12. Apa Masih Pantas?

10.3K 2K 234
                                    

Haloooo🐷

🐳🐳

"Akhirnya Abang gue lamaran!" teriak Anin sambil berlari ke arah Gagah yang masih duduk di depan akuarium. "Puas-puasin lihat ikannya. Besok abis nikah pasti satu per satu ikan lo jual. Cuma tersisa beberapa aja yang diurusnya gampang."

"Nggak. Cukup gue lelang si Louhan di tokonya cowok lo."

Anin mendengus. Ia menarik lengan Gagah agar berdiri dari duduknya. "Sini mau gue benerin penampilan lo, Bang."

Meski bersungut sebal, Gagah nurut dan berdiri di depan adiknya. "Ganteng nggak gue pake ginian?"

"Jelek," ejek Anin. "Kenapa sih lo seneng banget pake kemeja terus kancingnya sampe paling atas gini? Nggak cocok."

"Ini keren, Nin."

"Lo nggak cocok, Bang. Muka udah ganteng, badannya oke, kemeja slim fit-nya juga keren banget, eh dikancing sampe atas."

"Gue lihat cowok-cowok kalo dikancing sampe paling atas gini keliatan cakep padahal."

"Iya mereka cakep. Tapi lo lebih cocok lagi kalau kancing kemejanya sampe sini aja," tunjuk Anin ke kancing kemeja Gagah di bagian dada. "Lepas cepetan, daripada Kak Sava ilfeel liat lo."

"Mana mungkin dia ilfeel. Muka datar gitu nggak mungkin ngeliatin kalo dia nggak suka."

Anin tertawa. "Iya, sih. Kak Sava tuh nggak pendiem, cuma kurang ekspresif aja, cocok lah sama lo yang punya ribuan ekspresi di muka."

"Nggak nyangka gue bisa suka sama yang minim ekspresi kayak Sava ya. Ngegemesin banget dia itu. Jarang ketawa sekalinya ketawa bikin gue jatuh hati. Ck, Sava. Nggak sabar pengin pole dance bareng."

"Bang!" sentak Anin. Ia bahkan memukul lengan Gagah dengan keras. Bisa-bisanya Gagah menghalu begitu sambil mendongak. Gila memang. "Udah paling bener nikah cepet. Nggak terselamatkan lo."

Gagah hanya nyengir menanggapinya. Ia menunduk dan mengernyit lihat Anin menyematkan dasi kupu-kupu. "Nemu di mana ini?"

"Bukannya kemarin waktu kita beli baju, lo masukin dasi ini juga?"

Gagah berpikir sebentar. "Nggak kerasa kayaknya gue."

"Gue kira beneran. Sebenernya kurang cocok sih lo pake dasi itu."

"Iya, Nin. Ganti jangan dasi kupu-kupu."

"Ganti dasi apa?"

"Dasi ikan."

"Gila lo." Mana ada dasi ikan. "Ayo, Bang. Papa sama Mama udah di depan."

Gagah mengikuti Anin keluar rumah. Ia menunggu adiknya yang mengunci pintu. "Menurut lo, gue nikahnya dicepetin apa gimana?"

Anin mendongak mendengar pertanyaan itu. "Lo ragu, Bang?"

"Bukan ragu." Gagah mengusap tengkuknya. "Gue yakin sama dia, cuma ...."

"Lo permasalahin masa lalu dia?" tebak Anin. Melihat Gagah tidak menjawab, ia melanjutkan. "Bang, laki-laki yang tulus itu nggak mempertanyakan masa lalunya perempuan. Kalo lo yakin Kak Sava yang sekarang baik dan bisa lo arahin lebih baik lagi, ya udah fokus ke depan aja."

Gagah mengerjap cepat. Ia sebenarnya bukan ragu, cuma takut Sava yang tidak yakin dengannya. "Kalo kebalikannya gimana, Nin?"

"Beda, Bang. Laki-laki nggak boleh nanyain masa lalu perempuan, tapi kalo perempuan ya boleh dong." Anin mengakhirinya dengan tawa.

"Curang emang kaum perempuan," sindir Gagah.

"Bukan curang. Perempuan kalo udah cinta, nggak peduli masa lalunya laki-laki asalkan yakin udah jadi lebih baik sekarang dan ke depannya. Kalo laki-laki kan beda, dia sekali tau masa lalunya perempuan, bisa lari ngibrit. Jarang kaum lo itu yang bisa nerima masa lalu cewek, Bang."

Fishing YouWhere stories live. Discover now