28. Udah Bisa?

11.2K 1.8K 288
                                    

Malam.

🐳🐳

"Masa waktu itu gue sempet mikir gimana jadinya kalo gue duda," bisik Gagah di depan akuarium. Tangannya bergerak mengusap satu sisi akuarium tepat saat satu kepala ikan nongol. "Iya, waktu itu, Pang. Mikir kemungkinan terburuk kalo Sava milih ninggalin gue. Lagian kalo gue beneran duda, nggak ada kali ya yang mau sama gue. Sekarang nggak mau lah mikir gitu, pisah dari Sava bentar aja gue udah nggak bisa. Tuh, dia tadi ke kamar mandi terus gue ikutin. Lah, dia ngambek, ngusir gue suruh keluar. Katanya gue nempel terus. Padahal kan kalo gue tinggalin bentar takut kenapa-napa. Iya nggak?"

Suara gemercik air terdengar lagi saat beberapa ikan berpindah tempat. Tatap Gagah tertuju serius ke anak didiknya di dalam akuarium.

"Udah lama kalian sama gue, kok nggak gede-gede ya? Apalagi elo, Cupang. Segitu mulu. Nggak mau upgrade ukuran apa? Nggak capek kecil mulu?"

Gagah tersenyum kecil saat satu ikan lagi sampai di hadapannya. Lalu ia jentikkan jarinya di kaca akuarium dan langsung membuat gaduh seisi akuarium lagi.

"Iya, sama-sama. Gue milih istri yang tepat kan? Sava yang bersihin tempat lo pada karena akhir-akhir ini gue sibuk. Perjuangan banget kan dia? Padahal nggak terlalu suka ikan, tapi malah yang paling telaten ngurusin sekarang."

Memang Gagah sadar, tiap kali mau bersihin akuarium pasti sudah lebih dulu Sava yang melakukannya. Istrinya itu tidak bertanya apa-apa, di awal-awal melihat dan membantunya membersihkan saja. Tapi lama-lama waktu tahu cara perawatannya malah paling semangat kalau bersihin kandang ikan.

"Gah, aku udah selesai."

Sontak Gagah kaget. Ia berdiri dan langsung menghela napas lega saat melihat Sava berjalan mendekatinya.

"Kenapa kaget?"

"Masih utuh ternyata." Gagah mengelus dadanya lega.

"Aku cuma ke kamar mandi," gerutu Sava yang setelah sampai di hadapan Gagah segera memeluk suaminya. Hidungnya menghirup aroma tubuh Gagah sembari mengeratkan pelukan. Senyumnya terbit saat merasakan Gagah mencium kepalanya. "I love you."

Gagah mendengus kecil. "Iya, Sava. Udah seribu kali kamu bilang."

Sava merenggangkan pelukan dan memukul dada Gagah kesal. "Nggak suka?"

"Suka, dong." Gagah menuntun Sava agar duduk di depan akuarium karena hanya satu kursi yang ia tarik ke sana. "Sini duduk."

Sava nurut dan duduk. Tapi ia tidak menyangka kalau Gagah di belakangnya sekarang, melingkarkan kedua tangan di sekitar bahunya. Napasnya sempat tertahan sebentar. Sentuhan Gagah tidak pernah gagal membuatnya berdebar. Bahkan masih sama rasanya sejak pertama sampai detik ini.

"Nanti jadi ketemu Citra?" tanya Gagah.

"Kok kamu yang semangat?"

Gagah mengernyit. "Bukan gitu. Kata kamu mau bicarain semuanya sama keluarga dia."

Sava masih diam. Beberapa saat kemudian ia menoleh membuat wajahnya berhadapan dengan Gagah. "Kamu jangan lirik-lirik dia tapi ya," ancamnya.

Gagah benar-benar heran sekarang. Ternyata Sava memang perempuan. Ia kira Sava itu cuek dan tidak bisa menunjukkan rasa kecemburuan yang kentara. Tapi itu membuatnya senang juga.

"Nggak ada yang lebih cantik daripada istriku," bisik Gagah. Satu tangannya terangkat menyibak rambut Sava ke salah satu sisi sebelum mendaratkan bibirnya di sekitaran lehernya.

"Ikan cupangnya lebih cantik, Gah."

"Udah dibilang, ikan nggak bisa bikin--"

Sava langsung ber-hm panjang, enggan mendengar Gagah berkata di luar topik lagi. "Beli louhan yuk."

Fishing YouWhere stories live. Discover now