01

238 7 0
                                    

"Woy! Kesambet lo sampe gak ngedip?" tegur Dinda disamping Karen yang masih memerhatikan Hanif yang lagi tertawa di ujung koridor lantai dua.

"Ganteng banget ya" sahut Karen yang malah tidak nyambung dengan teguran Dinda.

"Sadar Ren sadar, pacarnya ka Cila yang cantik mampus dan mereka itu best friend becomes lovers. Udah pasti gak bakalan putus"

Karen yang mendengar penuturan Dinda langsung memutar bola matanya, ya tidak salah sebenarnya karena Dinda sangat benar mengenai itu.

"Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini" ujar Karen asal, berusaha untuk menghibur diri. Walaupun nyatanya Karen tahu kesempatannya benar-benar tidak ada.

"Diliatin aja, apa gak mau ikutan nimbrung tuh?" tiba-tiba ada suara yang menyela di antara mereka, Haris.

"Ngawur" jawab Karen.

Hanif yang tadinya masih tertawa dengan lawan bicaranya langsung menengok ke arah ketiganya saat Haris dengan lantang memanggil Hanif.

Karen langsung panik dan mencubit-cubit tangan Haris, melayangkan protes karena Haris yang spontan memanggil Hanif.

"Yo!" seru Hanif sambil melambaikan tangannya dan berjalan ke arah ketiganya.

"Senyum Kay" ujar Haris membuat Karen berusaha menyunggingkan senyum walaupun dadanya berdetak tidak karuan seiring dengan Hanif yang semakin dekat ke arah mereka.

Dinda yang melihat itu terus-terusan tersenyum geli yang di tujukan kepada Karen yang benar-benar seperti mati kutu, mau kabur juga tidak mungkin karena tidak sopan.

"Hai Din, Kay"

Kepala Karen langsung pening saat mendengar Hanif memanggilnya dengan Kay, karena Kay itu adalah panggilan dari orang-orang terdekatnya seperti Haris, Dinda, dan Ardi.

"H-hai kak" sahut Karen.
"Sakit Kay?"
"Eh?"
"Muka lo merah banget gitu, lagi demam?"

Demi dewa matahari, rasanya Karen benar-benar ingin lenyap dari hadapan Hanif saat ini juga karena mendengar pertanyaan itu. Karen yakin bahwa wajahnya sudah seperti kepiting rebus.

"Diluar panas kak tadi" Karen langsung menutupi pipinya dengan kedua tangan membuat Hanif tergelak melihatnya.

"Iya? Orang mendung kok itu" tunjuk Hanif ke arah jendela yang tidak jauh dari mereka berdiri.

Karen hanya memberikan cengirannya sebagai tanggapan akhir, sudah malu untuk memberikan alasan lain kepada Hanif.

"Lo ada kelas?" tanya Haris.
"Iya ada, nyuci nilai gue"
"Nyuci nilai? Gak salah denger nih gua?"

"Kagak, kan mau cumlaude guee" sahut Hanif sambil membenarkan kacamatanya dan tertawa, berhasil membuat Karen tersenyum mendengar tawa renyah Hanif.

Saat Karen dan Dinda yang menjadi penonton dari obrolan antara Hanif dan Haris, tiba-tiba saja netra mereka menangkap seseorang yang sangat familiar berjalan melewati keempatnya.

Sama sekali tidak menengok ke arah mereka padahal mereka yakin bahwa ada kekasih dari wanita tersebut sedang berdiri diantara mereka.

"Perang dingin?" tanya Haris.
"Haha enggak, emang udah enggak"

Karen mengerjapkan matanya berusaha untuk mencerna ucapan Hanif yang entah kenapa membuat ketiga kepala yang berdiri di situ langsung menatap penuh kebingungan.

"Udah enggak, dalam artian putus?" tanya Haris berusaha memperjelas jawaban Hanif.

"Iya, udah lama sebenernya. Gak ketawan ya? Mau empat bulan" jawab Hanif enteng.

The Neo Broken Heart ClubTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang