah tapi matanya tidak mau lepas memperhatikan. Tidak mau melewatkan pemandangan seindah itu.

Belum lagi mata Gagah mengikuti gerakan Sava saat turun dari tiang. Memutar satu kali dengan satu kakinya menjempit tiang, satu lainnya diarahkan lurus ke depan. Dengan sangat lincah tubuh itu sudah makin turun dan berakhir dengan kedua kaki Sava yang menjejak lantai.

Saat Gagah masih terpaku, Sava justru menatap tenang ke arahnya. Meski ia tahu kehadirannya tadi pasti tidak disadari karena ia sadar Sava baru membuka matanya saat sudah berhasil mendarat.

"Udah di sini," gumam Sava.

Gagah tersadar dengan napas yang memburu hebat. Ia jejakkan langkahnya sedikit tergesa sampai di depan perempuan itu. Tangannya menyentuh pinggang Sava agar melekat dengan tubuhnya.

"Lo sadar nggak sih?" tanya Gagah dengan ekspresi serius.

Sayangnya, Sava tetaplah perempuan minim ekspresi yang justru mendongak melawan tatapan Gagah. Tidak menyadari bahwa tatap itu justru makin membuat Gagah hampir hilang kendali.

"Apa?" tanya Sava.

Mata Gagah makin liar memperhatikan detail wajah Sava saat perempuan itu terus mendongak menunggu jawabannya. Bentuk wajahnya yang oval, alis tidak terlalu tebal yang memiliki jarak luas dengan mata, lengkungannya begitu sempurna sampai-sampai Gagah hanya terpusat di sana. Hidung kecilnya mancung dan tinggi. Bibirnya tipis dengan dagu yang meruncing tidak berlebihan.

"Lo cantik banget," gumam Gagah tanpa sadar.

Lagi-lagi Sava bukanlah perempuan yang akan tersipu mendengar pujian. Bukannya merona, perempuan itu justru tetap membalas tatapan Gagah seolah menunggu kata lebih penting dari sekadar cantik yang akan terlontar dengan wajah seserius itu.

Fishing YouWhere stories live. Discover now